Midnight Therapy

4.9K 296 4
                                    

Malam itu aku berbaring, menatap langit-langit. Suara jangkrik yang menggosok daun dan jam yang berdetak melayang di udara. Aku terus memejamkan mata, berkehendak untuk tidur, berjalan-jalan di dunia mimpi namun batinku tidak mau bekerja sama. Pikiranku terus bekerja dan mataku terbuka lebar.

Berkali-kali aku ingin meneleponnya atau mungkin mendatangi rumahnya. Namun aku tidak tau harus berkata apa. Aku takut sebuah permintaan maaf tidak akan memperbaikinya.

Akhirnya aku beranjak ke dapur, mengambil sekarton susu dari kulkas, mengambil panci, menuangnya, kemudian menyalakan kompor dan memanaskan susu.

Oke, mungkin memang aku yang salah. Seharusnya seorang kekasih mengingat hari anniversary-nya. Bukan berarti aku menganggap hari anniversary itu penting, hanya saja itu adalah kewajiban seorang kekasih. Andre menganggap hari anniversary itu penting dan seharusnya aku menghargai kemauannya.

Aku menuang susu panas ke gelas. Kemudian aku menjatuhkan diriku ke kursi yang terselip di antara meja makan di tengah-tengah dapur lalu meniup susu yang panas. Uap hangatnya membuat ujung hidungku sedikit basah.

Jangkrik masih berbunyi keras di luar. Aku menoleh ke arah jam yang menunjukkan pukul 3 dini hari. Susu itu mengalir pelan di tenggorokkanku, menghangatku dari udara malam.

Aku harus meneleponnya di pagi hari. Mungkin aku akan datangi saja rumahnya. Aku akan memperbaiki ini. Aku menengok ketika mendengar langkah kaki dari kamar Sera kemudian dia muncul di ambang pintu.

Rambutnya dicepol ke atas dan matanya menyipit, menatapku selama beberapa detik sebelum dia berbicara.

"Ngapain bangun jam segini?" tanyanya dengan suara pelan dan parau sehingga aku harus mencondongkan badan untuk mendengar perkataannya.

"Kamu sendiri ngapain bangun?" ucapku sambil memegang gelas susu, menghangatkan telapak tanganku.

Sera merangkul dirinya sendiri untuk melindunginya dari udara dingin. Kemudian dia duduk di sebelahku. "Aku denger ada suara-suara dari dapur. Dan aku cium bau itu." ucapnya, menunjuk gelas susuku.

Aku menyodorkan gelas itu padanya lalu ia menyeruputnya.

"Aku nggak bisa tidur." ujarku pada Sera yang sedang menghabiskan sisa susuku.

"Tumben kamu nggak bisa tidur. Biasanya ngorok terus sampai harus aku yang bangunin paginya. Ada apa? Kamu sakit?" Ia menjauhkan gelas yang sudah kosong itu dari hadapannya.

Aku menghembuskan napas. "Seharusnya aku nelpon Andre. Dia nggak ngabarin aku hari ini. Mungkin dia masih marah sama aku."

Sera mendengus lalu bangkit untuk mencuci gelas. "Jangan marah ya, El. Tapi, aku merasa Andre itu sedikit alay. Untuk ukuran cowok, dia alay."

Aku memutar bola mataku sambil mendengus.

Sera mengambil setoples kue kering lalu kembali duduk di sebelahku. "Kalo gitu, samperin ke rumahnya besok pagi, bilang kamu sayang sama dia, dan dapatkan dia kembali." ucapnya sambil mengunyah kue.

"Tapi aku nggak merasa bersalah. Seharusnya dia yang minta maaf ke aku. Seharusnya dia yang samperin aku." Aku merogoh kue dari toples.

"Ya udah, tunggu aja sampai dia yang nyamperin kamu."

Aku menyipitkan mata padanya. Ia menaikkan alisnya sambil mengigit kue. "Kamu kan couples therapist, Ser. Bukannya harusnya kamu dukung aku dan beri aku saran ya?"

"Aku nggak pernah beri saran. Aku cuman dengerin sambil angguk-angguk aja. Nanti juga mereka sendiri yang selesaiin masalahnya. Dan aku bisa digaji ratusan ribu per sesi." Sera mengangkat bahunya kemudian tersenyum lebar. "Kenapa kamu nggak ikut jurusan psikologi bareng aku 7 tahun yang lalu?"

"Aku telah menanyakan itu kepada diriku sendiri dari waktu yang lama." Aku memasukkan potongan kue terakhir ke mulutku.

Sera terkekeh. "Ayolah, El. Kamu sayang sama dia?"

"Sayang."

"Masih mau sama dia?"

"Masih."

"Kalo gitu, kejar dia. Samperin rumahnya besok. Kalo emang dia masih nggak mau sama kamu, putusin aja. Kamu pantas dapet cowok yang lebih baik daripada dia."

"Baiklah." ucapku setelah jeda.

Skyscraper DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang