rain

601 131 22
                                        


"Taehyung!" Jeongyeon terkejut saat lelaki itu berhasil membalapnya. Sepulang sekolah sore itu, mereka berempat benar- benar balapan. Para petani yang sedang sibuk dengan sawah mereka geleng- geleng melihatnya. "Kau harusnya mengalah dan sadar diri, aku ini perempuan." Jeongyeon terengah- engah mengkayuh sepedanya.

"Siapa peduli!" Taehyung tertawa dengan Seungkwan yang ada di sebelahnya.

"Kalian ini, dasar." Jeongyeon kesal.

"Lelah ya?" Hoseok mensejajarkan sepedanya. "Ku dorong ya, biar menang." Jeongyeon mengangguk semangat. Hoseok memegang punggung Jeongyeon dengan tangan kirinya, tangan kanannya memegang setir sepeda miliknya. Lalu ia mulai mengkayuh sepeda sedikit kencang sambil mendorong Jeongyeon dari belakang.

"Astaga rantaiku lepas." Taehyung menggerutu di depan sana.

"Rupanya aku ditakdirkan menang Tae. Sampai jumpa..." Jeongyeon meledek Taehyung yang sedang berlutut memandang rantainya yang lepas.

"Hey Hoseok! Mana adil." Taehyung menghentak- hentakkan kedua kakinya.

"Hey sudahlah. Ayo pulang saja." Seungkwan turun dari sepedanya, lalu mendahului Taehyung sambil menuntun sepeda miliknya. Taehyung mengerucutkan bibir sambil menuntum sepedanya tepat di belakang Seungkwan.

"Menang kan? Kubilang juga apa." Jeongyeon menepuk kedua tangannya. "Eh yang lain mana?" Gadis itu baru sadar bahwa Taehyung dan Seungkwan tidak ada di belakang.

"Menang karna aku kan? Hahaha. Sepertinya ada masalah. Aku akan menyusul mereka." Hoseok bersiap mengkayuh sepedanya.

"Aku ikut."

"Tidak usah. Sudah sore, nanti Ayahmu mencarimu. Jangan khawatirkan ayahmu. Sampai jumpa Jeong." Hoseok memutar balik lalu mengkayuh sepedanya sedikit kencang menyusul Taehyung dan Seungkwan.

"Hmm.. baiklah." Jeongyeon memarkir sepedanya di halaman rumah. Melepas sepatu kemudian mengambil kunci di rak sepatu dan membuka pintu. Tuan Yoo hari ini pulang malam. Mengurus pernikahan katanya. Jeongyeon malas membahasnya. Lebih baik segera mandi dan membuntuti Jimin menggembala domba, lagi. Saat ia memasuki kamar, jendela kamarnya sudah terbuka dan menampakkan Jimin yang berada di sana.

"Astaga aku terkejut." Gadis itu melempar tasnya sembarang.

'Jangan seperti itu lagi.' Jimin menekuk wajahnya sambil mengangkat papannya.

"Seperti apa?" Jeongyeon dibuat bingung.

'Nanti jatuh. Kau pikir aku tidak tau?'

Jeongyeon nyengir lalu mengangguk. "Baiklah tadi yang terakhir."

'Maaf hari ini aku tidak bisa mengajakmu menggembala domba?'

"Kenapa?" Jeongyeon cemberut membaca papan Jimin.

'Langitnya gelap, sepertinya akan hujan. Aku takut kau demam.'

"Tch, awas saja nanti kau demam." Jeongyeon memutar matanya. Jimin tidak mengerti apa yang Jeongyeon katakan.

'Lebih baik tidak usah menggembala domba. Nanti kamu demam lagi Jim.' Jeongyeon mengangkat papannya membuat Jimin mengangguk- angguk paham.

'Ibuku juga bilang begitu sih. Yasudah aku mengambil rumput di belakang rumah dulu ya...' Jimin melambaikan tangannya lalu menghilang dari bingkai jendelanya.

Jeongyeon menaruh papannya di nakas sebelah kasurnya. Gadis itu merebahkan dirinya dengan keras membuat kasurnya berderit. Lalu ia tersenyum perlahan mengingat ia dan Jimin sudah memiliki hubungan lain. Tanpa sadar, Gadis itu kini terlelap di kasurnya dengan seragam yang masih melekat. Kebiasaan buruk seorang Yoo Jeongyeon, tertidur setelah pulang sekolah tanpa mandi dan masih dengan seragam.

●●●

Jimin menata rumput yang tadi pagi ia cari di kandang domba. Lelaki itu memandang langit sore yang mendung. Kedua sudut bibirnya melengkung ke atas, tersenyum sangat manis. Saat sedang melamunkan langit sore, Lelaki itu mendapati mobil Tuan Yoo yang baru saja terparkir di samping rumahnya. Jimin lalu melihat seorang Wanita keluar dari mobil bersama Tuan Yoo. Jimin bisa simpulkan itu adalah calon istri Tuan Yoo, calon ibu tiri Jeongyeon. Jimin memandang jendela Jeongyeon yang masih terbuka, berharap Jeongyeon sudah bisa menerima semuanya. Jimin tidak ingin Jeongyeon menangis lagi. Hatinya ikut sakit.

Setelah selesai memberi makan domba- dombanya, Jimin segera masuk ke dalam rumahnya. Hujan turun dengan derasnya bertepatan saat ia menutup rapat pintu rumah dan mendapati Nenek sedang merajut seperti biasa. Jimin menaiki tangga dan masuk ke kamarnya sambil memeluk dirinya sendiri, angin kencang dari luar berhasil masuk melewati ventilasi rumahnya.

Lelaki itu duduk di kursi dekat kasurnya. Dihadapannya sudah ada kanvas besar dengan palet dan cat. Jimin belakangan ini melukis wajah Jeongyeon. Mengabadikan wajah ceria Jeongyeon dengan melukiskan wajahnya di kanvas. Sebenarnya sudah hampir selesai, hanya tinggal mempercantik hiasan pada rambutnya. Jimin tersenyum puas dengan kerja kerasnya. Membayangkan Jeongyeon saat melihat hasil jadinya, meski ia tidak akan memberikannya kepada Jeongyeon. Tiba- tiba, sepercik air mengenai lengannya.

Hujan. Jimin baru menyadarinya. Lelaki itu terkejut karena jendela kamar Jeongyeon masih terbuka, padahal air hujan akan masuk dan membasahi kasur Jeongyeon. Tepat saat ia menutup rapat jendela kamarnya, Nenek Jimin datang dengan nafas terengah- engah. Jimin terkejut saat Tuan Yoo ada di belakang Nenek dengan kemeja dan rambut basah.







'Jeongyeon kabur dari rumah.'






Masih ada yg baca cerita ini kah?

Maaf ya, chapter ini pendek...
Kemarin jarang update karena awal masuk tugas seabrek.

Semoga chapter ini kalian enggak bosen ya....

Love you 😘

Don't forget vote and comments

Thanks💜

-Alfa

A Quiet Love [PJM] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang