34 | Goodbye

1.4K 186 0
                                    

"dear, God
the only thing i ask of you
is to hold her
when i'm not around."

| Avenged Sevenfold |
...

Siang itu, Oni sudah bisa pulang ke rumahnya. Om Darwin yang menjemput mereka. Ketika dia hendak memasuki mobil, matanya menemukan sosok lelaki seusianya dengan seragam sekolah tengah berdiri di depan gedung rumah sakit. Pandangannya tampak mengunci setiap pergerakkan dirinya, dan dia baru menyadari bahwa Leon juga sedang memperhatikannya.

"Oni, ayo masuk!" ujar Tiana.

"Om, aku ke sana dulu sebentar," kata Oni kepada Darwin yang sudah duduk di balik kemudi, tak menghiraukan ajakan ibunya barusan.

Tiana hendak mengatakan sesuatu sebelum sepasang matanya melihat arah tatapan Oni. Dia mengembuskan napas berat. Semoga saja anak itu tidak mengatakan apa pun yang bisa membuat Oni mengambil keputusan bodoh.

"Yaudah, jangan lama-lama," ucap Darwin.

"Makasih, Om." Kemudian gadis itu berjalan cepat-cepat menghampiri Leon.

Leon pikir saat Oni melihatnya di sana, gadis itu akan langsung pergi mengabaikannya seolah mereka tidak pernah saling kenal sebelumnya. Mendapati Oni mendatanginya dan kini berdiri di depannya dengan senyum canggung, membuat Leon kesulitan bernapas.

"Kamu ... nggak sekolah?" tanya Oni ragu.

Leon berdeham, meminimalisir kegugupan yang tiba-tiba memenuhi setiap celah dalam tubuhnya. Padahal sebelum ini, Leon tidak yakin dirinya akan pernah merasa gugup ketika berbicara dengan Oni.

"Aku cuma mampir," kilahnya. Demi apa pun, dia bahkan tidak bisa melangkahkan kakinya untuk pergi dari area rumah sakit sebelum melihat cewek itu pulang dalam keadaan baik-baik saja.

Meskipun Oni tidak mengetahui tentang hal demikian, dia cukup senang mendengar Leon mampir, itu berarti cowok itu masih peduli padanya. Oni mengembungkan kedua pipinya, tak tahu lagi apa yang harus dia katakan untuk mengusir kecanggungan di antara mereka. Padahal biasanya Leon yang sering banyak bicara, dia berharap cowok itu kembali pada perangai dirinya yang biasa. Karena terus terang, Oni masih enggan beranjak dari sana, dia masih ingin melihat Leon untuk beberapa menit lagi. Sampai akhirnya Oni mengingat sesuatu, dia memasukkan sebelah tangannya ke saku celana.

"Aku titip ini buat Leon," katanya sembari menyodorkan benda mungil yang terbuat dari tali simpul bewarna pink, dilengkapi dua lonceng kecil dan liontin berbentuk kepala kucing dengan ukiran nama 'LEON'. "Kalungnya udah aku bikin sejak lama, tapi liontinnya aku pesan di orang dan baru jadi beberapa hari lalu," jelasnya.

Jantung Leon langsung berjengit nyeri melihat itu, matanya tiba-tiba memanas. Dia langsung mengambilnya dari tangan Oni, menyentuh ukiran nama tersebut dengan hati teriris.

"Leon pasti suka banget sama kalungnya," kata Leon dengan suara serak menahan tangis.

Oni menyadari itu, dia menggigit bibir bawahnya, berusaha sekuat tenaga supaya tidak menjatuhkan air matanya lagi di depan cowok itu.

"Leon, aku mau bilang makasih banyak karena kamu udah nemenin aku sejak aku di sini. Aku sama sekali nggak menyesal kenal kamu, tapi seandainya aku bisa memilih, aku mau kita nggak pernah saling kenal sebelumnya."

"Oni—"

"Maafin aku karena udah membebani kamu."

Leon menggeleng. "Demi Tuhan, kamu sama sekali nggak membebani aku. Aku yang semestinya minta maaf karena kita harus putus dengan cara kayak gini."

Oni menunduk, menyembunyikan ekspresinya dari Leon. Dia tersenyum getir. "Aku udah relain kamu pergi. Kamu bisa mengejar cita-cita kamu dan aku berharap semoga Billio menjadi grup musik hebat. Kamu tahu apa yang bikin aku suka sama kamu?"

Incomplete | 1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang