Sasori mengerutkan keningnya. Sudah berulang kali ia mencoba menghubungi nomor Sakura, nada sibuk yang menjadi jawaban. Pikiran buruk mulai berkelana di dalam kepalanya. Sasori mengingat dengan jelas sikap Sakura dua minggu lalu yang tampak memiliki masalah rumah tangga runyam dengan suaminya.
Jemari Sasori mengetuk meja kerjanya sambil berpikir keras. Jika ia tiba-tiba muncul di kediaman adiknya, apakah respon suami Sakura akan menerimanya dengan tangan terbuka? Mengingat pertemuan terakhir mereka tidak berlangsung baik, menurut Sasori.
"Apa yang Sasori-kun pikirkan?"
Pertanyaan itu menghentikan lamunan Sasori. Di depannya berdiri seorang gadis anggun dengan surai berwarna indigo. Ia baru saja tiba tadi siang dan akan menginap di kediaman Sasori. Mata bulat gadis itu menatap penuh tanya pada tunangannya tersebut.
Sasori menghela nafas. "Aku khawatir karena Sakura tidak bisa dihubungi sejak tadi pagi," jawabnya dengan jujur. Jelas saja Sasori cemas karena seharian ini Sakura tidak dapat dihubungi. Sasori menyesal tidak menanyakan kabar adiknya setiap hari mulai dari dua minggu lalu. Bisa saja Sakura sudah dalam keadaan tidak baik-baik saja sejak terakhir ia pulang mengantarnya. "Menurutmu aku harus bagaimana, Hinata?"
Gadis bernama Hinata itu mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Sasori. "Mungkin saja adikmu lupa mengisi daya ponselnya. Itu sebab ia tidak bisa dihubungi sama sekali," Hinata menjawab dengan kemungkinan yang muncul dalam kepalanya.
Sasori menggeleng resah. "Terakhir kali kami bertemu, ia tampak memendam masalah yang cukup pelik dengan suaminya. Itu yang membuatku khawatir."
Hinata menopang dagunya, berpikir keras. "Kau mau mengunjungi tempat tinggalnya, namun kau takut jika kemunculanmu akan menimbulkan masalah lain yang tidak perlu," Hinata membaca situasi dengan baik. Sasori jelas mengangguk, membenarkan perkataan tunangannya. "Apa perlu aku yang kesana?"
Sasori mengernyit. "Sakura tidak mengenalmu."
Hinata terkekeh. "Aku bisa memperkenalkan diriku sebagai tunanganmu. Sakura pasti bersedia menemuiku meskipun tidak pernah berjumpa denganku. Tidak ada adik yang tidak penasaran dengan calon pendamping kakaknya."
Sasori tersenyum mendengar jawaban Hinata. Ia mengusap lembut kepala gadis itu sambil bersyukur dalam hati. Meski ia menolak keras perjodohan yang diajukan oleh ibunya, Sasori merasa puas karena akhirnya ia dijodohkan dengan teman dekat semasa kecil dulu. Hinata jelas memahami perilaku Sasori luar dalam, begitu sebaliknya. Pertengkaran yang tidak perlu jelas tidak akan muncul dalam hubungan mereka karena mereka telah saling mengerti satu sama lain.
"Kapan kau akan mengunjungi adikku?" Sasori bertanya dengan tidak sabar.
Hinata tersenyum manis. "Kapanpun kau siap untuk mengantarku. Aku jelas tidak mungkin mengelilingi kota Seoul seorang diri untuk mencari tempat dimana adikmu tinggal."
Implikasinya adalah Sasori sendiri yang harus mengantar Hinata ke kediaman adiknya. "Setelah pesta malam ini, kalau begitu. Kau keberatan?"
*Aku tidak," Hinata menyahut cepat. "Bagaimana dengan seseorang yang ingin kau temui? Bukankah pesta hari ini sangat penting untuk dirimu? Kau harus berada disana sampai berhasil menemukan orang yang kau cari, bukan?"
Sasori mengeluh, membenarkan apa yang Hinata katakan. Ia mengingat alasan yang membuatnya lupa menanyakan kabar adiknya sejak dua minggu lalu karena sibuk mencari tahu keberadaan orang tersebut. "Besok pagi?"
"Deal."
Senyum kelegaan muncul di wajah Sasori. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang. Setelah acara malam ini, besok pagi aku akan mengantarmu ke tempat Sakura tinggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING✓
Fanfiction"Jangan kau pikir pernikahan ini akan berakhir bahagia," adalah komentar Itachi saat memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Sakura tidak pernah tahu mengapa Itachi begitu membencinya. Pria itu berubah hanya dalam hitungan detik setelah mereka...