Madu 51 : Tamu

5.9K 282 68
                                    

Sejak malam itu, aku dan Perjaka semakin dekat. Semakin terbuka dalam hal apa pun. Tak hanya soal emosional dalam kehidupan, tetapi juga dalam hal seksualitas. Walaupun kami tidak mengikrarkan diri sebagai sepasang kekasih, tetapi kami mencoba untuk saling memahami. Terutama dalam memenuhi kebutuhan biologis. Kami adalah partner sex yang seimbang. Tak ada yang lebih dominan. Kami selalu memprioritaskan kepuasan secara bersama-sama.

Dan waktu demi waktu pun berganti. Menit berubah jadi jam. Jam berkumpul jadi hari. Dan hari-hari berganti menjadi minggu. Saat itulah aku memutuskan untuk pindah dari kontrakan Perjaka. Bukan aku tidak betah atau pun bosan tinggal serumah dengan Perjaka. Namun, aku lebih memilih untuk tinggal sendiri, karena aku ingin menghindari hal-hal yang tidak aku inginkan. Aku tidak ingin kejadian di apartemen Roni terulang kembali. Aku tidak ingin pengusiran terhadap diriku menimpaku lagi. Oleh sebab itu, aku pun memilih jalan yang terbaik. Memilih tinggal di kost sendiri.

Hari itu aku memboyong semua barang-barangku ke tempat kost yang baru. Di daerah jalan Pangkalan Asem, Rawa Selatan, Jakarta Pusat. Posisinya sangat dekat dengan kontrakan Harsan __salah satu teman Perjaka. Dan di tempat ini, aku ingin mengawali hari-hariku dengan kisah yang baru. Kisah yang lebih baik. Kisah yang kuharap akan menjadi lebih indah.

Bagaimana dengan Perjaka dan Roni? Apakah aku melupakan mereka? Tidak!

Aku dan Perjaka masih berteman dengan baik. Meskipun kami tak lagi tinggal serumah, kami tetap sering berkomunikasi lewat piranti seluler. Apalagi aku tahu, Perjaka sangat mencintaiku. Dia tidak akan pernah melupakan aku. Dia selalu menunjukan sikap baiknya, walaupun aku tidak pernah membalas cintanya. Dia bisa menikmati tubuhku, tetapi dia tak pernah bisa memiliki hatiku. Karena hatiku masih terisi dengan bayang-bayang Roni.

Entahlah, aku tidak bisa menghapus jejak Roni dalam kehidupanku. Dia masih yang terbaik. Walaupun dia egois, konyol, dan maunya menang sendiri. Roni itu ibarat buah durian. Walaupun durinya melukai, tetapi di dalamnya lezat, harum dan lembut. Dan aku tidak bisa memungkiri hal itu. Aku tahu dia akan memaafkan aku, dan dia tahu aku akan memaafkannya. Kami hanya butuh waktu untuk mengintrofeksi diri.

Tok ... Tok ... Tok!!!

Suatu sore pintu kamar kost-ku terketuk. Aku bergegas membukanya. Ada Harsan berdiri di balik pintu tersebut.

''Assalamualaikum!'' sapa Harsan mendahului lengkap dengan senyuman simpulnya. Masih tampak manis seperti sebelum-sebelumnya.

''Walaiakumsalam ...'' balasku, ''Eh, ada Si Kucing Jantan Abu-abu ...''

''Hehehe ...'' Harsan terkekeh.

''Tumben main ke tempat gue, San ... ada angin apa, nih? Mari masuk!'' ujarku basa-basi.

''Ada yang ingin bertemu dengan lo, Ben ...'' balas Harsan.

''Hah. Ada yang mau ketemu dengan gue? Siapa, San?'' tanyaku penasaran.

''Hmm ...'' Harsan mengangkat bahunya tinggi-tinggi. Jidatnya turut mengkerut. Dia pura-pura tidak tahu atau memang sengaja ingin memberikan kejutan buatku.

Mataku langsung beredar ke seluruh ruangan di luar kamar kosanku. Di sebuah sudut aku mendapati dua orang yang berdiri membelakangi kami. Laki-laki dan perempuan. Perlahan mereka membalikan tubuhnya. Dan aku langsung terkaget-kaget, karena aku mengenali wajah mereka berdua. Ratih dan Wisnu. Mereka datang bersama-sama? Bukankah mereka sudah putus? Mengapa mereka menunjukan sikap yang begitu mesra? Apakah meraka sudah balikan? Kok bisa? Aneh. Heran. Membingungkan.

''Ratih ... lo?'' pekikku. Keningku langsung berlapis-lapis.

''Halo, Bang Ben ... apa kabar!'' sambut Ratih ceria. Senyumannya lebar. Selebar mulut singa setelah makan.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang