dua puluh tiga

715 103 12
                                    

Langit sudah berubah menjadi terang ketika Taemin membuka mata. Ia melihat awan-awan di luar sana yang tampak sangat dekat namun sangat sulit untuk ia gapai. Rasanya sama seperti saat ia melihat Naeun. Gadis itu sangat dekat tetapi ia terlalu takut untuk menggapainya. Seperti awan akan menghilang jika ia berhasil menggapainya.

Baru saja pikiran-pikiran usil yang menyebalkan kembali memasuki pikiran Taemin ketika pintu ruang inapnya kembali terbuka. Melihat Naeun berdiri disana membuat Taemin senang dan sedih diwaktu yang bersamaan. Namun pada akhirnya lelaki itu tersenyum menyambut kedatangan kekasihnya.

"Apa yang kau bawa?" tanya Taemin melihat satu kantung plastik di genggaman tangan Naeun.

Naeun mengangkat plastik itu sedikit. "Sarapan. Aku rasa kau tidak akan suka makanan rumah sakit." jawab Naeun lalu mengeluarkan makanan yang ia bawa dan menaruhnya di atas meja.

"Kau memang sangat mengenal aku." jawab Taemin.

Naeun pun menyiapkan makanan di piring lalu membawakannya kepada Taemin. "Apa kau benar-benar tidak akan memberitahu orang tuamu?" tanya Naeun sambil memberikan sumpit.

Taemin menerima sumpit tersebut lalu langsung sibuk dengan sarapannya. "Mereka hanya akan panik. Lagipula tidak ada yang harus mereka khawatirkan." jawab lelaki itu sebelum mulai menyantap sarapannya.

Naeun memukul pelan dada Taemin dan membiarkan tangannya diam disana. "Ini kau sebut bukan apa-apa?" tanya gadis itu.

"Naeun-ah, kau akan membuatku tersedak." jawab Taemin lalu menurunkan tangan Naeun dari dadanya.

Naeun hanya bisa menghela nafas lalu memutuskan untuk duduk di sofa. "Aku hanya merasa orang tuamu harus tahu tentang ini." ucapnya.

Taemin menatap Naeun dengan sedih. Ia tidak tahu bahwa Naeun masih memikirkan hal itu. "Aku akan baik-baik saja. Jika kau ada bersamaku maka aku akan baik-baik saja." jawab Taemin lalu segera mengalihkan pandangan kembali ke sarapannya.

Sudut bibir Naeun tertarik membentuk senyuman setelah mendengar jawaban Taemin. Mungkin ia seharusnya tidak sepanik itu. Seharusnya ia tetap tenang dan mendukung Taemin agar segera pulih. Akhirnya ia pun tidak lagi membahas tentang apa yang tidak ingin Taemin bahas.

Suasana di ruangan itu kembali hening sampai akhirnya pintu kembali terbuka. Naeun melihat siapa yang baru saja datang sedangkan Taemin langsung menatap Naeun untuk melihat ekspresi gadis itu.

"Tenanglah. Aku hanya ingin melihat separah apa keadaan Lee Tae Min." ucap gadis yang baru saja datang itu.

"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja, Nuna." jawab Taemin dengan sinis.

Jiyeon sedikit tertawa mendengarnya. "Astaga, bahkan Naeun tidak bersikap sesinis itu padaku." jawab Jiyeon.

Naeun pun berdiri lalu menyapa dengan sopan. "Terima kasih sudah datang, Sunbaenim." ucap Naeun.

"Melihat sikap Taemin sepertinya kau tidak perlu terlalu khawatir, Naeun-ssi." jawab Jiyeon.

Naeun menatap Taemin dari sudut matanya dengan sinis. "Kau tidak seharusnya bersikap seperti itu." desis gadis itu.

Taemin hanya menatap Naeun dengan tidak peduli lalu kembali melanjutkan sarapannya.

"Aku datang kemari juga untuk menemuimu." lanjut Jiyeon tanpa mempedulikan Taemin.

Naeun menunjuk dirinya sendiri dengan heran. "Aku? Kenapa?"

"Teater musikal kalian kemarin sangat ramai dibicarakan. Kita tidak bisa membantah ketenaran Ong Seong Woo yang jadi pemeran utama dalam teater kalian." ucap Jiyeon sebagai pengantar perkataannya.

"Sebagian besar yang datang adalah media dan penggemar anak itu." gumam Taemin yang juga mendengarkan.

"Itu benar." jawab Jiyeon. "Dan kau beruntung Naeun-ssi, kau mendapat tawaran untuk agensi yang sama denganku." Akhir gadis itu.

Taemin tampak terkejut dan langsung menghentikan acara sarapannya. "Kau tidak sedang menipu kami 'kan?" tanya lelaki itu.

Jiyeon memutar bola matanya malas. "Kau pikir aku mau datang jauh-jauh hanya untuk menipu kalian?"

"Son Na Eun, bagaimana menurutmu?" Taemin menoleh ke arah Naeun yang ternyata hanya diam membisu.

Gadis itu tampak bingung dibandingkan terkejut. "Ah?" Ia melirik ke arah Taemin lalu tersenyum tipis. "Entahlah, jika memang benar aku mendapat tawaran itu.. aku tidak tahu." jawab gadis itu tampak sangat ragu.

Taemin hanya terdiam setelah mendengar jawaban Naeun. Mengerti atas situasi yang canggung itu, Jiyeon pun berpamitan untuk pulang.

"Bisa kita bicara sekarang?" tanya Taemin beberapa detik setelah Jiyeon meninggalkan ruangan.

Naeun yang sebelumnya hanya menunduk menatap lantai kini berpindah ke sisi Taemin.

"Apa karena aku?" tanya Taemin secara langsung.

Naeun mencoba untuk menunjukkan senyuman. "Tidak, tentu saja tidak." jawab gadis itu.

"Lalu kenapa?" tanya Taemin masih dengan nada serius tanpa terpengaruh senyuman dari Naeun.

"Hanya saja aku merasa ini terlalu cepat. Kurasa aku masih butuh waktu untuk memikirkannya." jawab Naeun mencoba meyakinkan.

"Kau pikir aku akan percaya?" Taemin meraih tangan Naeun untuk ia genggam. "Aku adalah orang yang paling tahu tentang impian terbesarmu sama seperti kau yang tahu impian terbesarku. Aku tidak akan membiarkanmu melepaskan kesempatan besar seperti ini." ucap Taemin dengan lembut.

"Ketika kau terbaring di rumah sakit seperti ini?" Mata Naeun menyalak ketika mengatakannya. "Apa kau tahu bagaimana perasaanku setiap aku datang kemari untuk melihatmu terbaring karenaku? Kau lebih penting untuk saat ini dibanding apapun." jawab gadis itu dengan jujur. Ia tidak bisa mengesampingkan Taemin setelah apa yang ia sebabkan untuk lelaki itu.

Taemin mengusap punggung tangan Naeun dengan jarinya. "Kalau begitu kau juga seharusnya paham bagaimana perasaanku melihatmu melewatkan kesempatan ini hanya karena diriku."

Naeun melepas genggaman tangan Taemin dengan perlahan. "Aku harus pergi. Kelasku akan dimulai tiga puluh menit lagi." ucap gadis itu lalu meraih tasnya dan pergi keluar dari ruangan.

Taemin tidak bisa apa-apa selain membiarkan Naeun pergi meninggalkannya. Ia tidak bisa bergerak karena tubuhnya, terlebih karena hatinya. Ia merasa tidak pantas untuk memaksakan sesuatu kepada gadis itu. Ia terlalu takut sikapnya malah membuat Naeun semakin menjauh.

Tanpa ada yang tahu, di sisi lain ruangan berdiri seorang lelaki yang sudah ada disana sejak awal permasalahan. Lelaki itu berdiri di depan pintu sejak Jiyeon masih berada di dalam ruangan namun tidak ada yang sadar akan kehadiran dirinya. Ia hanya berdiri diam, mendengarkan semua perbincangan rumit gadis yang sampai saat ini masih ia sukai.

Hatinya ikut tersayat tiap kali kata-kata menyakitkan keluar dari bibir gadis itu. Dadanya ikut sesak tiap kali mendengar ungkapan hati gadis itu. Seongwoo selalu merasa sakit setiap kali melihat gadis yang disukainya tersakiti dan itu membuatnya kembali berpikir, apa keputusannya untuk menyerah adalah sebuah kesalahan?

»«

a

/n:

selamat akhir pekan!
minggu-minggu ini aku uas nih, kalian gimana?
semoga cerita ini bisa jadi penghibur sejenak sebelum uas ya!
semoga hasil uasnya juga memuaskan biar bisa liburan dengan tenangg
terimakasih untuk seribu vote!
dukung terus cerita ini dengan terus meninggalkan jejak yaa
x.o.

After Broke Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang