___________________
Carolina POV
Buket bunga daisy yang kemarin tergeletak di apartement ku sudah bertengger manis di vas bunga meja kerjaku
Aku masih belum yakin tentang pendapatku bahwa yang memberikannya adalah Pedro.
Maksudku, bagaimana dia bisa memperdulikanku? Lagian, bukankah dia sudah mempunyai pasangan bernama Becca, model yang sangat terkenal itu? Bahkan jika dibandingkan, kecantikkanku jauh di bawahnya.
Lamunanku terhenti karena dering handphoneku pertanda adanya notifikasi yang masuk. Dan nama Arzel tertera disana.
Arzel memang sudah menyatakan perasaannya kepadaku. Tapi, aku sudah mencari jalan terang dengannya. Aku mencintai Pedro. Dan aku tidak bisa bersamanya karena hatiku berlabuh pada orang lain.Dan dia bilang, dia bisa mulai membuka hatinya pada orang lain (baca: Thea) dan menganggap aku sebagai adiknya. Iya, yang harus dia jaga melebihi dirinya sendiri.
Tepat seperti yang dijanjikan oleh Arzel, dia menjemputku jam 8. Dia benar-benar terlihat mempesona. Sepertinya dia belum sempat mengganti pakaian kerjanya. Terlihat dari kemejanya yang sudah tergulung dan jaket blue navy yang tak lagi rapi.
"You look awesome." Bisik Arzel sambil memelukku. "Thank you. You look handsome too." Aku membalas pelukan Arzel.
"Ayo, nanti kita terlambat." dia pun menggandeng tanganku dengan lembut setelah aku memastikan apartement tertutup dengan aman.
Kurang lebih 30 menit kemudian, mobil Arzel berhasil membelah keramaian kota Boston.
Setelah kami mengikuti pelayan untuk menunjukkan meja reservasi, aku pun memesan makanan dan dilanjutkan oleh Arzel.
Kami pun berbincang tentang perkerjaan sampai hal yang tidak penting lainnya. Aku tak tau aku yang bodoh atau hatiku yang bodoh, bagaimana aku tidak bisa mencintai manusia seperti Arzel dan masih mencintai manusia yang membuatku menunggu?
"Hey? Lin? Kenapa melamun?" Tanya Arzel sambil sedikit mengguncang bahuku. "Ah, tidak apa-apa. Hanya sedikit memikirkan tentang penerbitan saja."
"Jangan terlalu banyak pikiran tentang pekerjaanmu. Pikirkan tentangku saja lebih baik." Okay, jadi dia bermaksud menggodaku?!
"Kamu mau aku temani kamu makan atau aku pulang sekarang?!"
"Iya, iya. Maaf. Kamu lucu kalau lagi marah."
"Zel?! Jika kau masih berkata seperti itu kau tau kan akibatnya?"Saat Arzel sedang menertawaiku dengan puasnya, tanpa sadar, tatapanku beralih kepada orang yang sedang menatapku juga. Yang sangat familiar di mataku. Yang mungkin memberikan buket bunga kemarin malam. Duduknya pun tepat di belakang Arzel.
Oh good, dan dia bersama hmm, tunangannya mungkin?
"Kamu kenapa?" Arzel bertanya melihat aku yang tiba-tiba terpaku. "Eh? Gapapa. Aku gapapa." Seakan tau apa yang aku pikirkan, dia berbalik ke belakang dan menemukan apa yang menjadi objek ku tadi.
Untung saja Pedro sudah mengalihkan tatapannya ke pasangan di depannya. Sepertinya Becca. Apa peduliku?
"Oalah, dia toh yang kamu perhatikan." Kata Arzel dengan santainya.
"Tidak, aku tidak memperhatikannya Arzel."
"Iya, memang bukan matamu yang menginginkannya. Tapi hatimu."
"Hentikan omonganmu sebelum aku muntah disini."
"Silahkan saja."
"Astaga. Arzel!"Kami pun terdiam sejenak, selain karena makanan sudah datang, mungkin kita asik dengan pikiran masing-masing.
Karena kecanggungan yang ku ciptakan, aku pun izin ke toilet untuk me jernihkan pikiranku.
♾♾♾
Pedro POV
Becca benar-benar aneh. Dia tiba-tiba memintaku untuk makan malam di sebuah restoran di Boston. Dan, aku pun tak tau sejak kapan dia sampai di Boston. Padahal, aku kesini selain untuk bertemu Olin, aku ingin menghindari manusia satu ini.
Aku benar-benar muak dengannya.
Kami sama sekali tak mempunyai hubungan dan dia dengan sesukanya memberitakan kalau aku akan bertunangan dengannya? Bagaimana aku tidak muak?
Jika kalian bertanya mengapa aku tidak membuat klarifikasi atau sebagainya, karena aku tak mau mengecewakan orang tuanya karena mempermalukan anaknya. Her parents is really nice to me, fyi.
Sesampainya di restoran yang sudah Becca rencanakan, kami mencari tempat duduk dan menemukan salah satu di dekat jendela, di lantai paling atas.
Pemandangan Kota Boston benar-benar terlihat menakjubkan dari sini. Sayangnya, yang duduk dihadapanku bukan orang yang selama ini mengganggu pikiranku.
"Ped? Hey? Sedang mikirin apa?" Kata Becca sambil melambaikan tangannya di depan wajahku.
"Ah, ya? Aku tak apa. Sudah memesan makanan?" Jawabku.
"Sudah, tinggal kamu saja yang memilih. Setelah itu kita bisa panggil pelayan."
Setelah aku memesan makanan dan tinggal menunggu makanan itu datang, telingaku mendengar suara yang tak pernah asing di telingaku.
"Iya, iya. Maaf. Kamu lucu kalau lagi marah."
Wait, itu suara Arzel? Dia berbicara dengan siapa?
"ARZEL?!" Oh, God, that angel voice. Olin?!Setelah memanggil pelayan dan memesan makanan kami, aku pun permisi ke toilet saat melihat Olin ke toilet.
Pastinya aku tidak masuk ke dalam toilet, aku hanya menunggunya di luar, dan sebenarnya aku tak tau apa yang harus dilakukan saat dia keluar dan melihatku menunggu.
Derap langkah sepatu high heels yang terdengar tumpul mulai mendekati tempat aku berdiri.
"Wait. Olin? We meet again."
♾♾♾
Ternyata, semesta masih mengasihani cerita kita. Dia mengijinkan kita bersua.
-Pedro Linola
Udah la yaa. Ga usa panjang2 notesnya :( Parah bat ya gw. Update lama bat. Lebih lama dari nungguin doi peka :))
Gabisa janjiin kapan bisa update lagi. But, hopefully y'all not waiting for too long.
-All the love A
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [ON HOLD]
Teen FictionJika manusia bisa memilih ingin dicintai oleh siapa saja, mengapa manusia bisa merasakan cinta yang tidak terbalas? Pedro Linola Admillio dan Carolina Theodore Leaton. Sepasang sahabat yang sebenarnya saling mencintai tapi mereka tidak menyadari keb...