"here's to the lonely hearts
and the ones that never change."| Black Veil Brides |
...Kini mereka sedang berada di Taman Suropati, menduduki sebuah bangku kayu bewarna cokelat putih di bawah pepohonan rindang, menikmati kesejukan yang disuguhan alam setelah menempuh kemacetan yang cukup panjang.
Leon tak henti-hentinya mengamati gadis itu. Oni mengenakan jaket kulit miliknya yang tampak kebesaran di tubuhnya. Oni bilang hoodie-nya tertinggal di kelas, jadi Leon memutuskan untuk memberikan jaketnya kepada gadis itu. Leon sempat bertanya kenapa Oni selalu menggunakan baju hangat, dan Oni hanya menjawab, "Pengin aja."
"Kenapa waktu itu kamu panggil aku Onion?" tanya Oni tiba-tiba.
"Anggap aja—"
"Serius!" kata Oni masih mengingat jawaban yang diberikan oleh Leon sebelumnya.
Leon terkekeh pelan. "Gue sempat nyari tahu tentang lo, dan lo nggak punya nama panjang, jadi gue buat sendiri; Oni-On. Panggilan pendek lo Ni atau On?"
"Ni."
"Kenapa gak On?"
"Lebih baik Nini daripada Oon."
Leon langsung tergelak. "Oke deh, Nini."
"Oni aja."
"Ah, ribet banget cuma masalah nama doang." Leon menggerutu. Lalu dia menangkap raut gelisah di wajah Oni. "Kenapa nanyain onion?"
"Tadi ada yang nyebut aku muka bawang, katanya berlapis-lapis, itu artinya nggak tahu malu, kan?"
Pupil mata Leon langsung melebar. "Sumpah, gue gak ada mak—"
"Iya, tahu," potong Oni.
Leon merasa sedikit bersalah, jadi dia berusaha meluruskan, "Gue gak akan sembarangan nyebut nama lo lagi, janji. Maaf, ya, Oni."
Oni tersenyum. "Nggak apa-apa."
Setelah itu, keheningan mengambil alih kebersamaan mereka. Mungkin Oni sudah terbiasa diam seperti itu, tapi tidak bagi manusia hiperaktif macam Leon, dia merasa tak nyaman, jadi dia kembali mengoceh, apalagi ketika dilihatnya Oni terus-menerus mendongak sejak tadi. "Di sini banyak pohon, hati-hati entar muka lo diberakin burung,"
"Ih, mana ada burung." Oni menatapnya sebentar, kemudian kembali mengangkat wajah.
"Nanti juga ada. Lagi lihat apa sih? Serius amat."
"Langit." Saat mengatakan itu, ada sejumput senyum menghiasi bibir tipisnya yang dadu.
"Emangnya ada apa di langit?" Leon melengak, mengikuti arah pandang Oni. Walaupun begitu, dia tetap tak menemukan apa pun selain warna biru kosong.
"Nggak ada," jawabnya polos. Terselip jeda beberapa menit sebelum dia kembali bersuara. "Aku suka langit dalam keadaan apa pun. Langit biru, langit senja, bahkan langit gelap. Gak tahu kenapa, suka aja." Oni berseri-seri.
"Kita memang nggak butuh alasan untuk menyukai apa pun, seperti aku suka kamu misalnya," komentar Leon yang mengundang tatapan cewek itu.
Leon tersenyum, kemudian mengganti posisi untuk menghadap Oni sepenuhnya. "Lo suka lihat langit, sekarang coba lo lihat gue, kali aja lo jadi suka sama gue."
"Apaan deh kamu?"
"Coba dulu, sebentar aja."
Ingin tak ingin, Oni menurut. Butuh sepersekian detik dia mengamati cowok itu. Ada senyum merekah di bibir Leon yang membuat jantungnya seketika berdegup tak stabil dan menyebabkan hatinya direngkuh perasaan asing. Cepat-cepat Oni memalingkan wajahnya ke bawah, ke arah kakinya yang menginjak tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete | 1 ✓
Teen FictionCompleted✓ . Tentang sepasang remaja yang berusaha mengejar impian dalam kungkungan moral dan tekanan. Sepasang hati yang saling mengobati luka. Sepasang jiwa yang saling merindu dalam lara. Serta sepasang anak manusia yang dipertemukan dan dipisahk...