Aku benar- benar tidak tau apa yang akan kulakukan dengan hidupku. Aku telah mencari di koran, majalah, dan internet untuk sebuah pekerjaan, namun aku tidak mendapatkan apa-apa. Semua pilihan itu tidak cocok untukku. Tetapi, aku harus melihat kenyataannya, apakah aku punya pilihan? Tidak.
Aku memandang laptop bersama Sera di kasur dan mengamati 3 kolom itu selama beberapa menit terakhir. Pelayan restoran, asisten perusahaan real estate kecil, atau resepsionis hotel bintang 3. Ketiga lowongan itu adalah yang terbaik dari keseluruhan. Aku menjatuhkan diri lalu menutupi wajahku dengan bantal.
"Apa yang harus kulakukan?"
"Jika aku adalah kamu, aku akan memilih resepsionis." ujar Sera.
Aku mengintip dari balik bantal. "Benarkah? Kenapa?" tanyaku.
"Kamu hanya perlu mengangkat telepon, menerima pesan dan kiriman, dan memberitahu jalan pada orang-orang yang tersesat di kursi yang nyaman dan ruangan ber-AC." Sera bergidik.
Aku meringis. "Aku sempat menjadi Direktur perusahaan, Ser. Mendadak, aku menjadi resepsionis?"
"Itu masalahnya, El. Harga dirimu terlalu tinggi. Kamu tidak bisa langsung menjadi Direktur lagi, kamu harus mulai dari awal. Step by step."
Aku mengangkat diriku untuk duduk dan menatap Sera kosong. "Mungkin aku tidak harus tergesa-gesa. Mungkin besok akan ada lowongan yang lebih baik."
Ia memukul bahuku. "Kenapa kamu terus menunda-nunda hal ini?!" geramnya. "Pikirkan masa depanmu, apa yang akan terjadi padamu selama 5 tahun ke depan jika kamu terus bersikap seperti ini?"
Aku mengerucutkan bibir dan menyipitkan mata. "Aku melihat diriku menikahi orang kaya sehingga aku tidak perlu bekerja lagi."
Sera mendesah sambil memutarkan bola matanya. "Terserah kau sajalah. Aku mau mandi dan bekerja." ujarnya datar, bangkit dari kasur dan melesat ke kamar mandi.
"Ser! Kamu marah ya?!" sahutku kencang namun Sera tidak merespons dan membanting pintu kamar mandi.
Aku menghembuskan napas lalu menghampiri kaca di sebelah lemari baju. Aku melihat diriku yang masih terbalut piyama katun motif bunga-bunga dan rambut yang dicepol ke atas, anak rambutku mencuat kemana-mana dan kantong mata yang hitam pada pukul 9 pagi.
Kamu tidak sepayah yang kau pikir, Ellie. Kamu akan segera melewati semua ini.
Sera benar. Aku harus memikirkan masa depanku. Aku tidak bisa menunggu seseorang untuk menyelamatkanku. Perkataan Sydney melintasi pikiranku. Kamu bukan princess. Terbekatilah saudara dan sahabatku yang cerdas.
Aku tersentak ketika mendengar ketukan dari pintu depan. Aku keluar dari kamar lalu membuka pintu. Sinar matahari yang menyengat membuat pandanganku buram beberapa saat. Aku dapat melihat bayangan yang membelakangi sinar matahari. Sosoknya familiar. Aromanya khas.
Pandanganku kembali seperti normal dan aku sedikit terkesiap saat melihat tulang selangkanya yang merembes dari sweater tipis berwarna hitam dan kaos T-shirt putih di baliknya, aku mendongak dan melihat rahangnya yang kokoh dan poni yang jatuh ke alis tebalnya. Ia tersenyum ragu.
Atau mungkin saja aku seorang princess yang menunggu seorang pangeran untuk menyelamatkanku?
"J-jay?" ucapku terbata-bata.
"Hai, Ellie." ujarnya sambil menyusuri pandangannya dari kepala sampai ujung kakiku.
Aku mengingat bayangan wajahku yang terpantul dari kaca sebelumnya dan secara spontan melepas cepolan rambutku dan berusaha menatanya agar tidak mengembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skyscraper Desire
RomanceMeraih kesuksesan dalam karir tidaklah sulit untuk diraih Ellie dalam usia mudanya. Segala yang dimiliki Ellie di dalam kehidupannya nyaris lengkap dan sempurna. Namun, ruangan Ellie yang berseberangan dengan atasannya membuat semuanya hancur berant...