Savior

3.8K 234 2
                                    

"Ser, tolong jangan ketawa. Ini serius." ucapku sambil menyandarkan punggungku ke kursi. Tawa Sera di ujung telepon kantorku masih terdengar.

"Wow, El. Aku udah nggak sabar melihatmu memakai gaun pengantin. Kamu harusnya happy dong sekarang?? Kamu akan menikah!!"

Aku menghembuskan napas. "Sera, aku belum siap untuk menikah! Sebentar lagi aku akan menjadi direktur dan semoga mendapatkan banyak uang sehingga aku dapat pergi ke Prancis untuk menemukan kebahagiaan jiwaku, bukannya mengganti popok bayi pada jam subuh!"

Sera menggeram. "Kan kamu nggak harus langsung punya anak, Ellie..."

"Aku nggak peduli. Pokoknya aku belum siap untuk menikah." ujarku sambil mengusapkan wajah. Sepintas aku melihat Jaiden sedang fokus menatap layar komputernya. Lekukan di antara matanya terbentuk.

"Lalu kamu maunya apa?" tanya Sera.

Jaiden menggerakkan jarinya untuk mengetik kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi sambil meregangkan tubuhnya. Kemudian ia menangkap tatapanku saat kedua tangannya tersilang di balik tengkuk lehernya membuat jantungku berhenti berdetak. Ia mengisyaratkanku untuk menutup telepon dan kembali bekerja.

"Ser, ntar aku kabarin lagi."

Jaiden mengacungkan jempol dan kelingkingnya membentuk telepon lalu memerintahkanku untuk menutupnya. Tatapannya tajam namun bibir tipisnya membentuk senyuman, memahat rahangnya yang kuat.

"Emangnya kamu mau kemana??" serunya.

"Nanti kita ketemu di pesta ulang tahunnya ibuku lagi, oke?" Aku tidak mengalihkan tatapanku dari Jaiden yang masih memerhatikanku dari seberang. Ketika aku menutup sambungan sementara Sera masih berceloteh, Jaiden tersenyum simpul lalu menatap layar komputernya lagi.

Kemudian aku menghembuskan napasku yang tertahan sejak tatapannya menemukanku.

>>>>>

Flat shoes-ku menginjak rumput yang empuk, tebal, dan lembab. Tenda-tenda putih berkelebat tertiup angin, menutupi sinar matahari. Donat berlapis coklat dan bubuk gula disusun rapi seperti piramida di meja panjang yang tertutup taplak meja putih serta kue-kue kering dan dispenser beling berisi minuman dengan potongan buah tersedia di sampingnya.

Para tetangga dan teman-teman ibuku mondar-mandir di sekitarku, sibuk menyiapkan dekorasi pesta dan menata tempat duduk. Aku memanjangkan leher di taman belakang untuk mencari sosok yang kukenal lalu masuk ke dalam rumah saat gagal menemukan satu orang pun yang familiar.

Sydney, kakakku, langsung menyambutku dengan pelukan hangat saat aku memasukki pintu rumah.

"Syd!! Gimana kabarmu?" ujarku di atas bahunya sementara ia masih memelukku erat. Aku menunduk saat merasakan gundukan kecil menyentuh perutku dengan lembut.

Sydney tersenyum penuh makna, membuatku memekik. "Kamu hamil lagi?? Kenapa kamu nggak kasi tau aku??" jeritku.

Ia mengangguk semangat. "Tambah satu lagi nggak masalah kan?" ujarnya sambil memegang bahuku. "Kapan kamu bakal nyusul aku? Keburu keriput baru punya anak!"

Aku mendengus dan melepaskan tanganku dari punggungnya. Sesosok manusia kecil bersembunyi di balik betis Sydney. Kemudian aku menangkapnya dan menerbangkannya di udara, membuatnya tertawa lepas, memperlihatkan satu gigi susunya yang bertengger di gusi bawahnya.

"David!" Aku mencium kedua pipinya yang lembut lalu menurunkannya sambil memeluknya. Wangi bedak bayi menyambutku. Kemudian aku bangkit berdiri dan menggendongnya.

"Kamu kasi makan apa sih? Kok jadi gembul gini anakmu?" tanyaku, membuat Sydney terkekeh.

"Mumpung masih kecil kan lucu tembem."

Skyscraper DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang