Madu 55 : Manis

4.8K 269 185
                                    

Aku meninggalkan apartemen Roni. Meninggalkan keluarganya yang sudah tampak berseri. Tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Hanya batinku sendiri yang masih terganjal perih. Entah mengapa, aku belum sepenuh hati, menghilangkan cinta terlarang ini. Aku masih menginginkan tubuh Roni. Aku masih merindukan ciumannya. Pelukannya. Tutur sapanya. Tingkah konyolnya. Dan sederet hal gila yang ada padanya. Roni itu bagai secawan anggur merah. Setiap tetesannya memabukan. Memberikan efek kecanduan. Tak mudah berhenti. Perlu tempat rehabilitasi.

Aku berjalan pulang. Membawa sebentuk hati yang nestapa. Merana dalam kegalauan yang kubuat sendiri. Merasa sok tegar padahal tepar. Merasa tangguh padahal rapuh.

''Beno! ... baru pulang, Bro?'' tegur Harsan saat aku melintas di depan kontrakannya. Lelaki berpipi chubby itu duduk di serambi sambil menikmati secangkir kopi.

''Iya, Har ...'' sahutku sambil melongok arloji di pergelangan tangan kiriku. Sudah pukul 22.46 WIB. Cukup larut malam. Karena sebelum pulang aku diajak makan malam bareng keluarga Roni.

''Dari mana? Tumben jam segini baru balik, Ben?'' tanya lelaki pecinta kucing itu lebih intens.

''Mampir dulu ke rumah teman ...'' jawabku.

''O, gitu toh ... pantesan jam segini baru sampai kost. Padahal biasanya waktu maghrib sudah selonjoran.''

''Iyo, Har ... maaf gue langsung cabut ya, badan gue udah lelah kepengen istirahat.''

Aku melanjutkan langkahku, tetapi baru beberapa langkah Harsan memanggilku kembali.

''Tunggu, Ben!'' serunya keras.

Aku menoreh, ''iya, Har ... ada apa?''

''Lo sudah dapat kabar belum?'' ucap Harsan.

''Kabar apa?'' tanyaku heran.

''Kabar soal Perjaka,'' jawab Harsan singkat.

''Emang ada apa dengan Perjaka, Har?'' Aku membalikkan tubuhku dan mendekat ke arah Harsan.

''Perjaka pulang kampung ... besok dia menikah dengan salah satu gadis di desanya.''

''Hah. Serius?'' Aku tersentak kaget. Tak percaya dengan apa yang diucapkan Harsan. Bibirku mendadak gemetar. Seperti orang kedinginan.

''Serius. Barusan dia WA gue, katanya dia sedang dalam perjalanan menuju kampung halamannya.''

''Kenapa dadakan begitu, sih?''

''Setahu gue ini bukan dadakan, Ben ... dia memang sudah dijodohkan oleh orang tuanya. Dan hari-H pernikahannya tepat pada esok hari.''

Aku langsung speechless. Kepalaku seolah berputar-putar seperti kincir. Mendadak pusing. Kenapa Perjaka tidak pernah membicarakan hal ini kepadaku? Mengapa dia merahasiakannya dariku? Apakah dia tidak percaya padaku?

Sungguh, kabar pernikahan Perjaka ini membuat tubuhku jadi berguncang. Seperti terjadi gempa bumi. Bergoyang-goyang seperti ada musik dangdutan. Aku jadi lemas. Karena di saat hari terakhirnya di kota, aku tidak bisa memenuhi permintaannya.

Sore tadi dia ingin mengajakku ke tempat spesial dan ingin mengatakan sesuatu. Mungkin, dia ingin menyampaikan berita pernikahannya. Tak ada yang bisa aku lakukan. Aku hanya bisa berdo'a semoga pesta pernikahannya lancar dan mendapatkan berkah yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin. __Perjaka, selamat menempuh hidup yang baru. Masih panjang perjalanan yang berliku. Semoga kau selalu bisa menghadapinya dengan mudah tanpa mengeluh. Aku akan merindukanmu.

''Beno ...'' Suara Harsan yang lembut menggugah lamunanku, ''kok diem aja, lo tidak apa-apa, 'kan?''

''Iya, gue tidak apa-apa, Har ...''

''Lo tampak terkejut mendengar berita pernikahan Perjaka, apakah di antara kalian ada sesuatu?''

''Hahaha ... nggak kok, Har ... gue terkejut karena Perjaka masih terlalu muda untuk menikah. Usianya saja masih 20 tahun. Masih masuk kategori brondong.''

''Iya sih, tapi kalau udah jodoh mau bilang gimana. Dia lebih beruntung bisa menikah pada usia yang masih muda. Sedangkan gue udah mau menginjak usia kepala 3, gue belum juga menikah-menikah. Sedih ...''

''Sabar ya, Bro ... emang usia lo berapa sekarang, Har?''

''Dua puluh delapan tahun,'' Harsan tersenyum simpul. Wajahnya merona. Malu-malu.

''Semoga lo lekas mendapatkan jodoh, Bro!'' ujarku sambil menepuk-nepuk bahunya.

''Aamiin. Terima kasih, Beno!'' timpalnya.

''Sama-sama!''

Aku pamit dari rumah kontrakan Harsan. Kemudian berjalan ke tempat kost-an. Tiba di kamar aku langsung menanggalkan pakaian. Masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Aku melakukan aktivitas siraman dengan pikiran yang melayang. Membayangkan kejadian demi kejadian yang telah aku jalankan.

Roni dan Perjaka. Dua laki-laki yang memberikan makna dalam hidup ini. Mereka menyumbangkan kisah hidupnya untuk terpatri dalam lubuk hati. Sebagai kenangan yang terukir indah hingga nanti. Kenangan cinta terlarang di antara makhluk berbatang. Cinta yang menyuguhkan banyak rintangan. Cinta yang mengalir sebagai bentuk naluri hati dalam rumitnya kehidupan. Cinta terlarang mungkin akan selalu ditentang, namun demikian cinta ini akan selalu bersemayam di lubuk hati kami yang paling dalam.

Setetes Madu Perjaka. Manisnya akan aku telan sebagai penawar dari getirnya kenyataan. I love you, kawan. Sekarang, esok dan selamanya.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang