Madu 46 : Dua Laki-laki

5.5K 286 128
                                    

Di pinggir jalan ini, aku dan Roni terpaku dalam kesenyapan. Walaupun ramai orang, tetapi kami seolah terkurung dalam tabung. Hanya ada aku dan dirinya. Saling menatap, tetapi enggan berucap. Begitu dekat, tetapi terasa jauh. Rindu yang dulu begitu berat, mendadak enteng tak berbeban. Aku dan dia seakan dua makhluk asing yang tak saling mengenal.

''Beno ...'' desah Roni pelan. Nyaris tak terdengar. Suaranya kalah dengan deruman mobil yang berseliweran.

Aku menutup rapat mulutku. Kemudian tanpa menatapnya aku berjingkat meninggalkannya.

''Beno ...!'' seru Roni menahan langkahku. Aku tidak menggubrisnya. Aku terus berjalan.

''Beno Raharjo!'' Kembali Roni memanggilku. Kali ini aku berhenti dan perlahan menoreh ke arahnya.

''Ada apa lagi?'' ucapku datar. Malas lama-lama aku mengobrol dengannya.

''Mau ke mana?'' tanya Roni pura-pura bego.

''Kerjalah ... udah waktunya gue masuk,'' jawabku ketus.

''Lo mau 'kan maafin gue?''

''Iya ... gue maafin!''

''Ntar sore, gue jemput ya, kita pulang bareng!''

''Ron ... gue maafin lo bukan berarti gue mau balik ke tempat lo ...''

''Gue gak ngajak lo balik ke tempat gue. Gue cuma mau jemput lo doang.''

''Gak usah repot-repot. Gue tidak butuh jemputan lo!''

''Berarti lo gak tulus memaafin gue, Ben ...''

''Terserah anggapan lo apa. Gak penting!'' Aku melengos dan melanjutkan jalanku.

''Pokoknya gue nanti sore mau jemput lo!'' teriak Roni lantang. Suaranya seperti terompet yang membelah angkasa. Berisik tak terkira.

''Bodo amat!'' balasku tak kalah lantang.

Kami pun berpisah. Aku masuk ke kantorku, sementara Roni berlarian menuju ke mobilnya yang terparkir di seberang sana.

Dari celah jendela ini, aku memperhatikan gerak laju kendaraan roda empatnya itu, hingga bayangannya lenyap dari pelupuk mataku.

''Memperhatikan siapa sih, Mas Beno ... serius amat?'' celutuk suara perempuan memecahkan perhatianku. Aku jadi terperanjat. Langsung saja aku membalikkan tubuhku, dan di depanku telah berdiri perempuan berambut panjang sebahu yang memasang senyuman cemerlang seperti bintang iklan pasta gigi. Dialah Rapika, salah satu teller wanita tercantik di kantor cabang ini.

''Hehehe ... gak kok, gak memperhatikan siapa-siapa,'' tukasku mengelak.

''Ah, bohong nih, Mas Beno ... pasti sedang memperhatikan pacarnya, ya?'' cibir Rapika dengan suara yang lembut dan manja.

''Nggaklah, Pika ... 'kan pacarku ada di kantor ini?'' tadahku.

''O, ya? Siapa? Di mana?'' pekik gadis berlesung pipit ini kepo.

''Ini ... yang ada di hadapanku.'' Aku memasang senyuman termanisku.

''Hahaha ... Mas Beno bisa aja ...'' Rapika langsung ngakak. Bahagia sekali. Jemarinya yang lentik mencubit gemas perutku.

''Hehehe ...'' Aku nyengir kuda.

''O, ya Mas Beno ...'' Pika menarik tanganku, ''sini deh, sebentar!'' Dia membawaku ke meja kerjanya.

''Ada apa, Pika?'' tanyaku heran.

''Kemarin Pak Manager ngasih mandat sama Pika, untuk nyariin hotel buat acara libur tahun baru kita-kita ... Mas Beno punya referensi gak, di mana hotel yang murah dan tempatnya asik?''

''Kenapa repot-repot amat sih, Pika ... buka aja smartphone kamu, terus klik aplikasi booking hotel. Banyak kok berjibun di situ. Please deh, jangan kayak orang kuno.''

''Hehehe ... ada toh, Mas, aplikasinya?''

''Ada dong ...''

''Oke, deh ... ntar Pika cari hotel dari HP aja, makasih ya, Mas Ben atas infonya ...''

''Ya, sama-sama Mbak Macan!''

''Kok macan sih, Mas?''

''Manis cantik!''

''Hehehe ... Mas Beno genit iiihhh ...''

''Wkwkwkwk ...''

Aku berjalan ke meja kerjaku, lalu aku menyiapkan semua peralatan yang menunjang dalam menyelesaikan pekerjaanku. Menyalakan komputer. Membersihkan meja dan sebagainya sebelum aku melayani customer pertamaku pada hari ini. Keep smile and keep spirit.

__***__

Alhamdulillah, hari ini aku menyelesaikan tugasku dengan baik. Saatnya aku pulang. Aku keluar dari kantor tepat pukul 5 sore. Kemudian aku berdiri di tepi jalan menunggu jemputan Perjaka. Setelah menunggu sekitar 5 menit, dari seberang sana aku sudah melihat penampakan laki-laki tampan itu. Namun, ada hal yang membuatku jadi tercengang. Seperti digulung gelombang tsunami. Tubuhku gemetar sekaligus gobyos karena keringat dingin mengucur deras. Di waktu dan tempat yang sama aku juga melihat penampakan tubuh Roni.

Dua laki-laki itu datang dengan kendaraannya masing-masing. Roni dengan mobilnya. Perjaka dengan motornya. Mereka memarkirkan kendaraannya tepat bersebelahan. Kemudian mereka bebarengan melenggang dengan gagah menghampiriku. Langkah mereka sejajar. Kompak. Seperti duo peragawan yang sedang fashion show di jalanan. Sama-sama ganteng, Sama-sama maskulin. Sama-sama atletis. Sama-sama fashionable. Sama-sama menawan. Sama-sama menyukaiku. Dan mereka sama-sama membuatku jantungan. Bagaimana bisa mereka tiba secara bebarengan. Mereka seakan sudah janjian. Bukan sebuah kebetulan.

__Oh, Tuhan ... apa yang harus aku lakukan? Andai aku bisa menghilang, mungkin aku akan menghindari pertemuan yang tidak menyenangkan ini.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang