"Congrats ya, El!" ucap seorang laki-laki berkemeja putih seraya mengangkat gelas sodanya di hadapanku. Aku melemparkan seulas senyuman dan menyipitkan mataku setelah mengucapkan terima kasih, berusaha untuk mengingat makhluk ini berasal dari divisi apa dan dari lantai berapa.
Untung saja sebelum percakapan kami berlanjut, aku diselamatkan oleh rekan kerjaku, Joline, yang segera merangkulku menjauh dari pria itu. Aku pamit mengangguk ke arahnya selagi diseret oleh Joline di antara keramaian kantor yang sedang berpesta – lebih tepatnya, kesempatan untuk mengambil appetizer dan minuman gratis atas perayaanku meraih Employee of the Month padahal aku tidak mengenali 65% dari banyaknya wajah di sini.
Ia terus berceloteh mengenai betapa bangganya dia atas diriku yang baru saja mendapatkan penghargaan Employee of the Month dan mengalahkan rival terbesar kami yang kami beri julukan Lauren The Witch, karena kami yakin pesonanya itu berhasil menipu atasan-atasan di kantor ini dan membuatnya menjadi ketua tim Finance.
Baru saja Joline menyebutkan namanya, benar saja, ia muncul di hadapanku setelah kami melewati keramaian pegawai bilik kantor yang sibuk berdansa mengikuti alunan musik sambil mengunyah alunan musik sambil mengunyah mozzarella sticks dan menghirup Heineken. Kami dihadang oleh Lauren di depan pintu kantorku yang dikelilingi kaca tembus pandang.
Ia bersedekap dan berdiri tegak lalu melemparkan seulas senyuman, menunjukkan giginya yang putih dan rapi setelah menemukan sorot mataku. "Selamat atas keberhasilanmu, Ellie." katanya dengan suara berat dan intonasi datar layaknya ucapan operator saat pulsamu tidak mencukupi untuk menyambung panggilan.
Aku menoleh ke arah Joline yang sedang memutar bola matanya lalu aku pun tersenyum singkat. "Well, terima kasih."
Lauren berjalan mendekat, mengancamku dengan figurnya yang tinggi dan ramping, membuatku mendongak dan merasa tak berdaya. Polesan lipstiknya terlihat lebih jelas ketika ia membuka mulutnya.
"Apakah kamu akan datang ke konferensi pariwisata sedunia itu minggu depan?" tanyanya, kali ini tatapan matanya tidak setajam sebelumnya.
"Konferensi apa?"
Ia memiringkan kepalanya sambil menyentuh dadanya. "Lho? Kamu nggak diundang ke konferensi itu? Aku kira kamu diundang juga oleh Jaiden."
Aku mengambil napas panjang, menahan beban di dadaku kemudian menggeleng.
"Yahh, sayang sekali. Aku dan Jaiden bakal ke luar negeri minggu depan." ucapnya, menyelipkan rambut panjangnya yang disemir pirang sempurna ke telinganya, "Berdua saja." tambahnya, membuatku mengernyit.
"Ya sudah, nikmatin aja pesta malam ini, El. Siapa tau kalo kamu dapet satu penghargaan lagi, kamu bisa ke luar negeri bareng aku kapan-kapan." lanjutnya, membalikkan badan di depan pintu elevator yang terbuka.
"Sampai ketemu besok pagi! Mwah!" Ia melemparkan ciuman kepadaku kemudian masuk ke dalam elevator sementara aku tetap tersenyum sampai wajahnya terhalang pintu elevator.
"Lauren bakalan pergi ke luar negeri bareng Jay?!" seruku setelah menghembuskan napasku yang tertahan daritadi dan menekuk lututku.
Joline memutarkan matanya lagi. "Ya pastilah. Lauren kan memang tangan kanannya Jaiden selama ini. Hello?? Kamu kemana aja??"
"Kalo gitu kenapa nggak Lauren aja yang dijadiin Employee of the Month bulan ini sama dia? Kenapa malah aku?"
"Kenapa nggak kamu tanya langsung aja ke orangnya?" Joline menatap horror ke balik punggungku kemudian berjalan mundur.
Spontan aku membalikkan badan dan menegakkan tubuh. Jaiden tersenyum melihatku dengan kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong celananya. Lengan kemeja putihnya tergulung rapi sampai ke siku. Dilihat dari tatapan matanya yang mengkilat, kurasa ia mendengar percakapanku sebelumnya dengan Joline.
"Kenapa kamu nggak gabung sama yang lain di ruang tengah? Masih ada banyak jamuan di meja." ucapnya kalem.
"Um, kayaknya aku mau pulang aja. Udah malem." Aku berusaha untuk membuat alasan padahal aku malas berinteraksi dengan orang-orang yang tidak kukenal itu lalu menjabat tangan dan mengucapkan terima kasih dan tersenyum sampai pipiku pegal berulang kali. Energiku telah habis untuk melakukan semua hal tersebut.
"Masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan." kataku sambil menoleh untuk mencari sosok Joline yang telah menghilang.Ia melihat arlojinya. "Bener juga. Kalo gitu silakan pulang. Inget, besok masih hari Jumat, bukan Sabtu."
Aku mengangguk sambil samar-samar berjalan ke arah elevator di belakangku. Aku hendak menekan tombol elevator ketika Jaiden memanggil namaku. Ia menghampiriku dan menjulurkan tangannya kepadaku.
"Aku hampir lupa." ucapnya, masih menjulurkan tangannya sementara tangan satunya di dalam kantong.
Sebelum aku menyambut jabatan tangannya, aku mendongak, tatapanku teralihkan ke wajahnya. Rambutnya terlihat sedikit acak-acakan dibandingkan pagi ini yang masih terbelah rapi. Beberapa helai poninya jatuh ke pelipisnya. Dan aku dapat melihat sedikit lekukan di samping matanya yang selalu muncul saat ia tersenyum.
Ia menggenggam tanganku sesaat tanganku menyentuhnya. Genggamannya kuat dan ketat selama kami menjabat tanganku. Lalu kami melepaskan tangan masing-masing. Senyumanku masih menempel di wajahku saat aku mengucapkan selamat tinggal sampai pintu elevator menutup, menyisakanku bayangan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skyscraper Desire
RomanceMeraih kesuksesan dalam karir tidaklah sulit untuk diraih Ellie dalam usia mudanya. Segala yang dimiliki Ellie di dalam kehidupannya nyaris lengkap dan sempurna. Namun, ruangan Ellie yang berseberangan dengan atasannya membuat semuanya hancur berant...