Madu 56 : Hubungan Baru

5.9K 280 182
                                    

Malam tahun baru telah tiba. Euforia penyambutannya sangat meriah. Gempita suara petasan, kembang api dan terompet bersahutan. Memecah kesunyian. Membelah angkasa. Menghias pesona langit malam. Tak ada wajah yang berduka. Tiada yang merasa lara. Semua bergembira. Bersorak-sorak. Mengumbar tawa yang ceria. Menyaksikan perayaan pergantian angka tahun yang baru. Sambil berdoa melafazkan harapan-harapan baru. Kisah baru. Kehidupan yang baru. Membuka lembaran-lembaran cerita baru. Yang sarat makna. Yang penuh guna. Bagiku. Bagimu. Baginya. Dan bagi kita semua.

‘’Mas Beno ...’’ celetuk Rapika di saat aku termenung di sebuah balkon salah satu hotel di Jakarta Pusat. Suaranya yang renyah mampu membubarkan lamunanku.

‘’Hai, Pika!’’ pekikku menegurnya.

Pika berjalan gemulai mendekatiku, ‘’sendirian aja, Mas?’’

‘’Ya nih, Pik ... lagi pengen sendiri.’’

‘’Pika temenin boleh, tak?’’ Perempuan berambut panjang sebahu ini berdiri tepat di sampingku. Kemudian dengan pelan-pelan dia merunduk, tangannya bersandar pada pagar besi di balkon. Tatapannya lurus memandang langit yang masih bertabur percikan kembang api. Jedar-jedor. Menggedor angkasa raya.

‘’Silakan!’’ sahutku.

Gadis cantik itu melirikku, lalu bibirnya tersungging. Melebarkan senyumannya yang terlalu manis. Seolah ada lelehan madu di setiap lapisan kulit bibirnya yang merona. Ranum kemerahan. Seperti mangga arum manis. Klimis. Berkilauan terkena cahaya lampu.

‘’Selamat tahun baru ya, Mas ...’’ ucap Rapika dengan suara sopran. Berkejaran dengan dentuman suara terompet dan juga petasan yang silih bergantian. Tak henti-henti.

‘’Iya sama-sama ...’’

‘’Apa permintaan Mas Beno di awal tahun ini yang belum terwujud di tahun lalu?’’

‘’Ingin memiliki pasangan hidup.’’

‘’Waw, semoga lekas terkabul ya, Mas ...’’

‘’Aamiin. Bagaimana dengan Rapika sendiri?’’

Rapika tak segera menjawab. Kepalanya merunduk. Rona wajahnya malu-malu.

‘’Kurang lebih samalah seperti Mas Beno, hehehe ...’’ ujarnya.

‘’Emang Rapika belum punya pacar?’’ tanyaku.

Perempuan berparas ayu ini tersenyum, ‘’Belum, Mas ...’’ Kepalanya menggeleng perlahan-lahan.

‘’Semoga, Rapika juga cepat punya pacar ...’’

‘’Terima kasih, Mas Ben ...’’

Aku tersenyum, Rapika juga. Kami saling berpandangan. Saling menjelajahi tubuh lewat kontak mata. Saling menyimpan ujaran kata. Namun, tak ada yang berani untuk berbicara. Kami hanya saling mengagumi tanpa berbuat lebih.

‘’Rapika ...’’ desahku pelan.

‘’Iya, Mas ...’’ sahut Rapika lirih.

‘’E ...’’ Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi belum sempat bibir ini mengeluarkan kata-kata, tiba-tiba nada ponselku berdering.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah layar ponsel. Ada sebuah pesan WA masuk. Dari sebuah nomor yang tak kuketahui. Nomor tersebut mengirimkan sebuah gambar foto beserta ucapan kata, ‘Selamat Tahun Baru’. Aku tersenyum dan memperhatikan foto tersebut yang ternyata ada gambar Perjaka yang sedang mengenakan baju pengantin adat Sunda bersama wanita berparas jelita yang disinyalir sebagai istrinya. Di dalam foto itu, mereka tampak tersenyum bahagia. Memperlihatkan gigi mereka yang putih cemerlang. Aku jadi turut riang melihatnya. Semoga mereka menjadi keluarga yang samara (Sakinah, Mawadah, Warahma).

Aku mematikan layar ponselku dan memasukannya ke kantong celanaku. Aku mengangkat kepalaku dan mendongak ke arah samping. Akan tetapi, Rapika sudah tidak ada di tempatnya. Di manakah dirinya? Dia sudah pergi meninggalkan aku. Gadis itu telah bergabung dengan teman-teman yang lainnya. Menikmati acara barbeque. Bakar ikan dan juga bakar jagung.

Tanpa banyak berpikir, aku pun menggerakan tubuhku berjalan ke arah meraka. Aku ingin bergabung dengan teman-temanku untuk menikmati acara bakar-bakarnya. Namun, baru selangkah kaki ini berjalan, entah dari mana asalnya seketika itu ada sebuah tangan kekar yang menyambar tanganku. Dia menghentikan laju gerakan tubuhku. Perlahan aku mendongak ke arahnya. Dan aku sangat terkejut, karena di hadapanku telah berdiri tegap seorang laki-laki gagah, tampan dan perkasa. Dialah Bandot alias Roni.

‘’Maukah sampeyan menjalin hubungan baru bersama inyong?’’ ujarnya dengan logat Jawa yang kental. Lucu. Menggelitik.

Aku jadi tersenyum lebar. Bagiku laki-laki ini  terlalu konyol berkelakar. Kemudian dengan tegas aku berujar, ‘’Okelah, inyong mauuuu ....’’

‘’Badak ...’’

‘’Bandot ...’’

Aku dan Roni saling mendekat dan merapat. Kemudian kami mencari tempat yang aman dan sepi. Di sana kami berciuman. Saling mempertemukan bibir dengan bibir. Menyeruput dan mengulum. Hingga kami merasakan betapa indah dan nikmatnya berciuman di bawah langit yang bertabur percikan kembang api.

Selamat Tahun Baru. Selamat Membuka Lembaran Baru. Selamat Menyusun Kisah Baru.

‘’Berikan setetes madu perjakamu, untuk orang yang tepat!’’__gulajawir2018.

~HABIS~

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang