House Visit

2.6K 179 2
                                    

Aku menjulurkan kakiku yang terbungkus piyama di atas meja sambil menekan remote TV. Teh hangat dan setoples kue kering telah kusediakan. Rumah terasa sepi dan damai tanpa kehadiran Sera yang sedang dibawa Richard pergi untuk kencan. Siapa yang mengira sedikit keheningan, acara talkshow malam dan teh hangat dapat membuatku merasa begitu bahagia?

Mulai besok aku akan dipanggil Bu Direktur. Seberapa kerennya itu?! Menjadi Direktur pada umur muda. Akhirnya, hidupku ada di jalur yang benar. Aku punya pekerjaan dengan gaji besar, cicilan mobil tersisa 1 tahun lagi, dalam sebulan aku dapat menyicil rumahku sendiri, dan pacar yang kucintai.

Napasku berhenti saat memikirkan isi benakku yang terakhir.

Andre.

Apa yang akan kulakukan dengannya?

Mungkin menghabiskan waktu dengannya sekarang dapat memberikanku jawaban. Aku mengambil ponselku di laci lalu menekan kontak Andre. Aku dapat mendengar nada dering yang menyambung selama beberapa saat kemudian sambungan itu teralih ke operator.

"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi."

Aku menghembuskan napas sambil menjatuhkan diriku ke sofa. Kemudian aku mendengar suara ketukan pintu saat aku hendak mengisi ulang cangkirku dengan teh. Aku meletakkan teko di atas kompor lalu membuka pintu. Jantungku berhenti seketika.

Sweater abu-abunya menutupi kemeja putih tipis yang dimasukkan ke celana jins pudar dan sabuk coklat melingkar di pinggangnya. Jaiden menyusuri pandangannya padaku dari atas ke bawah dengan senyumannya. "Piyama yang lucu."

"Jaiden? Ngapain kamu ke sini?"

"Kenapa? Aku nggak boleh berkunjung ke rumah Bu Direktur?" tanyanya sambil mempersilakan dirinya masuk ke dalam rumah.

Aku berdiri di ambang pintu dengan mulut terbuka.

"Kapan terakhir kali aku berkunjung ke sini?" Ia membuat dirinya nyaman di sofa.

"Sejak...," Aku menuangkan teh dari teko ke cangkir lalu menyuguhkannya. "Ulang tahunku tahun lalu." lanjutku.

"Oh, benar." ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. "Rumahmu tetap sama."

"Emangnya apa yang harus kuubah?" tanyaku, duduk di sebelahnya.

"Warna dindingmu terlalu tua untuk lampu yang remang. Seharusnya kamu memberi warna krem muda." Ia melipat tangannya di perut dan menyandarkan punggungnya.

Aku meniup tehku dengan alis berkerut. "Aku akan mengecat dindingku sesuai dengan keinginanku."

Jaiden terkekeh. "Baiklah, terserah kamu saja."

"Kamu ngapain ke sini? Ada perlu apa?" tanyaku.

"Kamu mau aku pergi?" Ia mencondongkan badannya.

"Aku pikir kita bisa merayakan keberhasilanmu." Jaiden melanjutkan setelah aku menatapnya sinis. "Ngomong-ngomong, kamu cuman sendirian di rumah?" tanyanya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.

"Sera lagi pergi sama pacarnya."

"Sera punya pacar?"

"Iya, sama temennya Andre. Ceritanya panjang." Aku menepiskan perkataanku lalu meletakkan cangkirku di meja. "Aku nggak bisa pergi merayakan. Hari ini adalah hari bersantai sendirian di rumah. Dan kamu telah mengacaukannya."

Skyscraper DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang