#32 two hearts

179 22 4
                                    

PAST & PRESENT #32 two hearts

.

.

.

Author POV

Seoul, 2016

Dabin sedang merapikan buku-bukunya dan menaruhnya di laci saat tiba-tiba Kim Seungmin dari ambang pintu kelas—sambil melongokkan kepalanya—berteriak ke arah Choi Bomin, menyuruhnya ke ruang guru untuk menemui Pak Kibum—yang merupakan wali kelas mereka.

"Sepertinya Bomin dipanggil Kibum Saem karena membolos kemarin," celetuk Eunbin.

Dabin menoleh ke arah Bomin. Laki-laki itu terlihat beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu kelas yang otomatis melewati tempat duduk Dabin. Dabin melihat Bomin dengan tatapan penuh tanya saat pandangan mereka bertemu. Tapi Bomin tak mengatakan sepatah kata pun. Hanya tersenyum simpul pada Dabin, membuat Dabin kebingungan. Ia mengalihkan pandangannya pada Eunbin yang duduk di sampingnya.

"Kemarin Saem bilang apa saat aku dan Bomin membolos?" tanya Dabin. Ia hanya bingung karena dirinya tidak ikut dipanggil padahal jelas-jelas Bomin membolos bersamanya. Atau lebih tepatnya menema ninya membolos.

Eunbin memiringkan kepalanya mencoba mengingat-ingat. "Eung... kemarin saat ditanya Saem, aku hanya bilang ke Saem kalau kau sedang di UKS karena perutmu sakit jadi tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan Saem percaya, mengira kau sedang datang bulan," jelas Eunbin. "Kalau Bomin... eung... sepertinya kemarin Sanha hanya menjawab tidak tahu Bomin kemana. Mungkin itu alasannya Bomin dipanggil wali kelas."

Mengetahui hal tersebut, Dabin jadi terdiam. Ia merasa tidak enak karena Bomin dipanggil wali kelas sedangkan dirinya tidak. Bagaimana kalau Bomin dihukum atau mendapat poin?

Saat sedang memikirkannya, tiba-tiba temannya yang bernama Chaeyoung dan Yiren menghampirinya dan Eunbin. Mereka mengajak untuk ke kantin bersama dan membeli cemilan karena Eunbin tadi bilang ingin membeli susu.

"Emm.. teman-teman, sepertinya aku tidak ikut ke kantin. Aku... ada urusan sebentar. Nanti kalau urusanku sudah selesai, aku susul kalian," kata Dabin.

Tanpa menunggu persetujuan teman-temannya, Dabin langsung berlalu pergi. Ia berjalan keluar kelas untuk menyusul Bomin ke ruang guru. Ia masih merasa tidak enak karena Bomin dipanggil wali kelas.

Begitu sampai di depan ruang guru, Dabin memilih menunggu Bomin di luar. Bisa saja Bomin dipanggil bukan karena membolos jadi ia memilih untuk tidak langsung masuk ke ruang guru. Ia menunggu Bomin sambil menyandarkan punggungnya pada dinding.

Cukup lama Dabin menunggu Bomin hingga akhirnya pintu ruang guru terbuka dan laki-laki itu menampakkan batang hidungnya. Langsung saja Dabin berjalan menghampiri Bomin. "Bomin-ah!" panggilnya.

Bomin yang baru saja menutup pintu ruang guru langsung menoleh ke arah Dabin. "Dabin? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Bomin. Mereka lalu berjalan menjauhi ruang guru dan menuju kelas mereka.

"Kibum Saem memanggilmu karena kemarin membolos?" tanya Dabin.

Bomin menganggukkan kepalanya. "Eoh. Wae?"

Mendengar jawaban Bomin, membuat Dabin semakin mersa tidak enak. "Gwaenchanha? Apa yang Saem katakan?" tanya Dabin khawatir.

Bomin tersenyum tipis. "Hanya... Saem menyuruhku untuk tidak membolos lagi," jawabnya.

"Jinjja? Kau tidak dihukum?"

Bomin menggelengkan kepalanya. "Tidak. Ini adalah pelanggaran pertamaku selain datang terlambat jadi aku diloloskan dari hukuman. Kemarin itu pertama kalinya aku membolos. Lagipul aku kan siswa yang rajin, baik hati, dan tampan. Saem mana mungkin tega menghukumku."

Dabin mendesis pelan mendengar betapa narsisnya laki-laki yang satu ini. Ingin rasanya ia memukul Bomin supaya kadar narsisnya berkurang tapi ia menahannya. Ia sudah cukup bersyukur karena Bomin tidak dihukum. Dia akan merasa bersalah kalau Bomin dihukum sedangkan dia tidak.

"Dabin-ah, kau mengkhawatirkanku ya? Tidak ingin aku dihukum ya?" goda Bomin.

Seketika Dabin menjadi kesal pada laki-laki ini. Tapi Bomin hanya tertawa. Mereka berdua terus berjalan menuju kelas mereka tanpa banyak bicara. Hingga kemudian Bomin kembali membuka suara.

"Dabin-ah, kau tidak perlu memikirkan perkataanku kemarin. Aku tidak mau kau menjadi memperhatikan dan mengkhawatirkanku hanya karena kau mengetahui perasaanku. Aku tidak ingin kau terpaksa melihatku," ucap Bomin sambil menatap Dabin.

Lelaki itu tersenyum tipis sebelum kemudian memasuki kelas. Sedangkan Dabin menghentikan langkahnya, berdiri tepat di depan pintu kelas. Ia menghela napas panjang. Perasaan bersalah kembali menyelimuti hati Dabin. Secuek apa dirinya selama ini pada Bomin hingga laki-laki itu bisa merasakan perbedaan sikapnya saat ini dan sebelum-sebelumnya?

Dabin baru akan melanjutkan langkahnya masuk ke kelas saat tiba-tiba ponselnya bergetar. Ada satu pesan masuk dari Eunbin.

-

Eunbinie

<Eunbinie>

Kau mau menyusul ke kantin atau tidak?

-

<Me>

Tunggu di kantin. Aku ke sana sekarang

-

Setelah membalas pesan dari sahabatnya itu, Dabin pun membalikkan tubuhnya dan bergerak menuju ke kantin untuk menyusul Eunbin yang sudah lebih dulu ke kantin bersama dua temannya yang lain—Chaeyoung dan Yiren.

Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba saja seseorang berhenti di depan Dabin, membuat gadis itu seketika menghentikan langkahnya sebelum menabrak orang yang tiba-tiba menghalanginya ini.

"Joochan Sunbaenim?" sapa Dabin, heran melihat Joochan berdiri di depannya, mencegahnya berjalan.

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Sebuah tas kertas berwarna biru, lengkap dengan isinya—yang terntu saja familiar bagi Dabin. "Ini. Aku mau mengembalikan ini. Maaf baru mengembalikannya sekarang."

Dabin melihat benda yang diulurkan Joochan, lalu melirik ke sekelilingnya. Joochan itu kan terkenal di sekolahnya dan banyak penggemarnya. Ia tidak ingin ada yang berpikir yang tidak-tidak melihat Joochan menemuinya di koridor kelas saat ini.

"Sunbaenim tidak perlu mengembalikannya. Aku sudah mengikhlaskannya," kata Dabin.

Tapi Joochan menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Aku tidak mau. Hadiah ini bukan milikku. Aku tidak bisa menerima barang yang tidak ditujukan padaku. Jadi, aku mengembalikannya padamu, Dabin-ssi."

Karena tak ingin berdebat, Dabin pun mengambil tas kertas tersebut. "Maaf merepotkan Sunbaenim," ucap Dabin.

"Tidak. Aku tidak merasa direpotkan. Tapi...," jeda Joochan, "kau benar-benar menyukai Donghyun?" lanjutnya.

Raut wajah Dabin berubah. Ia terdiam, merasa tidak begitu nyaman dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Joochan. Terlebih setelah kejadian kemarin saat dirinya mengalami patah hati. Mungkin karena ia tidak dekat—bahkan bisa dibilang tidak begitu mengenal—Joochan jadi ia merasa tidak begitu nyaman dengan pertanyaannya.

"Ah, maaf, Dabin-ssi. Aku tidak bermaksud... ah lupakan saja pertanyaanku tadi," kata Joochana saat menyadari perubahan air muka Dabin. "Emm.. kalau begitu aku pamit dulu ya, Dabin-ssi."

"Ne, Sunbaenim. Gamsahamnida."

....

tbc

....

✅ [2] GOLRIES : Past & Present | Choi Bomin x Jung DabinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang