"Mau kemama Jeong?""Menemui Jimin Yah.." Jeongyeon tergesa- gesa memasang sandal.
"Tetap di rumah." Perintah Tuan Yoo.
"Hanya sebentar kok, nanti jug-,"
"Tetap di rumah!" Jeongyeon terkejut mendengar Ayahnya berteriak membentaknya. "Sekarang kamu sudah bandel ya. Tidak pernah mau mendengarkan Ayah." Tuan Yoo mengusap wajahnya kasar. Rupanya Wanita calon istri Tuan Yoo sudah pulang setelah Jeongyeon memasuki kamar.
"Ayah kenapa sih? Ayah tidak suka ya liat aku bahagia? Kenapa Ayah selalu melarangku ikut dengan Jimin untuk menggembala domba?"
"Nanti tersesat lagi bagaimana? Kau itu sering merepotkan Jimin. Lagipula kenapa juga tadi pagi menyuruh Jimin mengantar ke sekolah. Kan bisa dengan teman yang lain." Suara Tuan Yoo perlahan merendah. Anak gadisnya itu sudah berkaca- kaca, beberapa detik lagi tangisnya akan meledak.
"Jimin yang minta kok. Lagian Ayah tidak usah ikut- ikut deh. Ayah urus sana calon istri Ayah." Jeongyeon langsung keluar dari rumahnya.
Tuan Yoo mengusap wajahnya kasar. Untuk saat ini, Tuan Yoo benar- benar bingung ia harus bagaimana. Ia ingin menikah membenahi keluarganya dan memberikan Jeongyeon seorang ibu meski ia juga tau tidak akan ada yang bisa menggantikan almarhum istrinya. Di sisi lain, anak gadisnya memaksa tidak ingin memiliki seorang ibu baru.
Jeongyeon dengan berlinang air mata berlari mengejar Jimin sore itu. Matanya yang buram karena air mata menatap punggung lelaki berkaos biru tua yang tak jauh darinya. Gadis itu menggunakan lengan seragamnya untuk menghapus air matanya. Saat hanya tinggal selangkah jarak antara Jeongyeon dan Jimin, Gadis itu langsung menghambur memeluk Jimin dari belakang dan menyembunyikan wajah menangisnya di punggung Jimin. Jimin pun sontak terkejut dan menghentikan perjalanannya. Dari jemari mungilnya saja Jimin tau itu adalah Jeongyeon. Sudut bibir Jimin tertarik membentuk lengkungan senyum yang manis. Tapi senyum Jimin langsung pudar begitu merasakan air yang merembes masuk di punggungnya.
Jimin dengan panik membalikkan badan dan memegang pundak Jeeongyeon, menatap kedua mata Gadis itu yang terpejam dan berlinang air mata. 'Ada apa?' Jimin mengguncang bahu Jeongyeon pelan. 'Apa sekolah pertamamu buruk?' Jeongyeon menggeleng pelan. Jimin jadi memutar otaknya, mengingat kembali kemarin saat Jeongyeon juga menangis seperti ini.
"Boleh aku ikut denganmu?"
'I- iya, tentu..' Jimin mengangguk dan menggandeng tangan Jeongyeon yang masih sesenggukan menangis.
Rasanya aku ingin memeluknya. Batin Jimin.
Di perjalanan menuju padang rumput, pandangan Jimin tidak lepas dari Gadis di sampingnya. Jeongyeon juga tidak sadar Jimin terus memandanginya sedari tadi.
Jeong, jika aku menyatakan perasaanku padamu apa kau akan menerimaku?
Sesampainya di padang rumput, Jimin seperti biasa membiarkan domba- dombanya berkeliaran untuk memakan rumput. Menunggu sampai hari mulai gelap di bawah pohon besar nan rindang. Jeongyeon dan Jimin bersandar di batang pohon besar itu, menatap matahari yang mulai turun dan tenggelam dimakan bukit- bukit kecil di depan sana. Jimin menyingkirkan rambut yang menutupi pipi Jeongyeon ke sela daun telinganya. Menatap Gadis itu lamat- lamat hingga kedua mata mereka bertemu.
"A- ada apa Jim?" Jeongyeon gugup. Jimin hanya menggeleng dan masih menatapnya. Lalu Jimin beralih ke notes yang menggantung di lehernya.
'Apa yang akan kau lakukan jika aku mengatakan aku menyukaimu?'
Rasanya, pipi Jeongyeon kembali direbus saat membaca tulisan pada notes Jimin. Jeongyeon berusaha memalingkan wajahnya dari Jimin. Namun Lelaki itu malah mengunci wajah Jeongyeon agar terus menatap kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
FanfictionYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...