Walking Down The Aisle

4.2K 220 0
                                    

Rambut tebal Andre berantakan, mencuat kemana-mana saat ia menyibaknya. Sinar matahari membuatnya sedikit menyipitkan mata. Bahunya terlihat lebih lebar, lekukan tubuhnya menembus dari kaos putih tipisnya.

Kami sedang duduk di sebuah meja kayu dengan payung teduh melindungi kami dari teriknya sinar matahari di atas kami. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Andre sedang melihat menu saat ia menangkapku memerhatikannya.

Kemudian dia tersenyum, masih menunduk sambil melihat menu. "Ellie?"

Lesung pipitnya yang menyeruak membuat senyumku melebar. "Ya?"

Dia menatapku, alisnya menaik, tatapan matanya berkilat. "Udah tau mau mesen apa?" tanyanya.

"Belum."

"Makanya jangan perhatiin aku terus."

Kami tertawa kecil lalu membaca menu kembali. Pasta atau Burger? Aku ingin mencoba restoran yang baru buka di dekat sini. Tapi ini restoran kesukaan Andre. Sepertinya dia senang jika kami makan di sini maka aku membiarkannya saja. Meski aku ingin mencoba nasi rempah dan bebek goreng baru di sana.

Aku melambai pada pelayan yang sigap menghampiri kami. "Ayam krispi dan kentang gorengnya 1. Minumnya coca cola aja. Pake es ya." Si pelayan mencatat di notes kecilnya lalu aku menatap Andre.

"Aku mau Caesar Salad sama lemon tea."

Perkataannya membuatku meringis lalu aku menunggu si pelayan pergi. Sejak kapan Andre suka salad? Selama aku mengenalnya, dia tidak pernah makan sayur (aku heran mengapa dia memiliki tubuh yang begitu bugar padahal pola hidupnya tidak sehat). Makanan kesukaannya selalu yang mengandung daging dipadukan minuman bir atau sesuatu yang bersoda.

Lemon tea?? Yang benar saja.

Andre menyadari wajahku yang mengerut dan pandanganku yang terpaku padanya. "Kenapa?" tanyanya bingung.

Alisku tambah berkerut. Aku menarik napas panjang sambil mendengus. "Caesar salad?? Sejak kapan kamu makan salad?" pekikku.

"Aku mau ubah gaya hidupku. Aku baru sadar selama ini hidupku nggak sehat. Emang salah?" ujarnya.

"Siapa yang menyarankan ini? Sera? Internet?" tanyaku.

"Bukan siapa-siapa. Hanya diriku sendiri."

Aku menyandarkan punggung dan menatapnya tajam. Aku telah mengenalnya selama 1 tahun, kupikir itu cukup lama. Andre adalah orang paling keras kepala dan teguh pendirian yang pernah kutemui. Ia tidak mau mendengarkan kata orang lain. Kadang itu adalah hal yang baik, kadang itu buruk.

"Dre, serius?" ujarku.

Andre menghembuskan napas lalu mencondongkan badannya. "Oke, dari teman baruku." ucapnya setelah jeda.

"Teman baru?"

"Well, kamu tau kan band-ku butuh vokalis baru karena Nathan mau kuliah di luar negeri?" Andre melanjutkan saat aku mengangguk. "Nah, kita udah dapet vokalisnya. Namanya Kayla. Dia yang nyadarin aku kalo selama ini pola hidupku nggak sehat. Jadi, aku harus makan yang lebih sehat lagi."

Suatu ketika, aku tidak bisa mengubah pikiran Andre tentang memakai celana pendek dan sandal jepit saat akan pertama kalinya bertemu dengan orang tuaku. Dan sekarang, pikirannya tentang salad dapat diubah oleh seseorang yang baru dia kenal?

"Dari kapan Kayla jadi vokalis?" tanyaku sambil mengatur napas dan kelopak mataku yang membesar.

"Hmm, kira- kira 3 bulan." Tatapannya terarah ke langit.

Skyscraper DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang