Madu 16 : Sepotong Kue

6.8K 276 35
                                    

Di toilet ini, aku dan Jaka terlibat perbincangan yang semakin seru. Pembawaan diri Jaka yang humble serta penampilannya yang good looking membuatku terhipnotis. Dan tanpa sadar kami pun cukup lama mengobrol. Bercuap-cuap bibir basah. Nerocos ini dan itu. Berhaha-hihi bersama.

''O, ya, Jak ... lo kemari dengan siapa?''

''Bareng teman-teman. Kami berempat.''

''O, asik dong! ... apa kalian nginep juga di hotel ini?''

''Ya, kami sewa satu kamar di lantai 3.''

''Hah. Serius? Nomor berapa?''

''Nomor 66. Kau sewa kamar di lantai 3 juga?''

''Ya ... nomor 69.''

''Wow ... 69?'' Jaka mengernyit, ''hehehe, deket, ya,'' imbuhnya.

Aku mengangguk. Jaka tersenyum simpul.

''Oke, Jak ... gue tinggal dulu ya,'' Aku menepuk bahu Jaka.

''Silakan ...'' sahut Jaka dengan senyuman yang mengambang.

Aku merapikan penampilanku sebelum aku pergi meninggalkan toilet ini. Meninggalkan Jaka yang seketika itu bergerak ke urinoir dan melorotkan celananya. Dia berkencing ria sambil memperhatikan gerak langkahku yang semakin menjauhinya.

Dengan langkah yang tegap, aku berjalan kembali menuju hall utama. Di mana pesta ulang tahun Ratih diselenggarakan. Tamu semakin banyak. Kelakar mereka semakin riuh. Tepukan gemuruh sesekali tercetus dari telapak tangan mereka. Pesta sudah dimulai. Setiap individu sibuk berdansa dengan pasangan mereka masing-masing. Laki-laki dan perempuan bercampur. Berjoget-joget mengikuti irama. Bergoyang-goyang. Berjingkrak-jingkrak. Tak ada aura kesedihan di tempat ini. Semuanya hepi. Wajah mereka tampak bahagia dan berseri-seri.

''Badak ... dari mana aja lo!'' celetuk Roni yang muncul tiba-tiba dari balik seliweran para tamu undangan. Dia menghampiriku dengan raut wajah yang masam. Tidak menyenangkan.

''Kan gue udah bilang gue mau ke toilet, Ndot!''

''Dari toilet kok lama banget, sih. Ngapain aja di toilet?''

''Ngeringin baju pakai hand dryer.''

Roni memperhatikan seluruh pakaianku dengan saksama, ''Terus gimana apakah baju lo udah kering?'' ujarnya.

''Udah ...''

Roni meraba kemeja dan celanaku. Mungkin, dia ingin memastikan apakah pakaianku sudah benar-benar kering.

''O, ya, Ndot ... prosesi tiup lilin dan potong kuenya sudah atau belum?''

''Telat ... udah dari tadi. Lo sih, ngelayap aja!'' Roni menarik tanganku dan membawaku ke sebuah pilar yang besar. Tempatnya agak sepi, cuma ada beberapa tamu yang membentuk koloni di sudut-sudut tersendiri. Sambil menikmati kue ulang tahun dan juga minuman yang tersaji.

''Lo mau bawa gue ke mana, Ndot?''

''Mojok!''

''Banyak pasang mata yang memperhatikan kita, Ndot.''

''Bodo amat!''

''Gila lo, Ndot!''

''Biarin!''

Aku dan Roni berhenti di sebuah meja dan kursi tepat di depan mini bar. Di meja itu sudah terdapat kue dan minuman-minuman beralkohol.

''Duduk!'' titah Roni.

Aku menurut. Aku duduk pada salah satu kursinya. Semantara Roni duduk pas di sampingku.

''Makan kuenya!'' perintah Roni.

Aku manut saja. Mengambil sepotong kue dan memakannya.

''Enak?'' tanya Roni.

''Lumayan,'' jawabku.

Sambil menikmati hidangan-hidangan itu, mataku beredar ke segala penjuru ruangan. Dari tempat ini, cangkupan pandangannya sangat luas. Bisa memperhatikan seluruh aktivitas para tamu di area hall, kolam renang, dan tempat para DJ memainkan live music.

Di ujung sana, tampak Ratih dan Wisnu berdansa mesra. Mengumbar keintiman di antara mereka. Sepasang kekasih itu terlihat paling cemerlang di antara tamu-tamu pengunjung yang lainnya. Mereka seperti Raja dan Ratunya. Ganteng dan cantik. Mereka berdua cukup serasi.

''Lihatlah adik lo, Ron ... udah dapat pasangan yang cocok,'' ujarku.

''Cocok apaan, bagi gue Wisnu cowok yang lembek, penakut dan aneh!''

''Aneh kenapa?''

''Dari tadi dia memperhatikan gue.''

''Perhatikan lo gimana?''

''Kayak orang yang lagi naksir gitu.''

''Hahaha ... mungkin Wisnu suka kali sama lo.''

''Sue!''

''Kenapa tidak? Dia cowok yang ganteng juga, kok.''

''Jadi lo rela nih, kalo gue diembat sama dia?''

''Hehehe ...'' Aku terkekeh.

''Hmmm ...'' Roni bersingut sembari meneguk minumannya. Menatapku dengan pandagan mata yang runcing.

Kembali aku mengedarkan pandanganku. Di pojok sana, aku melihat sekelompok anak muda. Empat orang. Cowok semua. Rata-rata mereka berwajah tampan. Salah satu dari mereka ada yang kukenal. Ya, Perjaka alias Jaka. Lelaki itu menyadari aku sedang memperhatikannya. Dari kejauhan dia melambaikan tangannya ke arahku. Sebelum aku membalas lambaian tangannya, aku melirik ke arah Roni. Aku takut pacar laki-lakiku itu mengetahuinya. Namun Roni sedang sibuk dengan gadget di tangannya. Entah, dia sedang chating dengan siapa.

Aku melengos ke arah Jaka. Kemudian aku mengangkat tanganku pelan-pelan untuk membalas sapaannya.

''Gawat!'' pekik Roni tiba-tiba sambil menepok jidatnya.

Aku jadi tersentak kaget, ''gawat kenapa, Ron?'' tanyaku keheranan.

''Cewek gue mau pulang ke Indonesia.''

''Yuri?'' Aku mengkerutkan kening.

''Iya ...'' Roni menganggukan kepala perlahan-lahan. Wajahnya tersirat rasa kecemasan yang kelewat dalam.

"Kapan?"

"Coming soon!"

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang