Jeongyeon membuka pintu kamar Jimin pelan menimbulkan suara berderit. Gadis itu melihat punggung mungil yang tidak mungil baginya sedang naik turun akibat nafas pelan Jimin. Jeongyeon mendekati Jimin dan duduk di samping ranjang. Gadis itu menyentuh jidat hangat Jimin dengan tangan kanan, dan menyentuh jidatnya sendiri dengan tangan kanan. "Demam."Gadis itu menarik kursi tak jauh dari ranjang Jimin dan meletakkan tepat di sampingnya. Kemudian duduk sambil menopang dagu memandangi wajah Jimin yang kini telah tidur terlentang. Jeongyeon menggenggam tangan Jimin dan memainkan jari- jari mungilnya, sambil bersenandung kecil. Betapa terkejutnya Jeongyeon saat tangan Jimin balik menggenggamnya.
"J- jimin?!" Mereka saling tatap dalam beberapa saat. "K-kau baik- baik saja kan?"
Jimin menggeleng.
"Aku ambilkan air hangat untuk mengompresmu ya..." Saat Jeongyeon membalikkan badan hendak ke dapur untuk mengambil air hangat, Jimin mencekal pergelangan tangan Jeongyeon.
'Jangan pergi..'
"Hanya sebentar Jim. Aku akan kembali ke sini." Jimin malah semakin mengeratkan genggaman tangannya.
'Tidak..'
"Hmm... baiklah." Jeongyeon kembali duduk dan menggenggam tangan Jimin, menepuk- nepuk tangan Jimin pelan hingga lelaki itu kembali tertidur. Jeongyeon kembali memeriksa dahi Jimin.
"Badannya semakin panas. Bagaimana ini?" Jeongyeon bertanya pada dirinya sendiri. Sebenarnya ini kali pertama Jeongyeon merawat orang sakit. Merawar dirinya sendiri saja tidak bisa. Ia bingung harus bertanya pada siapa. Nyonya Ahn sedang bekerja, Nenek Jimin juga sedang di ladang.
Setelah bergelut dengan pikirannya, Jeongyeon perlahan melepas genggaman tangan Jimin dan turun menuju dapur. Mengambil sebaskom air hangat yang memang sudah tersedia di dapur, lalu kembali ke kamar Jimin dan mencari kain di lemari Jimin untuk mengompres dahi dan leher Jimin.
Jeongyeon duduk di samping ranjang Jimin dan mulai mengompres dahi dan leher Jimin. Karena terkejut, Jimin kembali membuka matanya dan menggenggam tangan Jeongyeon yang sedang mengelus rambutnya pelan.
"Tidak apa, aku di sini." Ucapnya menenangkan. Ayahnya juga sering melakukan hal ini jika dirinya demam. Mengelus rambutnya pelan, membisikkan kata- kata menenangkan, dan memeluk Jeongyeon hingga kembali tertidur. Tapi Jeongyeon belum berani melakukan itu, memeluk Jimin.
Jimin menatap sekelilingnya. Matanya yang sipit semakin sipit, bibirnya juga pucat. Kain yang digunakan untuk mengompres Jimin juga ikut panas karena suhu tubuhnya.
"Makan?" Jeongyeon menawari Jimin untuk makan. Nyonya Ahn tadi juga berpesan untuk mengingatkan Jimin untuk makan. Namun Jimin menggeleng lemah. "Sedikit saja." Jimin kembali menggeleng. "Baiklah..." Jeongyeon kembali mengompres dahi Jimin dan mengelus rambutnya pelan.
Tiba- tiba Jimin menggeser tubuhnya, menepuk sisi ranjang kosong di sampingnya.
"Apa?" Jeongyeon mengerutkan dahinya.
'Sini..' Jimin dengan lemah kembali menepuk sisi ranjang di sampingnya.
"Apa sih?" Jeongyeon menggaruk kepalanya.
'Tck' Jimin mendecak kesal karena Jeongyeon tak kunjung melakukan apa yang ia minta. Sehingga lelaki itu menarik Jeongyeon hingga gadis itu berbaring tepat di sampingnya.
"Jim.." Jeongyeon sedikit berontak saat Jimin melingkarkan tangan pada pinggangnya. Tapi, Jeongyeon kembali berfikir bahwa orang demam memang selalu seperti ini. Ingin dipeluk. Seperti saat ia demam, ayahnya akan memeluknya hingga ia bangun dan sudah tidak demam lagi.
