"Pagi Jeong, kau sudah sembuh ya?" Sapa Taehyung pada Jeongyeon yang bersiap mengkayuh sepedanya."Sudah dong. Aku kan langsung sembuh jika sakit." Jeongyeon nyengir sambil membenarkan posisi roknya.
"Ya jelas, yang merawatmu kan Jimin." Entah dari mana Seungkwan datang. Seperti biasa, meledek Jeongyeon.
"Apasih. Kamu selalu begitu." Jeongyeon menendang ban sepeda Seungkwan.
"Hey! Sepedaku ini baru keluar dari bengkel." Jawab Seungkwan.
"Emang aku peduli?" Jeongyeon sinis.
"Hey, sudah-sudah. Nanti terlambat ke sekolah loh..." Hoseok melerai keduanya. Taehyung menonton mereka sambil geleng-geleng kepala. Seakan-akan ia paling waras, padahal tidak jauh beda. "Kamu sudah benar-benar sembuh kan?" Hoseok menaruh perhatiannya pada Jeongyeon.
"Sudah kok. Lagian kemarin hanya demam." Jawab Jeongyeon. "Ayo kita berangkat."
Mereka pun mengkayuh sepedanya satu persatu. Taehyung paling depan, lalu di urutan kedua Seungkwan, ketiga Jeongyeon, dan terakhir Hoseok. Tidak ada percakapan setelah itu. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing sambil memperhatikan sawah dan pabrik yang mulai menyalakan mesin mereka.
●●●
"Hoseok, kau pergi duluan saja ke kelas. Aku mau pergi ke kantin." Ucap Jeongyeon saat memarkir sepedanya.
"Tidak mau kutemani? Nanti kalau diganggu Wonwoo dan Jinyoung bagaimana?" Mereka memang sering mengganggu Jeongyeon. Biasa, anak laki-laki memang suka begitu. Kalau tidak memanggil nama lengkap Jeongyeon ya bersiul-siul hingga hampir saja Hoseok melayangkan pukulannya. Sebenarnya hanya Jinyoung yang memanggil dan bersiul kepada Jeongyeon. Tapi Hoseok sering menangkap Wonwoo yang menatap Jeongyeon dengan tajam.
"Tidak masalah. Lagi pula Jinyoung hanya memanggil-manggil namaku dan mengajakku bicara kan." Jawab Jeongyeon sedikit santai.
"Baiklah kalau begitu. Aku harus ke ruang guru untuk mengambil tugas jam kosong pelajaran sejarah hari ini." Hoseok membenarkan tas ranselnya.
"Baiklah, sampai jumpa nanti." Jeongyeon melambaikan tangan pada Hoseok dan bergegas menuju ke kantin sebelum bel berbunyi. Benar saja, sesampainya di kantin ada Wonwoo dan Jinyoung yang sedang menikmati beberapa bungkus camilan. Jeongyeon memfokuskan pandangannya ke deretan jajanan di meja-meja kantin, menghindari kontak mata dari Wonwoo dan Jinyoung.
"Eh, sudah masuk ya? Kemarin aku dengar kamu sakit." Park Jinyoung menghampiri Jeongyeon.
"Rotinya dua ya Nyonya." Jeongyeon pura-pura tidak mendengar perkataan Jinyoung.
"Mau kubayarkan? Aku bayarkan ya.." Jinyoung mengambil dompetnya dari saku celana.
"Tidak. Aku punya uang." Jawab Jeongyeon singkat.
"Apa barusan kau menjawab perkataanku? Kenapa tidak sedari kemarin-kemarin?" Jinyoung menyenggol pundak Jeongyeon pelan. Merasa risih, Jeongyeon bergeser sedikit satu langkah. Jeongyeon memang tidak pernah membalas semua perkataan Jinyoung. Karena perintah Hoseok memang untuk jangan berbicara dengan Jinyoung. Nanti kelakuan jahilnya akan menjadi-jadi.
"Terimakasih." Jeongyeon sudah selesai dengan urusannya membeli roti dan teh hangat. Ia bergegas meninggalkan kantin. Namun, ia dikejutkan dengan Wonwoo yang menjulang tinggi berdiri menghalangi jalan. Jeongyeon pikir Wonwoo hanya kebetulan berdiri di hadapannya karena akan membayar jajanan yang ia beli. Rupanya tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
أدب الهواةYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...