23- In My Blood

322 23 3
                                    

Jika sepi bagimu adalah teman. Tidak bagiku, sepi hanya memberi ruang untuk membuat rindu itu kembali datang.

****

Remaja delapan belas tahun yang berperawakan tinggi itu menghembuskan gumpalan asap rokok itu ke udara. Ini sudah rokok yang ke delapan yang ia hisap. Alam kembali menghisap rokoknya dalam-dalam. Menghembuskan keatas hingga gumpalan asap itu hilang terbawa angin. Asap itu bisa hilang dibawa angin tapi tidak dengan rasa sesak di dadanya yang semakin menjadi.

Saat ini Alam sedang berada di atap gedung apartemennya. Duduk ditepi bangunan itu tanpa takut jatuh. Matanya lurus melihat kebawah menatap keramaian kota dari ketinggian. Tidak ada suara bising kendaraan yang terdengar dari tempatnya saat ini.

Semilir angin malam berembus kencang menerpa tubuhnya. Alam melemparkan puntung rokoknya yang sudah pendek kebawah. Lalu menghembuskan nafasnya lelah.

Cowok itu mengusap darah yang sudah mengering di sudut bibirnya. Bahkan luka yang ada di bibirnya tak separah luka hatinya.

Alam memejamkan matanya menikmati keheningan yang tercipta saat ini. Di otaknya masih terputar jelas kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya tadi. Alam akui ia memang sudah sangat keterlaluan terhadap Dian. Tapi apa boleh buat, jika dirinya memang tidak perlu meminta maaf atas perbuatannya itu. Alam tidak salah. Ayahnya yang salah karena dengan sangat gampang mengganti posisi Ibunya dengan wanita lain. Dan wanita itu juga salah karena sudah berani merebut posisi Ibunya. Sampai kapan pun tidak akan ada seseorang yang lebih berarti baginya selain ibunya.

Cowok itu tidur terlentang dengan menjadikan tangannya sebagai alas dan membiarkan kakinya menjuntai ditepi gedung yang sebagiannya tidak diberi pembatas. Alam menatap langit malam yang saat ini sunyi. Tak ada bulan dan bintang yang menghiasi.

Cowok itu masih memejamkan matanya menikmati kesunyian. Tak mempedulikan angin malam yang berembus semakin kencang. Lumayan lama ia menikmati posisinya saat ini. Hingga akhirnya Alam kembali duduk dan melirik jam yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Cowok itu sudah dua jam berada di tempat ini.

Alam merogoh saku celananya, mengeluarkan benda pipih berwarna hitam itu dan menghidupkannya kembali. Alam mengerutkan keningnya saat beberapa notifikasi langsung beruntun di layar ponselnya. 12 panggilan tak terjawab dari Rea.

"Ngapain dia nelfon gue?" Gumamnya lalu membuka rentetan pesan yang dikirim Rea.

Rea: Alam knp Lo tiba-tiba nelfon gue?!

Rea: Alam angkat telepon gue!

Rea: jangan bikin gue penasaran!

Rea: Alam nyebelin, angkat teleponnya!

Rea: Alam Gaib jangan bikin gue mati penasaran!!!!!!!

Rea: Alam jawab telepon gue!!!

Rea: Sengaja Lo matiin hp!!!

Rea: !?!??????!!!!??!!!!

Rea: Alam kalau Lo baca pesan ini habis itu langsung telpon gue! Kalau nggak Lo gue sumpahin kejedot kepala singa!!!!

Alam menggeleng-gelengkankan kepalanya tak habis pikir membaca pesan terakhir yang cewek itu kirim. "Mana ada orang kejedot kepala singa." Gumamnya lalu tersenyum geli.

Alam sendiri bingung kenapa tadi ia malah menelpon Rea. Ia sendiri tidak tau apa alasan ia memencet tombol memanggil. Beruntung Rea tidak mengangkat telponnya.

Playgirl Vs Bad Boy (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang