"Kamu memang benar-benar bodoh." ujar Sera sambil mendengus.
"Kenapa?? Aku melakukan hal yang benar." ucapku.
Aku menyusuri pandanganku ke etalase tinggi yang digantungi dengan baju-baju bayi mungil dengan gambar yang beraneka ragam dan menemukan kemeja piyama mungil dengan motif gajah dan jerapah sedang menari . "Kemeja ini lucu sekali!"
Sera melongok. "Lihat dulu harganya."
Dengan polosnya aku melihat label harga di balik kemeja itu, seketika mulutku mengerucut dan aku menghembuskan napas. "Siapa yang tega mencetak harga setinggi itu untuk benda semungil ini?" ucapku sambil menggantung kemeja itu kembali.
"Dunia memang kejam, El." ucapnya. "Kenapa kamu tidak berkata sejujurnya padanya?"
"Aku sudah mengatakan yang jujur."
Sera menaikkan alisnya. Tatapannya menghakimi. "Kenapa kamu tidak menyampaikan perasaanmu yang sebenarnya padanya?" desak Sera.
"Aku belum siap untuk menyampaikannya."
"Jadi itu benar? Kamu memang punya perasaan kepada Jaiden selama ini?"
Aku menatap Sera sambil menggigit bibirku. Untuk sekali dalam hidupku, pikiranku berada di jalan yang benar dan aku tau cepat atau lambat, aku harus mengakui perasaanku yang sebenarnya terhadap Jaiden. Aku menyukainya juga. Aku ingin bersamanya juga.
Tetapi waktu tidak memungkinkan. Waktu ini tidak tepat.
Sebagian diriku masih hilang bersama Andre. Dan aku memerlukan waktu untuk nenemukannya. Menemukan sebagian dari diriku agar aku bisa utuh lagi.
"Itu benar." ucapku akhirnya.
Sera menatapku sambil menganga. Ia memejamkan mata dan mengayunkan kepalanya ke segala arah. "Apa kamu bilang?" tanyanya tidak percaya.
Aku mengangguk lalu menjinjit ketika ujung mataku menemukan sebuah topi rajut super kecil berwarna ungu muda dengan pompom di atasnya untuk mengambilnya. "Aku harus membeli topi ini." ucapku.
"Bagaimana bisa kamu bersikap santai tentang ini?! Itu pengakuan yang besar!" serunya sambil memegang bahuku, memaksakku untuk menatapnya dan meletakkan topi itu.
"Harganya sama dengan kemeja sebelumnya. Mendingan beli kemeja daripada topi nggak bakal dipakai." ujarnya, menyusuri pandangannya ke topi itu. Ia menghembuskan napas lalu melanjutkan. "Sampai kapan kamu akan menyembunyikan perasaanmu dari Jaiden?"
"Sampai aku siap." ujarku.
Kami bergeser ke lorong peralatan tidur bayi lalu menemukan Sydney dan ibuku tengah berkerumun di sebelah boks bayi dengan kelambu dan boneka-boneka bergelantungan di atasnya. Mereka belum menyadari kehadiran kami saat kami menghampirinya.
Sepertinya mereka sedang meributkan potongan harga yang ditawarkan toko ini untuk boks bayinya namun ibuku bersikeras untuk membelinya di toko online karena ia pernah mendengar dari temannya bahwa boks bayi itu akan awet untuk bertahun-tahun dengan potongan harga yang lebih menguntungkan.
"Tapi kita nggak bisa tau kualitas boksnya kalo beli online, bu." ucap Sydney kelelahan berdebat. Ia mengusap wajahnya.
"Teman-teman ibu selalu membelikan boks bayi untuk cucunya di toko online. Kenapa kamu tidak pernah memercayai ibu?"
Sydney memutarkan bola matanya.
Aku berdeham, membuat mereka menoleh padaku dengan alis berkerut. Aku mematung sambil menelan ludah. "Aku akan membiarkan kalian memilih boks sendiri." ujarku sambil melangkah mundur sebelum aku terkena bara api omelan yang hendak keluar dari mulut mereka seperti naga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skyscraper Desire
RomanceMeraih kesuksesan dalam karir tidaklah sulit untuk diraih Ellie dalam usia mudanya. Segala yang dimiliki Ellie di dalam kehidupannya nyaris lengkap dan sempurna. Namun, ruangan Ellie yang berseberangan dengan atasannya membuat semuanya hancur berant...