"Tenang dulu, Prill. Tadi kamu udah denger kata Dokter nya kan. Ali pasti baik-baik aja." sudah kesekian kalinya Nathan mengingatkan Prilly namun gadis itu tak henti-hentinya mondar-mandir di hadapan Nathan yang kini duduk di kursi tunggu ditemani Gandi dan juga Aldi.
Ali sedang berada di dalam ruang operasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya. Kata dokter, untung saja pelurunya tak mengenai organ dalam yang vital sehingga tak ada efek yang membahayakan walau Ali akan membutuhkan waktu cukup lama untuk pulih.
Saat ini sudah pukul setengah satu pagi. Prilly sudah mengganti seragamnya berkat Gandi yang membawakan baju sepupu perempuannya.
Sebenarnya ketiga lelaki itu sudah menyuruh Prilly untuk pulang. Apalagi sepertinya Prilly masih syok atas semua yang gadis itu alami hari ini tapi Prilly ngotot tak mau pulang sebelum ia melihat Ali membuka matanya.
"Abang ada di dalem sana gara-gara Prilly. Ini semua salah Prilly.." lirih gadis itu.
Aldi menatapnya jengah. "Iya. Terus kenapa? Kalo ini semua salah lo kenapa? Dengan lo mondar-mandir kayak gini gak akan bikin Ali siuman.." ucap Aldi sarkastik. Lelaki itu memang terlalu apa adanya meski maksudnya bukan untuk menyudutkan Prilly. Ia hanya ingin gadis itu tenang. Namun yang terjadi selanjutnya adalah memang Prilly terdiam, tapi matanya berkabut tertutupi air yang siap meluncur. Gandi dan Nathan yang melihatnya jadi tak tega.
Gandi menyenggol lengan Aldi, mengode agar sahabatnya itu tak berkata lebih jauh yang hanya akan membuat Prilly semakin merasa bersalah.
"Eh-- nggak gitu, Prill, maksud Aldi. Maksudnya, sekarang lo tenang aja. Ali pasti baik-baik aja, kok. Sini duduk sebelah gue. Lo pasti capek kan." Gandi menepuk kursi kosong di sebelahnya.
Akhirnya Prilly menurut. Ia duduk sembari memikirkan kira-kira akan seperti apa reaksi keluarga Ali dan juga Mama nya yang sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit ini.
Ia benar-benar kalut sampai melupakan ketakutan yang tadi menyergap dirinya ketika ia menjadi tawanan Max.
***
Keluarga Ali dan juga Mama Prilly baru datang sekitar lima belas menit kemudian.
"Kamu nggak papa, sayang?" tanya Ella yang menyambut Prilly dengan pelukan.
"Nggak papa, Ma. Tadi Abang datang tepat waktu." Prilly berusaha menenangkan. Sesekali ia mencuri pandang ke Alya yang sepertinya membuang muka dari Prilly.
Veni ikut mengusap puncak kepala Prilly. "Syukurlah kalo kamu nggak papa, Prill. Tadi kami semua khawatir.."
Dirga pun mengangguk mengiyakan ucapan istrinya.
Prilly melepaskan pelukan Ella lalu memandang takut kepada Veni.
"Tante.." Prilly kemudian beralih pada Dirga. "Om.."
"Prilly minta maaf karena udah bikin Abang kayak gini.. Prilly nggak bermaksud. Prilly tau Prilly yang salah."
Veni tersenyum. "Kok kamu yang salah? Emang nya kamu tau kalo kamu bakalan diculik?"
"Memangnya Prilly yang nembak Abang?" timpal Dirga.
Prilly menggeleng lemah.
"Enggak kan?" sambung Veni.
"Udah. Ini semua memang udah takdir. Bukan salah siapa-siapa. Lagipula kita semua harus percaya kalo Ali baik-baik aja." putus Dirga. Semuanya tampak lebih tenang, kecuali Alya yang masih menenggelamkan wajah sedihnya. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Ali.
"Al.." Prilly berdiri meraih bahu Alya yang duduk di seberangnya namun gadis itu menepiskan tangan Prilly pelan kemudian berjalan ke arah toilet.
Prilly menatap Mama nya sedih namun Ella hanya mengusap lembut lengan Prilly. "Alya butuh waktu, Prill."

KAMU SEDANG MEMBACA
Unrighteous
Fanfiction"Prilly itu punya Abang." #2 - aliprilly (10/10/2019) #1 - ggs (05/11/2021) #94 - fanfiction (26/11/2018) #4 - aliandoprilly (17/10/2019) #3 - aliando (16/08/19) #37 - prilly (14/08/19)