Sakura terbangun dari tidur dengan kepala pusing. Jejak air mata masih tersisa di sudut mata dan pipinya. Sakura ingat bahwa ia jatuh tertidur setelah menangis cukup lama. Ia memegangi kepalanya sebelum duduk di ranjang.
Mata gadis itu menatap sisi kanan ranjangnya yang kosong. Tangannya mengusap bagian ranjang tersebut. Dingin. Itachi sepertinya memang tidak kembali sejak semalam pergi.
Sakura menghela nafas dengan perasaan bingung. Kemana suaminya pergi semalam? Mengapa ia tidak kembali? Apa yang salah? Benaknya bertanya tanpa bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Ragu-ragu ia mengambil ponsel yang berada di meja nakas. Tangannya mencari kontak Itachi sebelum berusaha menghubungi suaminya tersebut. Sayangnya panggilan tersebut tidak diangkat. Sakura tidak tahu apakah Itachi sengaja mengabaikannya atau tidak.
Kali ini jarinya bergerak lincah di atas keyboard. Jika Itachi tidak mengangkat telepon, Sakura masih bisa mengirimkan pesan padanya.
Kakak dimana? Kenapa semalam tidak pulang? Aku cemas.
Sent.
Sepuluh menit. Lima belas menit. Dua puluh menit. Sakura menunggu. Namun Itachi tidak juga membalas pesannya. Sakura menggigit bibir bawahnya. Ia menatap kosong layar ponsel.
Padahal pernikahan mereka baru saja berlangsung. Sakura bahkan masih mengingat kebahagiaan yang memenuhi dirinya kemarin. Itachi juga bersikap begitu lembut, penuh perhatian, dan tidak berhenti menggodanya. Tidak sampai kemarin malam. Semuanya berubah dalam hitungan detik dengan penyebab yang tidak Sakura ketahui.
Suara perut yang bergemuruh mengalihkan perhatian Sakura. Ia memang belum makan sejak semalam. Terlalu sibuk menghabiskan stok air mata karena ditinggal Itachi sendirian di ruangan ini.
Sakura menepuk kedua pipinya lembut. “Aku lebih baik mengisi perut lebih dulu,” ucapnya sambil tersenyum kecil.
Sakura bangkit dari tempat tidurnya sebelum berjalan menuju kamar mandi. Ia membersihkan wajahnya yang tampak layu dan kusut serta menyikat gigi. Sakura juga mengganti pakaian tidurnya dengan kaos merah dan celana pendek selutut.
Setelah siap, Sakura berjalan menuju telepon yang tersedia di ruang tengah. Ia meminta diantarkan makanan ke ruangannya. Sembari menunggu, Sakura menyalakan televisi meski ia tidak mengerti bahasa Korea.
Tangan gadis itu kembali mengambil ponsel. Ia kembali mengecek dengan penuh harap bahwa Itachi akan membalas pesannya. Sayang yang diharapkan tidak terjadi. Masih tidak ada balasan dari suaminya. Sakura kembali berwajah murung.
Suara bel mengejutkan Sakura. Ia beranjak dan membuka pintu. Makanannya sudah sampai. Ia memberi uang tip dan mengucapkan terima kasih dalam bahasa Inggris sebelum menutup pintu. Dengan piring di tangan, Sakura beranjak menuju meja makan. Ia menghabiskan makanannya dengan lahap.
Piringnya bersih dalam sekejap. Sakura menepuk perutnya yang kini sudah terisi penuh. Ia kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa sambil menatap layar kaca televisi. Dering ponsel terdengar, membuat Sakura bersemangat. Sayangnya yang muncul adalah nama neneknya.
“Ada apa, nek?” Sakura bertanya setelah mengangkat panggilan dari neneknya.
Neneknya tertawa. “Memangnya nenek tidak boleh menelpon? Nenek mengganggu bulan madumu, ya?”
Sakura menggigit bibir. Kesedihan menyelinap dalam hatinya. “Nenek tidak mengganggu. Aku hanya cemas karena nenek tiba-tiba menelponku.”
“Nenek tidak kenapa-kenapa. Hanya kangen pada cucu yang selalu di rumah menemani nenek,” ucap Chiyo dengan nada rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING✓
Fanfiction"Jangan kau pikir pernikahan ini akan berakhir bahagia," adalah komentar Itachi saat memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Sakura tidak pernah tahu mengapa Itachi begitu membencinya. Pria itu berubah hanya dalam hitungan detik setelah mereka...