Renungan

6.5K 964 125
                                    

Usai diskusi kecil yang lebih di dominasi oleh Mingyu dan neneknya, semua orang digiring untuk makan malam. Tidak ada keputusan final yang akan berjalan untuk menyelesaikannya, semua pihak terlihat tidak memiliki pilihan yang baik selain mempertemukan si penuduh dan Mingyu.

Jadi, mereka pun menyudahi pertemuan dengan tangan kosong. Acara makan malam terlampau dingin malam itu. Hingga suara mual Seungkwan meriuhkan kembali meja makan itu sebarang kemudian.

Sang omega berjalan sedikit terburu ke toilet. Diikuti Wonwoo yang membantunya dari belakang. Usut punya usut, sang beta hanya ingin sedikit terlepas dari suasana canggung yang memenuhi ruangan, terlalu tegang. Ia bahkan tidak yakin bisa duduk lebih lama lagi tanpa berpikir untuk menghilang secara gaib dari sana.

Kembali kepada Seungkwan yang baru saja merasa mual untuk kesekian kali. Muntahan terakhir sang omega hanya berisi liur menjijikan yang membuatnya naik darah dan ia sedikit sebal sebab rasa mual ini datang ketika bibinya menyodorkan perut babi panggang kesukaan si omega.

Ya Tuhan, rasanya Seungkwan ingin menangis meratapi nasib, diapun merengek -mengadu pada Wonwoo yang berdiri di samping sang omega dengan raut khawatir.

"Aku ingin makan babi panggang, kenapa anak Hansol ini sangat membenci makanan itu."

Rengekan Seungkwan adalah hiburan terbaik hari ini, bahkan Wonwoo tergelak dengan selera humornya yang memang sedikit rendah. Ia kemudian terdiam saat dirasanya Seungkwan yang menatap sang beta terharu.

"K-kenapa Seungkwan-ssi?" Dengan ragu Wonwoo bertanya. Seungkwan segera mengusap sudut matanya yang entah mengapa berair tiba-tiba. Lalu mengucap kata syukur yang membuat Wonwoo ikut terharu.

"Hyung, mungkin kita baru bertemu, tapi sungguh... aku tahu jika hyung adalah orang terhebat yang pernah kutemui. Jangan pernah menyerah, teruslah tertawa bahagia seperti ini. Aku... aku -hiks."

Tangisan Seungkwan tentu membuat Wonwoo panik. Segera saja sang beta mendekat untuk menenangkan Seungkwan. Mengusap punggungnya perlahan-lahan.

"Mingyu adalah orang yang berarti bagiku. Tentu aku tidak ingin menyerah begitu saja. Terlebih menyerahkannya untuk orang asing. Aku betanya dan dia milikku. Tidak mungkin tanda di tanganku ini diberikan tanpa alasan bukan?" jelas Wonwoo yang mana berhasil menghentikan tangis Seungkwan seketika. Omega itu tersenyum dan tanpa izin memeluk Wonwoo layaknya kakak sendiri.

"Hyung, aku akan selalu mendukungmu."

"Terima kasih, Kwan-ie."

Dan begitulah cara mereka menjadi dekat.

.

Kamar Mingyu terlihat sangat kontras dengan kamar yang biasa Wonwoo lihat di asrama. Terlalu berbeda, hingga rasanya sedikit aneh ketika memasuki kamar alphanya itu. Banyak hal baru yang ia bisa temukan disana, yang mana salah satu diantaranya adalah hal yang Wonwoo gemari.

Sejak kapan Mingyu menyukai buku? pikirnya.

Sebab, sebuah rak buku besar benar-benar mencuri atensi sang beta sejak dia masuk ke kamar lelakinya itu. Bahkan ia ingat betul sang alpha tidak terlihat memiliki satu eksemplar pun di asrama.

Tanpa meminta izin, diapun mengambil salah satu buku koleksi Mingyu yang cukup menarik perhatian. Hingga tak sadar jika alphanya datang hanya dengan selembar handuk yang melingkari pinggang.

"Sibuk sekali."

Bruk!

Buku setebal kamus bahasa itu seketika terjatuh membentur lantai. Wonwoo tergagap, nafasnya terputus-putus akibat rasa terkejut.

Sense | MEANIE ABO AU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang