Happy reading
🌿🌿🌿
"saya tidak mau , dan anda tidak bisa maksa saya seperti apa yang telah Anda lakukan pada Calandra," Bentakan itu memecah keheningan malam di kediaman keluarga Rawnie."Papa ngak pernah memaksa Calandara , itu semua murni kemauan dia , dan papa mau kamu bersekolah di sekolah yang sama denganCalandra," ujar Mahardika yang tak bisa dibantah. Gadis belia itu hanya mendesis kemungkinan mengeleng tidak percaya.
"saya nggak bodoh seperti dia , dan sampai kapan pun saya tak akan mau pindah sekolah" Tekan Calantha.
Ucapanya memang sangat pedas sesuai dengan ucapan Mahardika , Keras kepalanya pun tak jauh berbeda, dan bahkan lebih keras dari Mahardika itu sendri.
"Minggu depan kamu pindah , dan semua temen kamu akan aman." ancaman kali ini terlihat tak main main.
Calantha lansung melihat kearah Mahardika yang mengeluarkan sejumlah kertas yang berisi nama nama dan identitas temen temen Calantha yang sangat ia sayangi.
" Anda mengancam saya ?" pertanyaan yang dilontarkan seperti bertanya pada orang asing , itu yang membuat Mahardika selalu naik darah setiap berbicara denganya.
"JAGA BICARA KAMU SAYA INI PAPA KAMU!!" Bentak Mahardika untuk kesekian kalinya.
"papa , heh maaf saya ngak punya papa atau pun mama," ujar lirih sekaligus remehan Calatha mendapatkan reaksi yang berbeda dari Mahardika.
Plak
Tamparan menyakitkan itu lagi lagi dirasakan Calatha , rasa panas mulai menjalari pipi kanan Calatha dan bahkan ia merasa ada robekan di sudut bibirnya. Mama dan kakak laki laki nya hanya diam menonton drama keluarga yang sering terjadi.
"Kenapa diam saja," tanya Mahardika membuat senyum sinis lansung terpancar di wajah Calantha. Ia diam memikirkan kali keberapa tamparan ini mengenai wajahnya. "Apa sakit ? atau mau di tambah bentak Dika geram Mahardika.
"Saya hanya berfikir, bagaimana seseorang yang bahkan tak segan segan menampar dan memukul anaknya bisa di pangil dengan sebutan papa , dan masih berani memangil dirinya papa. " kali ini emosi Mahardika sangat terpancing dengan omogan Calatha , yang bahkan sepertinya tidak di pikirkan terlebih dahulu.
Helena yang notabenenya seorang ibu pun tak bisa melawan Mahardika jika telah kelewatan emosi seperti saat ini.
"Kak , tolong adik kamu," lirih Helena. Kevin bahkan tak di hiraukan kevin. Ia masih fokus melihat bagaimana ending dari pertengkaran kali ini, kalau boleh jujur sebenarnya Kevin sangat sedih melihat adiknya bertengkar dengan papanya sendiri, tapi mau gimana lagi Kevin juga tak punya wewenang untuk membantu.
"Kak mama mohon , dia adik kamu." Helena mulai terisak melihat itu semua.
"Maaf ma , kevin ngak bisa ambil resikonya" Jawab Kevin pelan tapi tetap dapat di dengar oleh calatha dan Dika yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Gue nggak akan mintak tolong ke elo, walaupun gue di bunuh hari ini." tangis Helena makin jadi jadi mendenger ucapan Calatha, yang seakan pasrah saja jika ia dibunuh malam ini.
"Kamu memang bener - bener tidak tau terima kasih , kamu fikir kamu itu siapa sampai berani melawan saya, andai saja waktu itu saya tidak mendengarkan kata oma kamu , maka kamu pasti sudah tak ada di dunia ini." sebenarnya ucapan kali ini lebih sakit dari pada biasanya, tapi Calatha seolah tak peduli dan mengangab ucapan Dika barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl
Teen FictionSikab yang tak terkendali , nakal , di hukum , bolos , clab malam , hura hura , balapan sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Memiliki orang tua lengkap , satu abang laki laki dan satu saudara kembar perempuan tapi dengan kasih sayang yang...