Ali baru saja selesai menghadap Bu Rini, wali kelasnya. Tadi sepulang sekolah, Bu Rini mengajak Ali untuk berbicara empat mata di kantor guru, rupanya membicarakan soal tawaran beasiswa kuliah di Jepang, mengingat rapor Ali yang selalu mendapat peringkat tiga besar paralel. Bahkan satu tahun belakangan, Ali selalu mendapat peringkat satu paralel.
Ketika hari mulai gelap seperti ini, sekolah sudah sepi.
"Anjir." ucap Ali spontan ketika ia mendapati bahwa ban belakang motornya bocor.
Bagaimana bisa? Padahal motornya baik-baik saja tadi.
Mungkinkah dalam dalam perjalanan menuju sekolah tadi pagi, ban belakang Ali menginjak sesuatu yang runcing?
Sekali lagi Ali menundukkan kepala untuk melihat ban motornya.
Lelaki itu menghela nafas. Sepertinya tak ada yang bisa ia lakukan selain menuntun motor ini hingga ia menemukan tukang tambal ban di jalan. Mau bagaimana lagi? Dengan sisa tenaga nya yang cukup terkuras setelah tadi mengikuti les pedalaman materi yang memang diwajibkan oleh SMA 06 bagi seluruh siswa kelas XII, Ali mendorong motor ninja nya.
Baru saja Ali keluar dari gerbang sekolahnya, sebuah sedan berwarna silver berhenti. Kaca penumpangnya terbuka perlahan, Ali pun spontan menengok.
"Ali?"
"Eh? Lisa?"
"Motor lo kenapa? Kok dituntun gitu?" tanya Lisa yang masih mengenakan seragam SMA nya.
"Iya nih, ban belakangnya bocor."
"Terus lo sekarang gimana?" tanya Lisa penuh khawatir.
"Ini gue mau cari tukang tambal ban." jawab Ali santai.
Lisa pun ternyata tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Gadis itu memutuskan untuk keluar dari mobilnya.
"Lo yakin mau cari tukang tambal ban? Ini udah hampir malem. Kayaknya susah cari tukang tambal ban.."
Ali terkekeh.
"Kayaknya di persimpangan jalan depan ada kok.."
Lisa tak bergeming.
"Gimana kalo lo pulang bareng gue aja? Biar ntar sopir gue anter lo pulang?" tawar Lisa. Ali menggeleng.
"Gak usah." tolak Ali halus. "Lagian kalo gue pulang sama lo, motor gue gimana?"
"Gak papa. Ntar gue telpon montir buat ambil motor lo. Motor lo lo tinggal di parkiran sekolah lo aja."
Ali tetap pada pendiriannya. "Gak ah, Lis. Ngerepotin lo."
"Gak lah. Apaan sih. Udah deh lo nurut aja sama gue. Lagipula ini gue, walaupun kita beda sekolah, seenggaknya gue anggep lo temen gue. Gimana lo nganggep gue, gue gak peduli. Yang jelas gue sekarang pengen nolong lo.." terang Lisa meyakinkan. Ali jadi sedikit merasa tak enak. Rasanya justru ia yang dipojokkan karena ucapan Lisa.
Ali menggaruk tengkuknya salah tingkah.
"Mm, bukan gitu, Lis. Lagipula gue juga udah nganggep lo temen gue kok. Jangan salah paham." balas Ali. Lisa tersenyum.
"Nah, kalo lo nganggep gue temen lo, sekarang lo turutin apa kata gue dong."
"Tapi, Lis.."
"Please? Katanya lo temen gue?" Lisa memohon. Matanya memancarkan kesungguhan yang kemudian meluluhkan Ali.
"Oke deh." putus Ali akhirnya.
"Nah, gitu dong!" Lisa memekik puas. Senyumnya mengembang. "Yaudah, lo masukin motor lo ke parkiran lagi aja. Ntar montir gue yang ambil sekalian benerin, setelah itu ntar motor nya biar di anter ke rumah lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrighteous
Fanfiction"Prilly itu punya Abang." #2 - aliprilly (10/10/2019) #1 - ggs (05/11/2021) #94 - fanfiction (26/11/2018) #4 - aliandoprilly (17/10/2019) #3 - aliando (16/08/19) #37 - prilly (14/08/19)