Jimin terperanjat saat Jeongyeon tertidur dengan posisi terduduk sambil menggenggam tangan hangatnya. Lelaki itu langsung terduduk sehingga membuat Jeongyeon terkejut."Astaga aku terkejut Jim?!" Teriak gadis itu kemudian mengucek matanya. "Kau sudah baik- baik saja?" Jeongyeon menyentuh dahi Jimin. "Masih hangat..."
'Kau disini?'
"Iya."
'Sejak?' Dahi Jimin berkerut.
"Sejak ibumu berangkat kerja."
'Astaga.' Jimin menepuk dahinya.
"Kenapa?"
'Ti-tidak..' Jimin membenarkan posisi duduknya.
"Makan?" Jeongyeon menawari Jimin. Namun Jimin menggeleng. "Sedikit saja..." Lagi- lagi Jimin menggeleng. "Yasudah."
Beberapa menit, mereka hanya diam bergelut dengan pikiran masing- masing. Jimin sebenarnya ingin kembali tidur, hanya saja ia sedikit tidak enak dengan gadis di sampingnya. Padahal jelas- jelas kemarin Jimin tertidur dalam pelukannya.
"Sepertinya kau harus kembali tidur Jim. Aku akan kembali pulang." Jeongyeon beranjak dari kursi. Jimin mengangguk dan tersenyum kepada Jeongyeon.
'Te-ri-ma-ka-sih ya...'
"Sama sama..." Jeongyeon menepuk- nepuk pelan pundak Jimin. "Jika butuh sesuatu, jendela kamarku akan selalu terbuka. Aku akan di sana sepanjang hari untukmu." Jimin memicingkan matanya sambil melihat gerakan bibir Jeongyeon, lalu mengangguk. "Papannya, sudah aku lap. Kemarin kehujanan."
Jimin kembali mengingat insiden kemarin dan sedikit khawatir sambil menahan Jeongyeon pergi.
'Kau baik- baik saja kan?' Pertanyaan konyol Jim. Bahkan kau yang kenapa- napa di sini.
"Jangan khawatirkan aku." Jeongyeon mengelus lembut tangan hangat Jimin yang menggenggamnya. "Sekarang istirahatlah, aku akan pulang." Jeongyeon membantu Jimin membenarkan selimut sebelum meninggalkan kamar itu.
●●●
Jeongyeon menatap jendela kamar di sebrang sana. Sepertinya Jimin benar- benar tertidur. Gadis itu merebahkan tubuhnya pada kasur setelah 30 menit menopang dagu sambil menatap jendela kamar Jimin. Jeongyeon memandang langit- langit kamarnya, ia bosan. Biasanya siang- siang seperti ini dia masih menghabiskan waktu bersama Jimin.
Jeongyeon mem-poutkan bibirnya. Ia memutuskan turun ke dapur menuju kulkas dan mengambil camilan yang ada di sana. Lalu kembali ke kamarnya dan duduk di kasur memakan semua camilan miliknya, sambil menonton acara musik di televisi.
Beberapa menit kemudian, Jeongyeon bisa mendengar Ayahnya datang. Gadis itu langsung berlari menghampiri Ayahnya.
"Ayah!!" Teriaknya sambil memeluk Ayahnya erat.
"Anak Ayah." Tuan Yoo balik memeluk putrinya dan mengangkat tubuh ringan anak gadisnya itu. "Sudah makan? Ayah bawa ayam bakar kesukaan Jeongyeon." Tuan Yoo mengeluarkan sebungkus ayam bakar bagian dada yang membuat gadis itu berlari untuk mencuci tangan dan duduk tak sabaran ingin mengoyak kulit dan daging ayam tersebut.
"Ayah sudah makan?"
"Sudah. Ayah baru saja makan, dengan teman Ayah." Ucap Tuan Yoo sambil melonggarkan dasi dan duduk di samping anaknya. "Nanti malam Ayah harus mengurus sesuatu lagi di kota. Tidak apa jika Ayah tinggal sendiri kan?"
Jeongyeon sebenarnya sedikit keberatan. Ia pikir, dengan kepindahan mereka di desa akan membuat hubungan mereka menjadi lebih dekat. Rupanya tidak. "Aku, tidak apa." Ucap Jeongyeon tanpa melihat Ayahnya. "Aku bisa meminta Jimin untuk menemaniku. Atau Hoseok." Jeongyeon terus sibuk dengan Ayam di hadapannya.
"Jangan membuat Jimin repot. Jimin sedang sakit kan?" Tuan Yoo mengelus rambut anaknya.
"Sudah sembuh kok. Tadi baru saja ke rumahnya." Gadis itu menutup kotak ayam dan mencuci kedua tangannya. "Atau aku yang akan menghampiri Jimin. Aku akan bersamanya." Jeongyeon mengelap tangannya. "Aku mau tidur siang Ayah." Jeongyeon kembali naik ke kamarnya.
Gadis itu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Menutup matanya erat- erat mencegah air matanya keluar.
Ibu. Apakah Ayah sibuk karena untukku? Gadis itu terus memejamkan matanya. Maaf karena terlalu banyak mengeluh. Cairan bening itu akhirnya tumpah membasahi bantalnya. Jeongyeon sekuat tenaga menahan agar suara tangisnya tidak keluar.
Gadis itu jadi teringat kejadian 3 tahun lalu saat ibunya meninggal. Saat Ibunya sedang mengandung, Tuan Yoo terlalu sibuk hingga ia pulang larut malam. Hampir pagi malah. Saat itu pukul 2 dini hari. Entah apa yang membuat Jeongyeon 13 tahun itu pergi ke kamar Ibunya. Betapa terkejutnya ia saat mendapati Ibu tercintanya tergeletak tak berdaya di lantai dengan kaki penuh darah.
Saat itu, Jeongyeon sangat marah dengan Tuan Yoo. Karena pagi sebelum malam itu, Tuan Yoo sudah berjanji untuk pulang tidak larut malam. Jeongyeon juga yang minta 'Adikku rindu Ayah. Ayah pulang cepat ya...' pagi itu. Dengan mantap, Tuan Yoo mengangguk. Tapi apa? Ayahnya itu bahkan pulang pukul 4 pagi.
Ibu Jeongyeon, Nyonya Kim meninggal bahkan sebelum Jeongyeon masuk ke kamar menemui Ibunya. Janin berusia 3 bulan itu juga meninggal beberapa menit sebelum Nyonya Kim menghembuskan nafas terlakhirnya.
'Ibu, apakah Ayah akan kembali mengulang kesalahannya 3 tahun lalu? Sibuk dengan bisnisnya dan melupakanku?
Karena lelah, gadis itu tertidur. Hingga ia tak sadar, di sebrang sana Jimin menatap jendela kamar Jeongyeon.
'Kemana ya?'
Don't forget vote and comment
Thanks💜💜
-Alfa
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
FanfictionYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...