IV

8.2K 933 56
                                    

"Loh Prill? Belum pulang?"

Prilly yang sedang duduk di bangku dekat lapangan SMA 06 sambil memeluk helm, mengangkat kepalanya.

"Abang? Ehh-- belum, Bang. Tadi Prilly mau pulang naik bus kota tapi nggak tau mau naik jalur berapa.." ucap Prilly polos.

"Kok nggak sama Alya aja?"

Tadi pagi, begitu sampai di parkiran sekolah, Prilly bilang pada Ali bahwa ia akan pulang naik bus kota. Tapi Ali memaksa Prilly untuk kembali pulang dengannya, atau minimal dengan Alya. Akhirnya Prilly menyanggupi untuk pulang dengan Alya namun ternyata hari itu adalah hari dimana ekstrakurikuler bulu tangkis diadakan, sehingga Alya yang memang mengikuti ekstrakurikuler tersebut tidak bisa langsung pulang.

"Alya nya ada ekstrakurikuler, Bang.."

Ali tampak menghela nafas.

"Oiya, badminton! Maaf, Prill. Abang lupa kalo hari ini Alya ekskul.." sesal Ali.

"Nggak papa, Bang. Toh ini Prilly juga yang salah. Prilly nggak nanya dulu ke Alya."

Ali memandang sekeliling lingkungan sekolahnya yang sepi. Tempat parkir pun sudah nyaris kosong. Hanya tinggal kendaraan milik siswa-siswi yang mengikuti ekskul.

Seharusnya hari ini Ali juga ada ekskul basket. Tapi tadi coach Fino, pelatih Ali, mengirim pesan pada Ali yang merupakan captain team bahwa hari ini tidak diadakan latihan karena coach Fino sedang ada di luar kota.

"Yaudah, Prilly pulang sama Abang aja ya.."

Prilly menggeleng pelan.

"Enggak, Bang. Hari ini Prilly udah banyak ngerepotin Abang. Abang duluan aja, Prilly nunggu Alya.."

Ali menatap gadis yang duduk di hadapannya ini. Kemudian ia tertawa membuat Prilly bingung.

"Pulang sama Abang atau pulang sama Alya kan sama aja, Prill? Toh Abang serumah sama Alya." jelas Ali seakan bisa membaca pikiran Prilly.

"Ya tapi--"

"Ini mendung loh, Prill. Tuh liat.." Ali menunjuk langit yang memang terlihat gelap.

Prilly tampak masih ragu walau ia sendiri melihat bahwa langit sedang mendung.

"Udah, ah, ayo. Jangan lama-lama ntar kita malah kehujanan di jalan!"

Tak sabar, Ali memegang bahu Prilly, mengangkat tubuh gadis itu supaya bangkit berdiri kemudian menarik satu tangannya menuju parkiran.

Melihat Prilly yang masih tak yakin, Ali pun merebut helm gadis itu dan memakaikannya di kepala Prilly.

Tanpa mengucap apapun, Ali kembali melingkarkan jaketnya di pinggang Prilly.

"Ayo naik.." perintahnya yang kini sudah di atas motor.

Prilly mengangguk akhirnya.

"Makasih, Abang. Maaf, Prilly ngerepotin Abang terus." ucap Prilly yang naik ke motor Ali dan mendekatkan kepalanya di telinga Ali agar Ali mendengar ucapannya.

"Apaa? Abang nggak denger!" dusta Ali. Tak menunggu Prilly berkata lebih banyak, Ali melajukan motornya cepat keluar dari lingkungan sekolah.

"Abang jangan kenceng-kenceng, Prilly takut.." Prilly refleks memeluk tubuh Ali. Ali pun kaget dan menyesal ketika ia merasakan tubuh Prilly bergetar. Ia pun memperlambat laju motornya.

"Maafin Abang, Prill.."

Tanpa sadar, Ali mengusap punggung tangan Prilly yang berada di perutnya. Ia juga sempat menoleh ke belakang, menyaksikan Prilly yang menempelkan kepalanya di punggung Ali. Sepertinya gadis itu benar-benar ketakutan. Ali merutuki perbuatannya.

UnrighteousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang