Madu 33 : Jeritan

5.5K 279 103
                                    

Malam kian merangkak mendekati ujungnya. Menghipnotis tubuh kami yang sudah teramat lelah. Mengantarkan kami ke gerbang peraduan mimpi yang indah. Aktivitas seharian yang menguras tenaga benar-benar meredupkan mata. Suasana tenang dan damai meninabobokan kami di ranjang berbeda. Roni dan Yuri tertidur di kamar mereka. Sementara aku terbuai di kamar sebelahnya.

Entah, seberapa lama aku berada dalam dunia tidurku. Aku terjaga tepat pukul dua dini hari. Aku bangkit dari ranjang dan bergerak ke kamar mandi. Pipis. Buang hajat kecil. Kemudian kembali ke kamarku. Namun, di ruang tengah aku berhenti. Saat mata ini melihat Roni duduk termangu di depan layar televisi.

Kuhampiri ia. Kudekati dirinya. Matanya terpejam. Akan tetapi, ia perlahan membuka kelopak mata itu ketika aku tepat berada di hadapannya. Ia tidak terperanjat dengan kehadiranku.

''Lo sudah bangun, Dak ...'' desahnya pelan.

''Dan lo juga, Ndot ....''

''Gue tidak bisa tidur.''

''Sungguh?'' Aku duduk di sebelah Roni dan menatap matanya yang memerah. ''Kenapa?''

''Mungkin gue terserang insomnia ...'' kata Roni dengan nada memelas.

''O, kasihan diri lo, Ndot ...'' Aku menangkupkan kedua tanganku di pipi Roni. Roni tersenyum kaku. Kami saling menatap. Saling memberikan kode lewat pancaran bola mata. Bening, tapi redup.

''Aku juga terkena insomnia!'' celetuk Yuri. Perempuan berambut panjang ini muncul tiba-tiba dari balik pintu kamarnya. Mengejutkan aku dan juga Roni.

Buru-buru aku melepas tangkupan tanganku dari pipi Roni. Lalu mataku langsung melengos ke arah Yuri. Perempuan berparas cantik itu berjalan mendekati kami.

''Sepertinya kita bertiga memiliki masalah yang serupa. Tak bisa memejamkan mata di waktu yang sama,'' celetoh Yuri sembari duduk menyempil di antara aku dan Roni. Dia seolah sengaja ingin memisahkan kami. Memberikan jedah kepada kami. Menjadi benteng penghalang di antara kami.

Yuri menempelkan tubuhnya ke tubuh Roni. Bergelendotan di bahu sekalnya. Bermanja ria dengan dada bidangnya. Tangannya mengusap-usap lembut pipi dan leher Roni. Ganjen. Nakal. Dan terlihat binal. Seperti perempuan murahan.

''Roni ... aku kedinginan, peluk aku dong, Sayang ...'' desah Yuri manja. Roni langsung melingkarkan lengannya di bahu Yuri. Memeluknya erat. Merangkulnya dengan begitu semangat. Sepertinya tampak hangat.

Aku beranjak dari tempat dudukku. Tangan Roni langsung menyambar tanganku.

''Mau ke mana?'' kata Roni enteng. Tanpa beban. Mata Yuri langsung melirik tajam ke arah Roni dan aku bergantian. Ada mimik keheranan di raut wajah cantiknya.

Aku melepaskan genggaman tangan Roni, ''Mata gue mendadak sepat. Gue ngantuk lagi. Gue mau bobo ganteng ...'' ujarku datar.

''Tidurlah, Ben ... moga mimpi yang indah,'' cetus Yuri.

''Terima kasih, Yuri ...'' Aku membalikkan tubuh dan bergegas berjalan masuk ke kamarku. Kututup rapat pintu ini, lalu aku berdiam diri membelakangi pintu.

Aku mencoba menenangkan diriku, tetapi pikiran kacau itu terus menghantuiku. Kesal. Geram. Gemas. Aku tidak mau terbakar cemburu, tetapi api itu terus bergejolak. Meletup-letup. Seperti bara yang siap menghanguskan sekam.

OUGHHH ... AHHH ... AHHH ...

Tiba-tiba aku mendengarkan suara desahan yang menggairahkan. Mungkinkah Roni dan Yuri sedang ... wik wik wik wik? Oh, tidak!

OUGH ... AAAAAAACCCKKKHHH ...

Jeritan kenikmatan itu kembali terdengar. Aku jadi penasaran. Aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak mau dilanda rasa kepo yang sangat tinggi. Aku harus mengintip untuk memastikan faktanya.

Perlahan aku membuka pintu kamar. Sedikit saja. Hanya terbuka beberapa mili. Agar terbentuk celah yang bisa ku manfaatkan untuk mengintai. Kedua bola mata ini kugunakan sebagai kamera CCTV. Dan tahukah kalian apa yang terjadi? Cukup membuat jantungku berdagdigdug jadi lebih kencang. Lebih keras seakan mau ambrol.

Di sana. Di ruang tengah. Di atas sofa yang empuk. Roni dan Yuri melakukan hal gila. Melakukan hubungan keintiman yang tak terduga. Melakukan adegan percintaan yang menggelora. Panas. Menggelegak. Bergejolak. Menyatukan dua jiwa yang haus persenggamaan yang mencekik tekak. Alamak!

Yuri terlentang. Tubuhnya terhampar pasrah di atas sofa. Seperti boneka yang tak berdaya. Kedua kakinya yang mulus terangkat, hingga roknya tersibak. Memperlihatkan kemolekan kedua pahanya yang putih seperti susu. Dia tak mengenakan celana dalam. Sehingga Roni bisa leluasa memainkan organ kewanitaannya dengan jari-jemarinya.

Puas mengobok-obok memek Yuri. Roni merundukan diri. Mendekatkan kepalanya tepat di area selangkangan Yuri. Selanjutnya, Roni menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati gua merona milik Yuri hingga basah dan mendesah-desah.

''AAAACCCKKKHHH ... Enak, Sayang ...'' rancau Yuri tak tertahankan. Tubuhnya bergidik. Menggelinjang tak karuan.

Roni terus menjilat memek Yuri. Mencecap daging merahnya. Menyeruput lendirnya. Menggigit manja itilnya. Hingga tubuh ramping perempuan cantik itu kejang-kejang. Merasakan nikmat yang tak terbayang.

''OUGHHH ... aku mau pipis, Sayang ... aku mau pipis, AAAACCCKKKHHH ...'' desah Yuri menggeliat. Menggelinjang. Mengerang. Dahsyat. Nikmat. Mungkin, perempuan jalang itu telah mencapai orgasmenya.

''AH ... AH ...'' Napas Yuri ngos-ngosan saat dia menyemprotkan lendir panas di muka Roni. Cairan klimaks kewanitaan atau air kencing, entahlah!

''Masukin, Sayang!'' pekik Yuri tak sabar sambil mengobok-obok memeknya sendiri. Meremas-remas payudaranya yang padat membusung.

Roni tak bersuara. Lelaki gagah dan tampan itu hanya melorotkan celananya. Dia menunjukan senjata kejantanannya yang sudah keras, panjang dan tegang. Kemudian tanpa banyak pertimbangan lagi, dia langsung memasukan kontol ngacengnya itu ke lubang memek Yuri yang sudah becek penuh lendir kenikmatan. Sejurus berikutnya ... Plok! Plok! Plok! Suara pertemuan dua kelamin menggema. Kelamin jantan dan betina saling bergesekan. Memecah keheningan malam. Memporak-porandakan kedamaian.

''AAAAACCCKKKKKHHHH ...'' Hanya jeritan kenikmatan yang meraung panjang. Mengisi sudut-sudut ruang terisolasi. Di sini. Di apartemen ini. Apartemen yang membara. Terbakar api asmara. Oleh dua insan manusia.

Aku menutup pintu kamarku. Aku tak sanggup lagi menyaksikan pergulatan persenggamaan mereka. Cemburuku telah memuncak. Namun, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Menenggelamkan mukamu di balik bantal. Menutup kedua kupingku. Dan berharap ini hanya sebuah mimpi. Walaupun itu hanya sebuah ilusi yang tak berarti. Karena semua yang terjadi itu nyata. Bukan halusinasi belaka. Roni dan Yuri sedang bercinta. Hahaha ... lebih baik aku tertawa. Daripada aku merana dan menderita.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang