II

9.5K 1K 40
                                    

"Alya nggak sabar banget nih, Bang, pengen ketemu Prilly." ucap Alya ketika mereka berjalan dari parkiran Bandara.

"Prilly? Udah bisa ngomong gitu sekarang? Dulu aja cadel, manggilnya Illy.." ejek Ali sambil mengacak rambut adiknya.

Alya mendelik sewot sambil merapikan anak-anak rambut yang mencuat berantakan di dahinya.

"ABANG!!" protes Alya. Gadis itu pun berlari kecil menuju orang tua nya yang berjalan di depan mereka menuju pintu kedatangan, meninggalkan Ali yang terbahak.

Ali memandang punggung Alya dengan perasaan campur aduk. Apa yang harus ia lakukan jika bertemu Prilly nanti? Apakah ia masih Illy yang dulu?

Lelaki yang mengenakan topi itu menggeleng pelan untuk mengusir pikirannya sendiri. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket kemudian berjalan se santai mungkin, menutupi kegugupannya, menyusul kedua orang tua dan adiknya.

***

"Prilly!" seru Alya yang langsung mengenali sahabat masa kecilnya itu. Prilly yang sedang mendorong troli berisi baran bawaan pun berlari ke arah Alya yang langsung menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat.

"Wah, sekarang lo cantik banget, Prill!!" puji Alya seusai mereka mengurai pelukan. Prilly tersipu malu.

"Ah, bisa aja kamu, Al. Kamu juga cantik kok.." balasnya sambil tersenyum.

Ella, Mama Prilly juga langsung memeluk Veni dan ber-cipika cipiki. Papa Ali menjabat tangan Prilly dan Mama nya bergantian. Sedangkan Ali hanya berdiri kikuk di belakang orang tua nya. Matanya tak lepas dari gadis berambut panjang yang saat ini menatapnya sambil tersenyum tipis.

"Abang apa kabar?" sapa gadis itu lembut membuat Ali terperangah.

"Eh—Abang baik, Prill. Kamu gimana?" balas Ali salah tingkah sambil mengulurkan tangannya untuk membalas jabat tangan Prilly.

"Prilly baik-baik aja kok, Bang.."

Ali masih bertahan beberapa detik memandangi sepasang mata hazel yang ternyata masih seindah dulu sebelum kemudian Veni menginterupsinya.

"Udah yuk, kangen-kangen an nya pindah di rumah.. Kasihan Prilly sama Mama nya capek."

"Prilly sama Tante Ella tinggal dimana, Ma?" tanya Alya yang tak melepaskan genggaman tangannya di tangan Prilly seakan tak ingin terpisah lagi.

Dalam hatinya, Ali berterimakasih karena Alya telah menanyakan hal yang sangat ingin dia tanyakan.

"Rumah nya Prilly yang lama dong sayang. Sebelah rumah kita. Kan Tante Ella nge-beli rumah itu lagi.." terang Veni yang membuat mata Alya berbinar dan Ali diam-diam tersenyum lega.

"Hah? Beneran, Tante?!" Alya menatap Ella penuh harap. Wanita itu kemudian mengangguk sebagai balasan.

"Iya sayang, bener.." Ella mengusap lembut pipi Alya.

"YEAYYYY! AYO PULAAANG!" seru Alya yang memang selalu mampu menularkan aura penuh semangat membuat yang lain tertawa.

***

"Jadi lo kemana aja, Prill bertahun-tahun ninggalin gue?" tanya Alya setelah mereka selesai makan malam bersama di rumah Alya. Barang-barang bawaan Prilly telah diletakkan dirumahnya oleh Dirga dan Ali.

Prilly tersenyum mendengar pertanyaan Alya, lagi-lagi Ali yang duduk bersebarangan dengan gadis itu di meja makan dibuatnya terpana karena senyumannya.

"Bukan aku mau ninggalin kamu, Al. Tapi waktu itu emang darurat banget. Mendadak Nenek aku sakit, terus aku sama Mama aku ke Palangkaraya. Seminggu setelah itu, Nenek aku meninggal, ninggalin sepupu aku yang yatim piatu. Yaudah akhirnya aku sama Mama memutuskan untuk tinggal di Palangkaraya untuk nemenin sepupu aku yang kala itu umurnya masih lima tahun. Kasian Al, kedua orang tua nya meninggal karena kecelakaan."

UnrighteousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang