Sasori menatap tunangannya yang tengah memperhatikan pemandangan kota Seoul melalui jendela mobil. "Kau yakin baik-baik saja?"
Pertanyaan Sasori menghentikan lamunan Hinata. Ia menatap Sasori sebelum tersenyum manis. "Apa yang membuatmu berpikir kalau aku tidak baik-baik saja?"
Satu hal yang begitu Sasori tidak senang dari sikap Hinata, selalu menjawab pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan balik. Terlebih jika gadis itu tidak berniat menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. "Artinya kau tidak baik-baik saja," Sasori menyahut.
Hinata terkejut karena Sasori menyadari keadaannya. Ia mengulum senyum. "Hanya terpikir beberapa hal yang disampaikan temanku tadi."
Sasori memilih mengabaikan. Entah mengapa ia yakin jika Hinata tidak menjawab dengan jujur. "Jadi siapa yang menjemputmu? Temanmu?" Sasori memilih mengalihkan perbincangan.
"Kau benar, temanku yang menjemput. Ia berniat mengejutkanku," Hinata menjawab dengan simpel.
Sasori mengeratkan genggaman tangannya pada kemudi. "Jadi kalau ada orang asing yang mengatasnamakan namaku, kau akan suka rela mengikutinya? Apa kau tidak berpikir kalau hal buruk bisa terjadi padamu?"
Hinata mengerjapkan kedua matanya, heran. "Kau mencemaskan keadaanku?"
Mobil yang Sasori kendarai menepi. Ia menatap Hinata dengan ekspresi menahan emosi. "Kau masih juga bertanya? Jelas saja aku mencemaskan keadaanmu. Kau tunanganku dan merupakan tanggung jawabku selama kau ada bersamaku."
Tawa kecil adalah jawaban Hinata. "Tidak perlu membebani pikiranmu, Sasori-kun. Aku bisa menjaga diriku sendiri."
Tangan Sasori mengepal. "Aku tidak tahu siapa diantara kita yang paling bodoh disini."
Makna kalimat Sasori jelas, dirinya yang bodoh karena mulai tertarik pada perempuan yang secara terang-terangan mengacuhkan perasaannya atau Hinata yang bodoh karena tidak bisa menyadari ketertarikan Sasori atas dirinya.
Helaan nafas kali ini terdengar dari Hinata. Ia mengalihkan pandangannya ke arah depan, menatap dengan pandangan menerawang jauh. "Ada hal yang belum bisa aku ceritakan padamu, Sasori-kun. Meski hubungan kita memiliki status yang jelas, bukan berarti aku bisa menyampaikan seluruh isi pikiranku padamu," sahut Hinata sebelum kembali menatap Sasori dan tersenyum kecil. "Aku harap Sasori-kun mengerti dan tidak salah paham atas sikapku."
.
Sakura terbangun dari tidurnya. Ia menatap sekeliling dan mendapati ruangannya kosong tidak seperti biasa. Seringnya Itachi duduk di kursi sebelah tempat tidurnya sambil menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Suara pintu yang dibuka mengejutkan Sakura. Ia menatap waspada ke arah pintu, bertingkah begitu cemas dan takut bila Itachi yang akan muncul dari sana. Namun kening Sakura mendadak berkerut. Seorang gadis berperawakan mungil yang muncul disana dengan senyum yang terkembang. Sakura jelas tidak mengenali sosok tersebut.
"Sakura sudah bangun," ia berujar dengan senang. Tepat setelah tiga hari seperti yang ia katakan terakhir kali pada Itachi, Hinata kembali mengunjungi kediaman adik iparnya. Sakura masih menatap gadis tersebut dengan ekspresi penuh tanya sampai sosok Itachi muncul di belakang gadis tersebut.
Mendadak raut ketakutan muncul di wajah Sakura. "Cepat masuk dan tutup pintunya. Jangan biarkan bajingan itu masuk ke dalam kamarku."
Ucapan Sakura membuat ekspresi Itachi mengeras. Pria itu tidak berharap Sakura akan bangun lebih awal dari biasanya. Mungkin efek obat tidur yang biasa di minumnya sudah mulai berkurang sehingga Sakura bisa bangun tepat di saat sosok Hinata muncul.
Hinata semakin yakin dengan apa yang Jun Woo ucapkan tiga hari lalu. Ia menatap Itachi dengan raut wajah seolah bertanya apa yang terjadi, berpura-pura tidak mengetahui alasan Sakura berkata kasar sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING✓
Fanfiction"Jangan kau pikir pernikahan ini akan berakhir bahagia," adalah komentar Itachi saat memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Sakura tidak pernah tahu mengapa Itachi begitu membencinya. Pria itu berubah hanya dalam hitungan detik setelah mereka...