Aku menopang kepala dengan kepalan tangan di dahi, dengan tangan yang lain memegang gelas kopi, memandang komputerku yang tidak mau menyala, bergetar, dan mengeluarkan hawa panas dari belakang mesinnya. Aku dapat melihat bayangan wajahku yang memantul dari monitor.
Kantong mataku besar dan hitam seperti panda. Aku rela melakukan apa saja untuk menghilangkan Andre dari pikiranku setiap kali aku membaringkan kepalaku di bantal. Terapi Sera tidak berhasil, menghitung domba tidak berhasil – percayalah, aku telah melakukan segala cara. Meski aku dapat melayangkan jiwaku ke dunia kapuk, hanya tersisa beberapa menit sebelum alarm-ku berbunyi.
Aku meniup lalu menyeruput kopiku.
Namun, anehnya aku tidak merasakan sedih. Faktanya, aku tidak bisa merasakan apa-apa. Bahkan, kopi hitamku tidak terasa pahit di lidah. Sarapan telurku tidak terasa sedap tadi pagi.
Aku merasa hampa.
Aku tersentak saat monitorku mulai berkedip dan menunjukkan wallpaper langit biru dan awan-awan. Sepertinya aku harus mengganti komputer ini dengan yang baru.
Sebuah bayangan melesat dari depan kantorku. Senyumanku mengembang ketika melihat Jaiden menghampiri kantor. Ia terlihat tergesa-gesa dan raut wajahnya dingin. Kemudian dia berbelok, membuka pintuku.
Setengah badannya muncul dari pintu. "Ellie, ke kantorku. Sekarang." ucapnya cepat lalu ia berbalik ke kantornya.
Aku bangkit, merapikan kemejaku, lalu berderap ke kantornya. Joline menatapku bingung dari kejauhan. Ia bertanya ada apa tanpa suara. Aku bergidik ke arahnya sambil berjalan ke sebelah.
Aku dapat melihat Lauren sedang berdiri dan bersedekap di sebelah meja Jaiden dari kejauhan. Ia melirikku kemudian tersenyum miring. Matanya menunjukkan kepuasan.
Jantungku mulai berpacu lebih cepat lalu aku membuka pintu.
Jaiden berdeham. "Silakan duduk, Ellie."
"Pagi, Bu Direktur." Lauren memiringkan kepalanya dan tersenyum padaku.
Secara otomatis, mataku menyipit. Semiran pirangnya makin mencolok dan aku dapat melihat sulaman alisnya yang makin sempurna. Sulaman alis itu terlihat seperti asli. Sial.
"Pagi, Lauren. Ngapain kamu ke sini? Bukannya kemarin aku suruh kamu menghitung kerugian bulan ini dan mengirimkannya padaku segera?" Aku menyandarkan punggungku.
"Well, Bu Direktur, ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan." ucapnya.
"Kami?" Aku menatap Jaiden.
Jaiden terlihat lelah."Lauren, biar aku saja yang mengatakannya." Ucapannya pelan dan datar.
"Mengatakan apa?" Bibirku berluncur dengan cepat.
Lauren melirikku. "Kamu akan turun dari jabatan Direktur."
Aku tersontak berdiri. "Apa?! Kenapa?!" Rasa pahit kopiku sebelumnya baru muncul di mulutku. Aku menatap Jaiden, berharap dia dapat membelaku.
"El..." Jaiden menatapku halus. "Lebih baik kamu duduk."
Aku melirik Lauren yang sedang tersenyum lebar lalu memutarkan bola mataku sambil menjatuhkan diriku ke kursi. "Jaiden, katakan saja. Apa yang sedang terjadi?"
"Jadi begini," Jaiden memajukan kursinya, melipat tangan di atas meja, lalu berdeham. "Kemungkinan besar kamu akan turun dari posisi Direktur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Skyscraper Desire
RomanceMeraih kesuksesan dalam karir tidaklah sulit untuk diraih Ellie dalam usia mudanya. Segala yang dimiliki Ellie di dalam kehidupannya nyaris lengkap dan sempurna. Namun, ruangan Ellie yang berseberangan dengan atasannya membuat semuanya hancur berant...