Jeongyeon menepuk- nepuk punggung Jimin beberapa saat hingga Lelaki itu kembali terlelap. Jeongyeon merenggangkan posisinya dengan Jimin. Melihat lelaki itu dari dekat dengan posisi miring seperti ini. Matanya tidak ingin lepas dari wajah Jimin. Sesekali Jeongyeon juga mengelus dahi Jimin yang berkeringat. Jeongyeon baru tau bahwa Lelaki dihadapannya sungguh menggemaskan. Pipi gembulnya, bulu mata lentiknya, hidung kecilnya, bibir tebalnya. Rasanya Jeongyeon ingin mencubit seluruh wajah Jimin. Hanya saja waktunya tidak tepat, Jimin sedang sakit.
Saat sedang sibuk memperhatikan wajah Jimin, Jeongyeon tersadar bahwa Jimin sedang bergerak gelisah dalam tidurnya. Dahinya berkerut dan genggamannya pada Jeongyeon mengetat. Dari bibir Jimin terus terucap kata 'ibu' selama berkali- kali masih dengan mata tertutup.
"Ibumu bekerja Jim, ini aku." Ucap Jeongyeon sambil kembali menepuk punggung Jimin pelan. Sepertinya itu tidak bekerja, Jimin terus bergerak gelisah dalam tidurnya. Mimpi buruk?
Jeongyeon sungguh bingung ia harus apa sekarang. Jimin semakin memeluk tubuhnya kencang hingga gadis itu susah bernafas.
"Astaga, aku harus apa?"
Hingga sebuah suara lembut datang dari arah pintu kamar Jimin. Beliau adalah Nyonya Ahn.
"Nyonya, Jimin semakin panas. Aku tidak tau harus apa? Aku sudah mengompresnya." Jeongyeon mencoba melepaskan pelukan Jimin tapi tetap gagal.
"Ah, terimakasih. Kau sudah melakukan semuanya dengan baik. Maaf, Jimin memang seperti itu jika sakit. Minta ditemani tidur." Nyonya Ahn tertawa pelan saat melihat Jeongyeon berusaha melapaskan diri dari Jimin.
"Bukan masalah besar Nyonya. Aku juga seperti itu jika sakit." Dengan bantuan Nyonya Ahn, Jeongyeon dapat melepaskan diri dari Jimin. "Baiklah kalau begitu aku harus pulang." Jeongyeon berpamitan kepada Nyonya Ahn lalu kembali pulang ke rumahnya.
●●●
"Hey gadis kota." Merasa dirinya dipanggil, Jeongyeon menoleh dan mengurungkan niat untuk menutup pagarnya.
"Kau memanggilku?"
"Iya." Lelaki dengan wajah lonjong itu berlari pelan mendekati Jeongyeon. "Jimin sakit ya? Sekarang bagaimana dia? Apa masih sakit?"
"Kau Hoseok ya? Temannya Jimin?"
"Iya. Bagaimana kau tau?" Hoseok mengerutkan dahinya.
"Jimin memberitahuku kemarin." Lalu Hoseok mengangguk- ngangguk.
"Apa dia masih sakit?" Tanya Hoseok lagi.
"Badannya semakin panas. Tadi Ibunya kembali pulang. Ku harap dia baik- baik saja."
"Oh begitu. Baiklah, aku hanya bertanya. Ngomong- ngomong siapa namamu? Kau tau namaku jadi aku harus tau namamu." Hoseok mengulurkan tangannya. "Aku Jung Hoseok." Lelaki itu terseyum dengan amat sangat manis. Wajahnya cerah membuat Jeongyeon ikut tersenyum lebar saat melihatnya.
"Ah, benar juga." Jeongyeon membalas salaman Hoseok. "Aku Yoo Jeongyeon. Senang berkenalan denganmu Hoseok."
Lalu mereka berbincang- bincang banyak. Tentang desa ini, tentang Hoseok, tentang Jeongyeon, dan pastinya tentang Jimin.
●●●
Jimin membuka jendela kamarnya membiarkan angin malam masuk ke dalam kamarnya. Ia menunggu sosok di sebrang sana. Lampu kamarnya sudah dimatikan, jendela dan gorden juga tertutup rapat.
'Apa Jeongyeon sudah tidur?' Jimin bertanya pada dirinya sendiri. Lalu menatap jam dinding. Benar saja, sudah pukul sebelas malam.
'Apa Jeongyeon tidak mencariku?' Jimin terus bertanya pada dirinya. Ia menopang dagu sambil terus menatap kusen putih di sebrangnya.
Hai😁😁😁
Selamat siang Myyy... lagi UAS ya? Semangat!!!
Jimin ga kerasa tuh kalo dia tidur ditemeni Jeongyeon😂
Kalian kalo sakit gitu juga gk?Maaf yaa pendek :')
Don't forget vote and comment
-Alfa
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
FanfictionYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...