Wedding #8

3.2K 295 95
                                    

“Kelihatannya enak,” komentar Sakura saat beberapa piring berisi sushi tertata apik di meja.

Kakashi tertawa kecil melihat ekspresi lapar gadis tersebut. Tidak menyangka jika perempuan di depannya dapat terlihat begitu ekspresif hanya karena sebuah makanan.

Sakura tidak menunggu Kakashi mempersilahkan ia untuk makan. Tangan gadis itu mengambil sumpit dengan cekatan. Potongan sushi masuk ke dalam mulutnya satu per satu sebelum ekspresi senang terpapar di wajahnya.

“Aku tidak bisa hidup tanpa sushi,” celoteh Sakura tanpa sadar. Tangannya tidak berhenti mengambil hidangan.

Kakashi melipat kedua tangannya di meja. Posisinya siap untuk menginterogasi Sakura. “Jadi kau sedang liburan di sini?”

Sakura menggeleng. Ia menghabiskan isi makanan dalam mulutnya sebelum berbicara, “Aku sedang…” Sakura terdiam. Bila ia mengatakan tengah berbulan madu, pria di hadapannya pasti akan menanyakan dimana suaminya.

Sakura menggigit bibir. Pertanyaan mengenai Itachi jelas membuat kesedihan kembali meraba hati. Namun bila ia mengatakan mencari ayahnya, apa komentar pria di hadapannya ini? Bisa saja ia menerka status Sakura sebagai anak haram atau bahkan anak terbuang karena tidak mengetahui keberadaan ayahnya.

“Jadi, kau sedang apa?” Kakashi kembali bertanya dikarenakan Sakura mendadak terdiam.

Gadis itu tersenyum. “Aku penasaran dengan kota dimana ibuku dulu belajar. Itulah sebab aku memutuskan untuk datang ke Korea.”

Kakashi jelas tidak percaya dengan jawabannya. Raut Sakura tampak menyembunyikan sesuatu. “Sendirian? Tidak ditemani siapapun?”

Anggukan kepala menjadi jawaban Sakura. “Bagaimana dengan Hatake-san?”

“Aku ditugaskan disini sejak seminggu yang lalu,” jawab Kakashi. Ia meneguk kopi hitam dengan perlahan. “Kurasa kau diikuti.”

Kening Sakura mengernyit. “Diikuti?”

“Arah jam lima. Pria berambut putih. Matanya sesekali menatapmu, seakan memastikan kau tidak menghilang dari jangkauannya,” jelas Kakashi dalam satu tarikan nafas.

Sakura terpana. Ia menatap Kakashi dengan takjub. “Kau seperti seorang detektif saja,” komen gadis itu.

Kakashi tampak kesal. “Bukankah seharusnya kau cemas karena ada orang asing yang mengikutimu?”

Sakura meletakkan sumpit. Ia mengetuk meja dengan jari telunjuk. Sakura tidak punya musuh yang akan terus memantaunya. Ia juga tidak memiliki bawahan yang berjaga di sekitar.

Satu tebakan yang melintas di kepalanya: suruhan Itachi. Namun apa mungkin? Bukankah suaminya tampak membencinya kini. “Aku tidak punya terkaan pasti mengenai siapa yang mengikutiku kini,” tutur Sakura dengan jujur.

Kakashi menggelengkan kepala. “Kau tidak takut?”

Senyum tipis tercetak pada wajah mungil Sakura. “Tentu saja aku takut. Namun aku tidak boleh memperlihatkan ketakutan ini, bukan?”

Terpana akan jawaban Sakura, membuat Kakashi berdecak takjub. Sikap berkepala dingin Sakura mirip sekali dengan atasannya. “Well, aku cukup kagum dengan ucapanmu. Kamu mirip seseorang yang sangat kuhormati,” Kakashi berkata terus terang.

Sakura kembali tersenyum. Ia memandang Kakashi yang tidak menyentuh sumpitnya sejak awal. “Hatake-san tidak makan?”

“Aku tidak lapar. Hanya butuh kopi,” jawabnya sebelum terkekeh.

Gadis itu mengangguk. Ia kembali mengambil sumpit sebelum menghabiskan makanan tanpa sisa. Setelah itu ia mengelap mulutnya dengan serbet yang tersedia. Sakura meluruskan punggungnya pada sandaran kursi.

THE WEDDING✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang