Aisy_18

697 53 10
                                    

Sudah tiga bulan setelah kejadian itu namun hingga saat ini Bela masih menampilkan wajah murung bahkan  tanpa sengaja saat kehamilan nya belum terlalu nampak, aku melihatnya mencaci bahkan memukuli perutnya dan mengatakan menyesal kenapa bayi dalam kandungan nya tidak keguguran saja.

Aku mengerti bahwa Bela tertekan karena kehamilannya  ditambah orang tuanya sudah tidak mau menemui dia lagi semenjak kejadian di rumah sakit waktu itu, sedangkan ibu sudah mulai menerima kenyataan walaupun aku masih melihat kekecewaan dari tatapan nya namun tak dapat ku pungkiri bahwa ibu cukup perhatian dengan kehamilan Bela karena ibu lah yang selalu menyiapkan susu ibu hamil saat aku tidak ada.

Aku benar-benar berusaha menepati ucapan ku bahwa aku akan menerima anak Bela dan menyayangi nya sebagai darah dagingku sendiri, perut Bela sudah mulai membuncit di kehamilan nya yang sudah menginjak lima bulan ini.

"Bel ayo makan dulu, kamu pasti belum makan malam kan? Tadi kata ibu, kamu tidak keluar untuk makan malam"

Bela hanya bergeming tanpa menoleh sedikit pun kearah ku yang membawakan nampan berisi makan malam untuk nya dan dia masih sibuk memperhatikan langit dari kaca jendela yang terbuka, lantas aku menghampiri nya dan menyampirkan selimut di tubuhnya agar dia tidak kedinginan.

"anak Ayah pasti sudah lapar kan?" ucapku seraya mengelus perut buncit nya dan beberapa kali mendarat kan kecupan di sana, saat ini aku hanya ingin benar benar mencurahkan kasih sayang untuk anak dalam kandungan Bela karena seorang anak sudah mulai belajar dari semenjak di dalam kandungan maka tugasku adalah mencurahkan kasih sayang yang tidak di berikan oleh ayah maupun ibu kandung nya sendiri.

Aku menuntun Bela untuk duduk dan mulai menyuapi nya makan walaupun awalnya dia menolak namun aku memaksa dengan alasan bahwa aku hanya khawatir dengan bayi dalam kandungan nya yang pasti sudah kelaparan.

Bela menghabiskan makanan nya hingga tandas kemudian ku berikan segelas susu hamil kepadanya walaupun dengan sedikit paksaan.

"anak Ayah sudah kenyang kan sekarang? Segera tidur ya sayang ini sudah malam, ingat jangan bikin sulit Mama. Ayah sayang sama kamu" ucapku seraya mengelus perut Bela kemudian beranjak membereskan tempat makan dan keluar dari kamar menuju dapur.

Di dapur lantas buru buru ku letakan piring di bak cucian dan mengambil segelas air kemudian meneguknya hingga tandas, selalu seperti ini selama tiga bulan terakhir.

Walau sekuat apapun aku mencoba mengikhlaskan semua kejadian ini namun terkadang hatiku terasa sakit saat berbicara dengan bayi dalam kandungan Bela, aku mungkin kecewa dengan Bela yang tidak pernah mau memberitahukan siapa ayah biologis dari Bayi yang berada dalam kandungan nya namun aku selalu menekankan bahwa walau bagaimanapun Bayi dalam kandungan Bela tidak pernah meminta untuk hadir dengan cara seperti ini, Bayi itu tidak bersalah.

Aku terkejut dengan satu tepukan tiba-tiba di pundak ku, aku hanya mengulas senyum tipis saat mengetahui siapa pemilik tangan yang sempat membuat ku terkejut.

"Asa jangan di paksakan nak"

"Asa baik-baik aja bu"

"iya ragamu mungkin terlihat baik-baik saja tapi ibu tahu disini --ibu menunjuk dadaku-- kamu tidak sedang baik-baik saja"

Aku tidak berkata apa apa lagi, aku hanya memeluk ibu karena hal itulah yang kini tengah aku butuhkan. Biarlah hanya di hadapan ibu aku seperti ini tapi aku tidak akan menyerah untuk memperbaiki pernikahan ku walaupun nyatanya Bela tidak ingin melakukan hal yang sama.

Hari terus berganti minggu, minggu bertemu bulan dan akhirnya aku sampai di titik ini. Titik dimana aku merasakan kecemasan luar biasa saat anak ku akan lahir.

Aisy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang