"Ada nggak Tae?" Jeongyeon menaiki sepeda Taehyung, menunggu Taehyung mencari kertas dari Jimin."Ada. Ini kan?" Taehyung mengusap peluh di dahinya.
"Wah terimakasih Tae." Jeongyeon berseru gembira sambil mengambil kertas kecil itu dari tangan Taehyung.
Mereka berdua pun berboncengan untuk pulang ke rumah. Seperti biasa, Taehyung mengendarai sepedanya dengan kencang membuat rambut lembut Jeongyeon melambai-lambai diterpa angin.
"Aku senang Jimin akan bisa mendengar suara kita." Ucap Taehyung diselingi senyum kotak khas miliknya.
"Aku juga sangat senang Tae. Bahkan tidak terpikirkan sebelumnya di hidupku." Ucap Jeongyeon.
"Kau sangat mencintai Jimin ya?" Taehyung menggoda Jeongyeon.
"Aku sayang sekali padanya. Dia itu baik, dan lucu." Jeongyeon jadi membayangkan wajah Jimin. "Tapi Tae, apa kamu tidak punya orang yang sedang disukai? Apa kamu sedang menyukai seseorang?"
"Ada. Sayangnya dia seorang kakak kelas." Jawab Taehyung. "Aku kalau suka sama perempuan itu tidak bisa lama-lama Jeong. Mungkin hanya sebulan dua bulan, lalu ganti. Sebulan dua bulan kemudian suka dan ganti lagi." Ucap Taehyung santai. Taehyung memang tidak pernah serius dengan seorang perempuan.
"Dasar kau ini. Memangnya di sekolah tidak ada yang menarik perhatianmu?" Jeongyeon penasaran.
"Ada. Tapi ya seperti yang aku bilang. Sebulan dua bulan ganti."
"Bukan-bukan. Yang benar-benar menarik perhatianmu. Yang sangat-sangat dan sangat kau sukai? Oh ayolah, aku yakin ada." Jeongyeon mengguncang badan Taehyung, membuat sepeda ontelnya oleng.
"Kenapa sih memangnya?" Taehyung mengerutkan dahinya.
"Aku penasaran Tae... kau kan temanku."
"kamu tidak kenal orangnya kok. Sudahlah Jeong, nafasku hampir habis diajak berbicara sambil mengkayuh sepeda." Taehyung tertawa.
"Hmm.. baiklah."
"Terimakasih Tae atas tumpangannya." Jeongyeon melambaikan tangan pada Lelaki bersenyum kotak itu.
"Besok pagi aku, Hoseok, dan Seungkwan akan datang menjemputmu." Ucap Taehyung sebelum Jeongyeon menutup pintu pagarnya,
"Baiklah."
Hari-hari tanpa Jimin terasa lama bagi Jeongyeon. Tidak ada percakapan di jendela, domba Jimin juga tidak digembalakan. Hanya diberi rumput oleh paman entah siapa namanya yang selalu datang tiga kali sehari memberi domba-domba itu rumput segar. Taehyung juga sering datang untuk mengajak Jeongyeon bermain di sore hari sepulang sekolah. Hanya saja tanpa Jimin ia merasa kurang. Lebih baik ia diam di kamar sambil mengerjakan tugas sekolahnya sampai ia benar-benar bosan dan pergi tidur.
"Jeongyeon sayang..." Suara Tuan Yoo berhasil membuat Gadis itu terbangun.
"Ayah!!!" Gadis itu berlari menuruni tangga dan memeluk Tuan Yoo erat. "Ayah, aku bosan." Ucapnya sambil cemberut.
"Rindu Jimin ya?" Goda Tuan Yoo. "Kan bisa main dengan Taehyung. Tadi Ayah lihat sedang main bersama Hoseok, Seungkwan, dan dua anak lagi Ayah tidak kenal."
"Tidak mau. Aku lebih suka bermain dengan Jimin saja. Lagian, Seungkwan suka jahil. Kalo ada Jimin kan nanti Jimin bisa melotot ke dia." Gadis itu semakin cemberut, dibuat-buat. "Ayah bawa apa ini?" Jeongyeon membuka bungkusan paper bag disamping tas kerja Tuan Yoo.
"Itu Ayah beli baju buat Jeong. Ayah tidak tau kamu suka yang warna apa, jadi ayah beli dua-duanya."
Jeongyeon membuka paper bag dan mengambil kedua baju di dalamnya. "Wah, warna biru." Ia menempelkan baju biru oversize itu di badannya. Kemudian meletakkannya di sofa dan mengambil satu baju lagi. "Wah, dress. Kenapa Ayah belikan aku dress?"
"Barangkali anak Ayah sudah besar dan berniat menggunakan dress kalau pergi dengan Jimin." Goda Tuan Yoo. Jeongyeon juga sangat tidak suka dress, risih katanya. Lebih leluasa menggunakan kaos dan celana jeans.
"Ayah, mana mungkin aku menggunakan dress sambil menemani Jimin menggembala domba. Yang benar saja, nanti terbang semua bagaimana?" Jeongyeon membuat Ayahnya tertawa. "Tapi tidak apa, ini cantik sekali. Terimakasih Ayah..." Jeongyeon memeluk Tuan Yoo.
●●●
"Sayang, bisa dengar suara Ibu?"
Jimin memegangi telinganya yang sedikit berdengung. Menyesuaikan diri dengan alat bantu dengar yang beberapa detik lalu dokter pasangkan di telinganya.
"Jimin, Bisa denger suara Ibu?" Nyonya Ahn mendekatkan posisi dirinya dengan Jimin.
Mata Jimin membulat, terkejut. 'Su- suara Ibu?' Bibirnya terbata-bata.
"Iya, ini suara Ibu Jim. Apa bisa dengar suara Ibu lagi?" Nyonya Ahn seperti tidak percaya bahwa hal seperti hari ini akan terjadi. Ia menghapus air mata yang mengalir dari matanya.
'De-dengar Bu..' Jimin mengangguk lalu memeluk Nyonya Ahn erat sambil menangis di bahu Ibunya.
"Ibu sangat senang sekali." Nyonya Ahn mengusap bahu anak lelakinya.
'Aku juga Bu.' Meski nyonya Ahn tidak bisa membaca gerak bibir Jimin, beliau tahu bahwa anak semata wayangnya ini juga sedang bahagia. Amat sangat bahagia.
"Ibu senang sekali Jimin bisa dengar suara Ibu." Nyonya Ahn terus mengulang kata-katanya. "Nanti kamu tidak akan kesusahan lagi untuk bermain dengan Jeongyeon, Taehyung, Hoseok, Seungkwan, Jungkook, Mingyu, dan yang lainnya lagi." Nyonya Ahn mengecup dahi Jimin lama.
Ah iya, aku jadi penasaran suara mereka dan suara nenek juga. Apa sama lembutnya seperti suara Ibu? Apa aku akan terkejut mendengar suara mereka? Batin Jimin.
"Baiklah, Sehabis ini ayo kita selesaikan beberapa keperluan di rumah sakit bersama dokter, lalu Ibu akan mengemasi pakaian dam kembali pulang." Ucap Nyonya Ahn bersemangat. Jimin mengangguk sambil mengangkat jempolnya.
Hi, long time so see :'
Maaf ya updatenya sedikit kali ini, hehe..
Semoga kalian gk bosen baca dan gk bosen nunggu yaa😢Terimakasih sudah baca hehee💜
Don't forget vote and comments.
Thanks
-Alfa
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
FanfictionYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...