Madu 4 : Cium

12.6K 343 44
                                    

Kamar sudah bersih, wangi dan rapi. Siap untuk ditempati. Mamah Roni sudah bisa beristirahat di sini. Bagai seorang ibu suri kami menyilakan wanita itu untuk memasuki kamar ini.

''Tante ... kamarnya sudah siap!'' kataku.

''Terima kasih,'' sahut Wanita berdandan menor itu singkat seraya masuk ke kamar. Menutup pintunya rapat-rapat dengan sedikit membanting kasar.

Aku dan Roni saling bertatapan, lalu mengangkat bahu bersamaan. Sama-sama gusar.

''Nyokap lo, benar-benar aneh!'' gumanku.

''Jangan jelek-jelekin Mamah gue ... bagaimanapun beliau yang brojolin gue.''

''Alien!''

''Apa lo bilang?''

''Mamah lo itu spesies langka yang datang dari planet entah berantah.''

''Hahaha ...''

KLEK!!!

Pintu kamar Mamah Roni terbuka. Dan wanita bagai Mak Lampir itu menongolkan kepalanya.

''Kalian berisik amat, sih ... lagi ngomongin Mamah, ya?''

Aku dan Roni langsung terdiam. Tak berani bersuara. Mulut kami langsung tergembok rapat. Mata kami merunduk dan tak berani menatapnya.

''Roni ... carikan Mamah makanan buat makan malam!''

''Ya, Mah!''

''Beno ... siapkan air hangat buat mandi Tante!''

''What?'' Aku mengernyit.

''Mamah, biar Roni saja yang nyiapin air hangatnya,'' tadah Roni.

''No, no, no ... kamu carikan mamah makanan aja. Biar Beno yang nyiapin airnya. Lagian ... dia cuma nebeng di sini. Apa salahnya kalau mamah minta tolong sama dia. Kamu tidak keberatan, bukan, Beno?''

Aku hanya mengkerutkan kening. Bersingut kesal.

''Buruan. GPL!'' tandas Mamah Roni menggertak, lalu dia masuk kembali ke kamarnya.

''Siap, Mamah!'' timpal Roni.

Aku melirik tajam ke sisi Roni. Kemudian tanpa sepatah kata pun aku ngeloyor meninggalkan dia. Meninggalkan apartemen ini. Meninggalkan biang pembuat onar.

''Ben ... Beno!'' pekik Roni menahanku, tetapi aku tidak menggubrisnya. Dia mengejarku. Membututiku hingga kami tiba di area parkiran.

''Beno!'' Roni memanggilku dengan volume suara yang tinggi. Namun aku masih bergeming dan tidak mempedulikannya.

''Beno Raharjo!'' Lagi. Dia menyebut nama lengkapku. Kali ini aku menghentikan langkahku. Roni mendekatiku. Menyentuh pundakku dan merangkulku.

''Lo mau ke mana?''

Aku diam saja.

''Gue tau, lo pasti tersinggung dengan omongan mamah gue. Please, demi gue bersabarlah ...''

''Sabar lo bilang? Mamah lo itu nyuruh-nyuruh gue, Ron ... Dia pikir gue pembantu apa!''

''Lo tidak perlu dengerin dan mematuhi ucapannya, Ben ... lagian di shower airnya 'kan udah bisa di-setting hot and cold.''

Aku terpaku. Kenapa aku baru sadar. Ada fasilitas itu. Shower otomatis. Hot and cold.

''Mendingan lo ikut gue, yuk!''

Aku masih bergeming.

''Ayo, Say!'' Roni menarik tanganku, lalu membawaku ke arah mobilnya.

''Masuk!'' Laki-laki berahang tegas ini membuka pintu mobilnya. Mendorong tubuhku untuk memasukinya. Aku menurut saja. Dia langsung ambil kemudi. Dan melajukan kendaraan ini.

''Kita mau ke mana, Ndot?''

''Ke mana aja yang penting bisa nenangin lo!''

''Bodoh!''

''Lebih baik gue bodoh, daripada gue nonton ngambekan lo.''

''Hehehe ...'' Aku jadi meringis.

''Nah, gitu dong ... jangan manyun aja!'' Roni mengacak-acak rambutku.

''Lo tidak mencarikan mamah lo makanan, Ndot?''

''Gue pesanin Go Food aja. Udah lo tidak usah mikirin Nenek Lampir itu!''

''Hahaha ...''

''Kenapa lo ketawa?''

''Lo ngatain mamah sendiri Nenek Lampir, awas kualat lho!''

''Yang penting lo bisa ketawa ... gue akan lakukan apa aja. Lagipula mamah gue emang udah kayak Mak Lampir, ya 'kan?''

''Bukan gue ya, yang bilang begitu ...''

''Mulut lo emang ga bilang, tapi hati lo yang ngomong!''

''Hehehe ...''

''Gue udah tau semua pikiran lo, Dak ....''

''Iya ... iya, lo emang yang paling ngertiin gue.'' Aku mengelus-elus pipinya. Roni hanya tersenyum kecut.

''Nih ... lo bantuin gue.'' Roni menyerahkan handphone-nya ke tanganku.

''Bantuin apa, Ndot?''

''Lo pesanin Go Food buat mamah gue!''

''Emang makanan kesukaan mamah lo apa?''

''Gado-gado Betawi. Beliau paling demen makanan itu.''

''Okay!''

Akhirnya aku membuka aplikasi Gojek. Kemudian meng-klik Go Food, dan mencari menu gado-gado. Aku memesan satu gado-gado dengan ekstra yang superpedas. Aku sengaja meminta diperbanyak cabenya biar rasanya pedas sepedas-pedasnya seperti mulutnya mamah Roni. Biar tahu rasa dia. Hihihi ... aku tertawa jahat.

''Gimana, Dak ... lo udah mesenin Go Food-nya?''

''E ... udah, Ndot ... Udah!''

''Cakep ... lo emang bini gue yang paling bisa dihandalkan!''

PLAKKK!!!

Aku menjitak kepala Roni dengan keras.

''Jangan sebut-sebut gue bini lo lagi!'' gertakku mengancam.

''Waduhhh ... sakit, Dak!'' Roni mengusap-usap kepalanya.

''Mulai sekarang lo yang jadi bininya, bukan gue!''

''Lo yang cocok jadi bini gue!'' timpal Roni.

''Lo!'' balasku tak mau kalah.

''Lo!''

''Lo!''

Aku dan Roni berantem lagi. Marah-marahan lagi. Ngambek-ngambekan lagi. Saling melengos. Saling berdiam diri.

''Oke deh, gue yang jadi bini lo, tapi kalo di ranjang gue yang jadi top-nya, ya?'' ujar Roni setelah kami lama terdiam.

''Huh ... enak aja!'' sergahku tak mau kalah.

''Kan kontol gue lebih gede daripada punya lo!''

''Tapi panjangan punya gue daripada punya lo!''

''Huft!!!'' Aku dan Roni bersingut. Saling memasang wajah jutek. Sok saling membenci. Saling memalingkan muka. Namun tidak lama, karena kami kembali saling bertatapan. Mempertemukan mata dengan mata. Saling berpandangan dengan sorot mata yang berbinar-binar.

Sedikit banyak kami memiliki kesamaan. Sama-sama egois. Sama-sama tak mau mengalah. Sama-sama mencintai. Sama-sama menyayangi. Sama-sama tak mau dipisahkan.

''Dak, gue sayang sama lo.''

''Ndot, gue juga ...''

Wajahku dan wajah Roni saling mendekat. Saling merapat. Kemudian kami saling melumat. Menyatukan bibir dengan bibir. Lidah dengan lidah. Kumis dengan kumis. Hidung dengan hidung. Kami berciuman di dalam mobil yang sedang meluncur di tengah jalanan ibu kota yang kebetulan tak macet.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang