Wanita itu mengusap rambut hitam Itachi. Wajahnya tampak sendu. “Maafkan aku. Maafkan aku,” ia berujar lirih.
Itachi yang masih berumur lima tahun hanya memandang penuh tanya. Tubuhnya terasa sakit. Kepalanya juga seperti mau pecah. Saat ini ia tengah berbaring di ranjang putih rumah sakit dengan tubuh yang dibungkus perban seperti mumi.
“Maafkan aku,” ucap wanita itu lagi sambil menggenggam erat tangan Itachi.
Itachi dapat melihat selang infus pada tangan yang digenggam wanita tersebut. Itachi hanya ingat bahwa ia dan keluarganya sedang bernyanyi riang di dalam mobil malam itu. Sampai sebuah cahaya yang silau menutupi pandangannya.
“Ayah? Ibu?” Itachi bersuara.
Tangisan wanita itu semakin deras. Ia tampak tergugu. “Maafkan aku sudah membuat ayah dan ibumu meninggal. Maafkan aku.”
Itachi tersentak dari tidurnya. Ia mengusap wajah dengan telapak tangan. Untuk yang kesekian kalinya, Itachi lagi-lagi memimpikan wanita tersebut. Wanita yang sudah menghancurkan hidupnya.
Lelah dengan mimpi yang baru saja dialami, membuat tenggorokan Itachi terasa kering. Pria itu beranjak dari ranjang menuju dapur. Ia menuang segelas air putih sebelum duduk di meja makan. Dengan rakus, ia menghabiskan seluruh air yang ada dalam gelas tersebut.
“Belum tidur lagi?”
Pertanyaan itu mengejutkan Itachi. Ia hampir saja tersedak dari minumnya. Bola mata sekelam malam tersebut mendapati sosok bibinya yang memandangnya penuh tanya. Di tangan wanita tersebut tersampir jas putih ciri khas seorang dokter.
“Mimpi buruk,” Itachi menyahut kalem.
Tsunade mengangguk tanda paham. Ia menghampiri Itachi sebelum turut duduk di hadapan pria tersebut. Tangannya menuang segelas air putih untuk ia minum.
“Akhir-akhir ini bibi selalu pulang malam,” ucap Itachi sambil memandang Tsunade dengan nada suara penuh kekhawatiran. “Sebaiknya bibi cepat beristirahat. Kudengar dari kakek, besok bibi harus menangani operasi besar.”
Wanita berambut pirang itu terkekeh. Sebagai seorang dokter, Tsunade jelas sudah terbiasa pulang dini hari. “Kamu memang keponakan yang perhatian,” ucapnya sebagai balasan. Ia menatap Itachi sejenak sebelum bertanya, “Kamu memimpikan masa lalumu lagi?”
Pria itu tersenyum sendu. “Dia terus meminta maaf padaku. Namun sampai saat ini aku masih tidak bisa memaafkannya.”
Helaan nafas terdengar dari Tsunade. “Sudah seharusnya kamu berdamai dengan masa lalumu. Kedua orang tuamu tidak akan senang jika tahu anaknya menjadi seorang pendendam.”
Hening. Itachi diam, tidak menanggapi. Seolah kata damai begitu sulit menyentuh hatinya.
“Kamu masih mencarinya?”
Anggukkan kepala Itachi menjadi jawaban. “Namun tidak ada kabar apapun dari orang yang kusewa. Seolah wanita tersebut sudah menghilang ditelan bumi. Bahkan sedikit jejak tidak terlacak sama sekali.”
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING✓
Fanfiction"Jangan kau pikir pernikahan ini akan berakhir bahagia," adalah komentar Itachi saat memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Sakura tidak pernah tahu mengapa Itachi begitu membencinya. Pria itu berubah hanya dalam hitungan detik setelah mereka...