|| Alam Regan Bagaskara

764 32 2
                                    

_____

Suara erangan kesakitan itu menggema di sebuah bangunan kosong bekas pabrik gula yang sudah lama ditinggalkan. Alam terus menghajar cowok yang sudah memohon ampun karena menyerah pertanda kalah dengan membabi buta. Seolah tak peduli, Alam tetap menendang dan menghajar siswa yang belasan menit lalu mengajaknya berkelahi. Walaupun lawannya sudah memohon ampun kepadanya tapi tetap saja kekesalannya tidak akan hilang begitu saja terhadap siswa yang sudah berhasil memancing emosinya pagi ini.

Alam menarik kerah kemeja sekolah Juan dengan kasar. Kembali mendaratkan pukulannya tepat mengenai sudut bibir cowok itu. Juan terjerembab kembali keatas lantai rumah kosong itu dengan keras. Matanya yang setajam elang tertuju kearah Juan yang sudah tidak berdaya. Seperti menguliti Juan habis-habisan.

Napas Alam naik turun. Masih tidak puas dengan pukulannya cowok itu kembali menendang perut Juan hingga cowok itu mengerang kesakitan.

"Gue udah kasih lo kesempatan buat lepas dari gue. Tapi lo masih nyari gara-gara." Telunjuk Alam mengarah ke pada Juan yang sudah terkapar tak berdaya, tubuhnya seperti remuk hingga tak mampu lagi memberikan perlawanan. Tatapannya hanya bisa ke langit-langit ruangan. "Tapi lo yang minta. Gue kasih."

Alam tak peduli kalau ia baru saja menghajar siswa dari SMA lain. Dia tak peduli juga dengan status Juan yang katanya merupakan penguasa di SMA Satu Jaya. Dia sudah berusaha sabar untuk tidak menanggapi. Tapi karena ia memang bukanlah orang yang memiliki rasa sabar yang tinggi. Jadi batas kesabarannya sudah benar-benar habis saat cowok itu sudah berani mengusik kehidupannya terlalu jauh.

"Orang paling berkuasa di Satu Jaya?" Alam berujar sinis, menatap Juan dengan rendah. "Sekolah macam apa itu?" tanyanya kepada diri sendiri.

Cowok itu mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat satu pukulan dari Juan di awal perkelahian tadi. Lalu berjalan kearah tasnya yang sudah tergeletak sembarangan.

Sebelum berbalik pergi, cowok itu menendang kaki Juan dan membuat cowok itu meringis menahan sakit atas bekas tendangan Alam.

Alam berbalik. Berjalan menuju motor ninja birunya yang terparkir persis didepan bangunan kosong itu. Melajukan motornya dengan kecepatan tinggi membelah jalan Raya yang akan selalu padat di pagi hari.

****

Alam melangkahkan kaki menuju kelasnya. Mata elang itu menatap lurus kedepan. Tak peduli dengan bisikan-bisikan orang-orang yang melihatnya datang dengan bekas perkelahian yang terpampang jelas di wajahnya. Beberapa gadis yang melihatnya berjalan dengan tatapan datar langsung berteriak-teriak heboh membuat moodnya semakin buruk pagi ini. Langkah kakinya ia percepat agar cepat sampai dikelasnya. Tak tahan berlama-lama berjalan sendirian di koridor yang ramai ini.

Hingga sampai dikelas Alam melemparkan tasnya keatas meja. Menimbulkan suara nyaring yang membuat seisi kelas langsung menoleh kearahnya. Sedetik kemudian kembali melanjutkan kegiatan mereka masing-masing. Takut saat melihat raut wajah Alam yang sangat tidak bersahabat.

Alam duduk di kursinya yang berada dibarisan paling belakang. Duduk dengan punggung menyender pada kursi dan kedua kaki yang sengaja ia taruh diatas meja. Duduk layaknya seorang bos besar.

Keempat teman-temannya yang sedari tadi memperhatikan Alam memasuki kelas dengan wajah yang tampak kusut ditambah lagi dengan sudut bibir yang terluka. Membuat mereka sama-sama melayangkan tatapan bingung.

"Alam lo kenapa dateng-dateng langsung banting tas?"

Hening. Tidak ada jawaban yang keluar dari Mulut Alam. Cowok itu masih diam dengan memejamkan mata.

Dika berdecak pelan saat pertanyaannya barusan tak dijawab Alam. Menatap ketiga teman-temannya yang hanya dibalas mereka dengan mengedikkan bahu. Pertanda mereka tidak tahu.

"Lo habis berantem lagi Lam?" Kali ini Diki yang bertanya. Kembaran Dika itu sudah mengambil tempat duduk persis didepan Alam.

Lagi-lagi tak ada jawaban. Alam masih Setia dengan diamnya. Mendapatkan respon yang sama, Diki beralih menatap Gerry. Meminta agar cowok itu yang bertanya.

"Lo berantem dimana? Kenapa nggak ngajak kita-kita?" Gerry berujar dengan santai. Tebakannya pasti Alam lagi-lagi berkelahi di bangunan kosong itu.

"One by one." Alam menjawab datar. Setelah beberapa pertanyaan yang dilayangkan kepadanya. Baru satu pertanyaan ini yang mau dia jawab.

"Eh, Anjir. Sama siapa?" Dika berujar galak.

"Juan."

"Anak SMA Satu Jaya?" tanya Gio.

Alam hanya bergumam mengiyakan. Matanya menatap lurus kearah papan tulis yang masih bersih tanpa ada goresan tinta hitam dari spidol diatasnya. Cowok itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebungkus rokok bersama pemantiknya. Benda beracun namun mampu membuat pikirannya sedikit tenang.

"Alam gaib, lo mau ngerokok disini?" Dika langsung merampas kotak rokok itu dari tangan Alam. Menyembunyikan benda itu dibalik saku celananya. Jangan sampai ada guru yang melihat.

Alam mendengus pelan saat sebungkus rokok miliknya dirampas oleh Dika. Cowok itu berdiri dari duduknya, berjalan keluar kelas saat bel pertanda pelajaran jam pertama sudah dimulai.

"Alam lo mau kemana?" tanya Gio saat melihat Alam yang ingin beranjak dari kelas.

"Cabut. Mau ikut?" ajaknya.

Tanpa menjawab ajakan itu Gio langsung berdiri tegak dan ikut beranjak dari duduknya diikuti oleh Gerry, Dika dan Diki.

Sebelum benar-benar pergi meninggalkan kelas. Alam yang sudah berdiri di ambang kelas langsung memukul pintu kelas hingga menimbulkan suara yang sangat keras. Seluruh perhatian orang-orang yang ada didalam kelas langsung terfokus kepadanya.

"Jangan ada yang berani duduk dikursi gue. Sempat kursi gue kegeser satu senti aja, gue abisin lo semua." nada suaranya dingin dan sarat akan ancaman. Membuat siapa saja yang mendengarnya akan bergidik ngeri mendengar ancaman dari cowok itu.

Playgirl Vs Bad Boy (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang