Jeongyeon terbangun saat percikan air hujan mengenai wajahnya. Gadis itu perlahan membuka matanya dan mendengar seseorang membuka pintu rumahnya. Jeongyeon bangkit dan keluar dari kamarnya, mendapati Ayahnya pulang cepat membuat Gadia itu senang."Ayah pulang cepat ya?" Seperti melupakan kemarahan pada Ayahnya, Jeongyeon memeluk Tuan Yoo.
"Iya sayang. Kok belum ganti baju? Baru pulang ya?" Tuan Yoo mengelus rambut anaknya dan mengacaknya gemas.
"Iya baru pulang, lalu ketiduran." Jeongyeon menggelayut manja. "Ayah mau masakin buat Aku ya?" Jeongyeon memandang kresek yang ditenteng Tuan Yoo. Ada sayur dan ikan di dalam sana.
"Kita akan makan malam bersama malam ini. Tapi bukan Ayah yang memasakkannya. Tapi, calon Ibu Jeongyeon yang akan memasakkannya." Tepat saat itu juga pintu rumah terbuka dan nampak Wanita tidak asing bagi Jeongyeon sedang menenteng kresek berisi bahan masak. Jeongyeon perlahan melepaskan pelukan pada Tuan Yoo.
"Aku lebih baik tidak makan." Gadis itu melipat kedua tangannya di dada.
"Sayang, ayolah..." Tuan Yoo membujuk Anak gadisnya.
"Sudah berapakali Aku bilang, Aku tidak mau Yah... Aku tidak ingin punya Ibu baru. Aku tidak ingin ada seseorang yang mengganti Ibuku. Kenapa Ayah tidak mengerti?" Wajahnya merah karena emosi. "Lagipula apa Ayah akan bisa menjaganya? Menjaga Ibu saja Ayah tidak bisa." Tuan Yoo dan Nona Kira terkejut mendengar kalimat terakhir Jeongyeon. Satu tamparan keras lolos dan berhasil membuat pipi kanan Jeongyeon memerah.
"Hati- hati kalau bicara. Kenapa semakin besar Jeongyeon jadi semakin nakal?! Kenapa sekarang Jeongyeon tidak mau mendengarkan Ayah lagi?!" Jeongyeon pun terkejut saat Tuan Yoo menamparnya.
"Yoo, sudahlah. Ia masih belum bisa menerimaku, jangan begitu." Nona Kira mendekati Jeongyeon dan mengelus pundaknya pelan. Punggung Gadis itu naik turun disertai air mata yang berebutan keluar dari mata kecilnya. "Sayang, jangan menangis. Ayo Jeongyeon mandi dan kita-," Jeongyeon menepis tangan Nona Kira.
"Tidak!" Jeongyeon berlari dan membuka pintu rumahnya kasar, memasang sepatunya dengan cepat dan berlari setelah menatap wajah Ayahnya dengan pandangan mengabur karena air mata yang menumpuk di pelupuk matanya. Jeongyeon tidak peduli derasnya hujan, sore yang semakin gelap dan suara gemuruh yang sebelumnya ia sangat takut.
Kedongkolan hati kadang bisa membuat kita lupa akan ketakutan kita, kan?
"Jeongyeon! Ini hujan sayang!" Suara Nona kira masih sempat terdengar di telinga Jeongyeon. Namun, Gadis itu tidak peduli. Ia terus berlari, meski suara Ayahnya juga berhasil ia dengar.
"Kau terlalu kasar dengan Jeongyeon, Yoo." Nona Kira mengusap wajahnya yang juga basah karena air hujan. Tuan Yoo mengusap rambutnya yang basah. Ia bingung harus bagaimana, anaknya sudah tidak tampak karena hujan yang deras. Hanya satu nama yang ada dalam benaknya, yang mampu menyembuhkan hati Anak gadisnya itu. Park Jimin.
"Kau jaga rumah, aku akan meminta pertolongan." Nona Kira mengangguk menurut.
Tuan Yoo dengan cepat berlari ke rumah Jimin dan mengetuk pintunya sedikit kencang. Nenek Jimin yang membuka pintu pun terkejut karena kemeja Tuan Yoo basah dan wajahnya yang gelisah.
"Apa bisa saya bertemu dengan Jimin?"
"Iya, dia ada di kamar."
●●●
"Mungkin kau tau kemana Jeongyeon berlari."
Jimin terlihat berfikir. Sebenarnya Jimin sedikit terkejut karena yang ia tau Jeongyeon itu takut gelap dan takut petir. Wajah Jimin juga gelisah, ia mengusap dagunya berfikir. Hanya ada dua tempat yang pasti Jeongyeon mendatangi salah satunya. Danau atau pohon besar tempat Jimin menggembala domba.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [PJM] ✔
FanficYang Jimin tau, ia sangat tertarik dengan gadis bernama Yoo Jeongyeon, tetangga barunya. Gadis itu aneh, unik. Tapi Jimin suka. Terkadang muncul ide aneh di kepala gadis itu untuk bisa ikut Jimin menggembala domba- domba nenek di padang rumput diam...