Tuk!Jeongyeon rasa, kaleng yang baru saja ia tendang mengenai sesuatu yang keras. Jeongyeon mengintip dari balik pohon dan melihat Jimin yang sedang mengelus- elus kepalanya sambil memegang kaleng. Kedua mata Jeongyeon membulat dan tanpa sadar langsung berlari ke arah Jimin.
"Astaga, aku minta maaf Jim..." Gadis itu mengatupkan tangannya pada Jimin tanda meminta maaf.
Jimin hanya mengangguk- ngangguk tanda memaafkan. 'Tidak apa.'
"Aku kesal sekali hari ini Jim." Jeongyeon melipat kedua tangannya dan meletakkannya di dada. Jimin mengernyitkan dahi. "Ayahku akan menikah lagi Jim. Aku tidak suka ibu tiri. Bagaimana jika aku ditelantarkan? Bagaimana jika aku tidak diberi makan? Bagaimana jika-,"
Jimin menyumpal mulut gadis itu dengan rumput- rumput yang ia cabut secara kasar. Lalu tertawa gemas melihat wajah Gadis di sampingnya itu semakin cemberut.
"Jimin!!!" Gadis itu berteriak dan kembali memukul Jimin membuatnya mengaduh. Jimin mengarahkan telunjuk ke mulutnnya, tanda menyuruh gadis itu untuk diam.
"Baiklah aku diam. Aku sadar aku memang berisik. Jadi, maaf.." Gadis itu menunduk, membuat rambut sebahunya sebagian jatuh menutupi pipinya.
Jimin menyingkirkan rambut gadis itu, mengintip keberadaannya. Jimin sedikit terkejut karena Jeongyeon menangis. Setau Jimin, Jeongyeon memang cengeng, tapi tidak dengan hal kecil seperti ini. Gadis itu tidak mungkin menangis hanya karena Jimin atau siapapun yang mengatainya berisik.
"Jangan diintip Jim! Aku jelek saat menangis." Jimin tersenyum dan menghapus air mata gadis itu. Menatapnya lamat- lamat lalu menyobek satu kertas dari notes miliknya dan menuliskan.
'Jeongyeon jangan menangis...'
Betapa terkejutnya Jimin saat tangis gadis itu semakin menjadi- jadi. Ia jadi merasa bersalah. Jeongyeon menarik lengan Jimin dan terus berteriak yang bahkan Jimin tidak paham apa yang sedang Gadis itu teriak dan bicarakan.
A-aku membuatnya menangis? Apa aku baru saja melukai hatinya? Batin Jimin. Apa dia sedang datang bulan? Kata Ibu, orang yang sedang datang bulan akan suka marah dan menangis.
"Kau bayangkan Jim, bayangkan jika ibumu akan menikah dengan pria lain dan ibumu pasti akan lebih menyayangi pria itu ketimbang kau. Itu perasaanku sekarang Jim, aku tidak ingin itu terjadi Jim. Aku harus bagaimana?" Jimin jadi semakin bingung. Lalu Jimin menyodorkan notes kecil yang selalu ia kalungkan di lehernya.
'Tulis di sini agar aku paham. Kau lupa ya? Aku kan Tuli :( '
Jeongyeon langung mematung. Yang Gadis itu lakukan setelah itu bukan menuliskan kejadian yang membuatnya menangis tersedu- sedu seperti tadi. Justru ia beranjak dari duduknya, berdiri dengan lutut dan memeluk Jimin. Menyembunyikan wajahnya pada bahu mungil man tebal milik Jimin.
Jimin kembali tersadar bahwa Jeongyeon sedang menangis saat belasan air mata menetes mengenai kulit bahunya. Jimin memeluk Jeongyeon lebih dalam dan mengusap rambutnya.
'Semua akan baik- bakk saja..' Jeongyeon mungkin tidak melihat apa yang bibir Jimin gerakkan. Tapi, benar adanya bahwa semua akan baik- baik saja jika ia bersama Jimin.
●●●
Jimin bersandar pada pohon besar dengan Jeongyeon yang terpejam di sampingnya. Jeongyeon kembali menangis setelah menceritakan semua yang terjadi semalam hingga membuatnya menangis. Jimin tidak tau harus memberi saran seperti apa. Jika ada pun, tak semudah itu untuk melakukan saran darinya. Angin pagi menjelang siang semilir membuat mata Jimin juga memberat. Lelaki itu menggoyang- goyangkan Jeongyeon, membangunkan Gadis itu dan memerintahnya untuk melanjutkan tidur di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
FanficYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...