Drama

6.5K 1K 43
                                    

Pada dasarnya, Wonwoo bukan orang yang terlalu memikirkan siapa jodohnya. Mungkin dibeberapa kesempatan dia merasa cemas akan mate-nya sendiri. Namun, masa lalu mengajarinya untuk lebih berhati-hati untuk percaya takdir.

Kala itu, sang beta baru saja menyelesaikan kelas siangnya. Berencana menuju ruang teater karena sebentar lagi akan ada acara seni tahunan di kampus. Di awal ajaran baru, dia mendaftar salah satu klub di kampus, klub drama dan teater. Awalnya hanya iseng, namun sejak 2 bulan berjalan dia lumayan menikmati waktunya belajar acting dan berteman.

"Hai Jeon sudah datang?" Seseorang menyapanya begitu Wonwoo membuka pintu samping teater. Kim Hyunbin, pemuda berbadan model itu menggiring Wonwoo menuju teman-teman mereka yang lain.

"Hari ini kita akan menyelesaikan properti drama yang akan kita gunakan untuk acara nanti. Aku sudah mengumpulkan beberapa anak yang memiliki tangan dewa dibidang seni untuk membantu kita," jelas sang ketua. Kemudian tak lama anak-anak yang akan membantu mereka datang. Sedikitnya ada 7 orang yang bersedia membantu dan salah satunya-

"Oh sial." Wonwoo mengumpat manakala manik kehitamannya menangkap tubuh menjulang Kim Mingyu berjalan menenteng beberapa kertas berbagai ukuran di lengannya. Seketika Wonwoo berbalik, gusar.

Tentu saja dia ingat akan janjinya sendiri. Tidak ingin berurusan lagi dengan Kim Mingyu. Namun Tuhan berkata lain, setelah cukup lama mereka tidak bertatap muka akhirnya mereka kembali bertemu.

Sang ketua kemudian membagi kelompok menjadi beberapa grup kecil. Membagi tugas sebelum mulai bekerja.

Wonwoo sudah hendak bersyukur ketika Mingyu sepertinya tidak menyadari keberadaannya. Nahas baginya, seseorang disamping Wonwoo berbalik dan menemukan Kim Mingyu disana.

"Bisakah kita bertukar? Kurasa skill mewarnaimu lebih cocok untuk menangani latar panggung." Orang itu mengangguk, setuju akan ucapan Mingyu, lalu pergi begitu saja dari grup beranggotakan Wonwoo di dalamnya. 

"Aku terkejut kau ada di klub teater." Wonwoo berpura-pura tak mendengar, memilih membantu membentangkan kertas berukuran lebar dan menimpanya dengan sesuatu yang berat agar tak kembali tergulung.

Mingyu terkekeh melihat Wonwoo yang bertingkah tak acuh. Alpha keluarga Kim itu memutuskan untuk berhenti menganggu Wonwoo setelahnya, membiarkan beta yang sempat berperilaku manis itu untuk menikmati waktunya bersama temannya yang lain.

Mereka bekerja hingga matahari terbenam. Sekitar jam 7 malam mereka memutuskan untuk menghentikan semua pekerjaan. Beberapa anggota keluar teater setelah membersihkan dan merapikan alat-alat yang mereka gunakan, begitupun Wonwoo yang berjalan keluar bersama Hyunbin.

"Bye Jeon," Wonwoo melambai rendah ketika dia dan Hyunbin berpisah di lorong yang berbeda. Wonwoo tak serta merta kembali berjalan, dia memilih untuk berbalik arah dan menjumpai Mingyu di depan matanya.

"Berhenti mengikutiku."

"Aku tidak." Mingyu menyanggah ucapan Wonwoo. Tubuhnya mendekat pada sang beta, berdiri tepat satu jengkal di depan Wonwoo. "Seingatku asramaku ada di sebelah sana Tuan Jeon." Kemudian munculah seringai dari bibir pemuda Kim itu. Seringai menyebalkan.

"Baiklah kau bisa berjalan lebih dulu, Kim Mingyu."

"Kebetulan kita bertemu Jeon Wonwoo bukannya lebih bagus jika aku menanyakan benda yang kutitipkan padamu?" Wonwoo mendadak bingung.

Benda apa?

Mingyu menghela nafas, dia yakin Wonwoo tak mengingatnya dan sudah pasti sekarang tak ia bawa.

"Aku tidak akan memaafkanmu jika benda itu hilang Jeon." Pemuda Jeon itu masih kebingungan ketika lengannya ditarik oleh Mingyu menuju kamar asrama.

"Tunggu Kim Mingyu. Aku tak paham apa yang kau bicarakan."

"Aku tidak percaya kau lupa amanah yang aku berikan beberapa waktu lalu. Pantas saja ibu terus menanyakan mengapa benda itu tak bergerak sama sekali. Kau tahu, wanita itu terus meneleponku gara-gara ini."

Wonwoo berhenti berjalan, bahkan cekalan tangan Mingyu ia paksa untuk lepas meskipun -demi Tuhan itu sakit sekali. "Apa maksudmu kim? Benda apa itu, mengapa kau tidak memberitahuku apapun."

Hening sebentar.

Mingyu lagi-lagi menghela nafas. "Bagaimana aku bisa memberitahumu, kau bahkan pergi begitu saja hari itu. Dan lihat sekarang kau bahkan lupa dimana benda itu berada, tapi kau tak perlu khawatir Tuan Jeon aku tahu persis dimana benda itu berada jadi kita tak perlu repot-repot mencarinya sampai pagi," jelas Mingyu tanpa jeda.

Sesungguhnya ini juga salah Mingyu. Hari itu dia memberikannya tanpa penjelasan karena tahu Wonwoo tidak akan setuju terhadap apa yang dia akan lakukan. Namun ternyata rencana itu tak berjalan semulus yang ia mau. Memaksa Wonwoo ternyata bukan cara yang benar dilakukan.

"Berhenti memaksaku Kim Mingyu. Sejak mengenalmu, hidupku menjadi rumit. Kau tahu, tak bisakah kau tak mengangguku lagi?"

"Baiklah, setelah aku mengambil benda itu dari kamarmu. Aku akan pastikan aku tak akan menganggumu lagi. Meskipun kita akan sering bertemu dalam mengurus teater nanti, aku tidak akan mendekatimu ataupun mengajakmu bicara." Mata Wonwoo yang berlapis kacamata itu memandang tepat pada sang alpha yang terlihat bersungguh-sungguh.

Pada akhirnya mereka berdua berjalan menuju kamar asrama Wonwoo. Jihoon tengah pergi entah kemana, tidak heran bila kamar itu gelap.

Setelah menyalakan saklar lampu, Mingyu seketika berjalan menuju ranjang yang Wonwoo tempati. Mengambil batu berbentuk kristal kecil berwarna biru yang tergeletak dibawah ranjang.

"Aku pergi." Langkah Mingyu kembali bergerak keluar kamar, berhenti setelah Wonwoo menariknya untuk bertanya sesuatu.

"Jangan salah paham, tapi bisa kau jelaskan benda apa itu?"

"Kau tidak akan senang jika aku mengatakannya Wonwoo."

Wonwoo berkedip, cengramannya pada lengan Mingyu masih belum terlepas. Terlalu penasaran.

"Baiklah, jangan tendang aku jika kau kesal setelah aku mengatakannya."

Wonwoo tidak mengiyakan. Namun tentu saja dia masih menahan lengan itu untuk pergi.

"Pemancing mate."

Wonwoo kembali berkedip, kali ini dia tengah berusaha mengingat sesuatu.

Pemancing mate? Dia sepertinya tak asing dengan kata itu.

"Aku berusaha memaksamu menjadi mate-ku Jeon Wonwoo."

"A-apa katamu?"

Dan setelah itu Wonwoo -seperti apa yang Mingyu perkirakan beta itu menendang Alpha didepannya dengan jurus hapkidonya.

Sialan pintu kayu di depannya benar-benar cukup untuk membuat kepalanya memar.

.
.
.

tbc or end?

Lanjut engga nih? Keknya banyak yg ga minat sama work ini saya jadi sedih

Sense | MEANIE ABO AU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang