Madu 23 : Ketahuan

6.1K 292 59
                                    

‘’Hahaha ...’’ Roni ngakak. Tertawa terbahak-bahak. Girang. Senang.

‘’Kenapa lo tertawa. Lo bangga telah berselingkuh?’’

‘’Lucu.’’ Roni masih cekikikan. Garing.

‘’Apanya yang lucu?’’

‘’Muka lo, Dak ... merah persis udang gosong!’’ Roni terus tetawa lebar. Meledek. Mencibir.

‘’Taek!’’

‘’Lo cemburu, ‘kan sama gue?’’ Tangan Roni mengelus-elus pipiku. Namun, aku segera menepiskannya. Jauh-jauh.

‘’Hmmm ...’’ Aku bersingut. Kesal. Geram. Gondok.

‘’Gue gak mungkin menyelingkuhin lo, Dak ... apalagi sama si Wisnu.’’

‘’Jadi lo bohongi gue, Ndot?’’

‘’Hehehe ... iya.’’

‘’Yang bener?’’

‘’Beneran. Gue cuma mau nge-test lo aja. Apa reaksi lo kalau gue selingkuh dengan cowok lain. Ternyata lo kalang kabut juga. Hahaha ... puas gue ngerjain lo.’’

BUGGG!!!

Aku meninju dada Roni dengan keras. Kasar. Seperti menggebuk maling. Penuh semangat. Dengan tenaga utuh.

‘’Aduhh!’’ Roni mengaduh, ‘’Sakit, Dodol!’’ Roni membalas menjitakku.

‘’Biarin, lo sih ngeselin. Bikin gue naik darah!’’ Mataku melotot serasa mau copot.

‘’Hehehe ...’’ Roni hanya meringis.

‘’Hmmm ...’’ Aku mengembuskan napas dalam-dalam.

‘’Dak, sekarang gue yang mau tanya sama lo.’’

‘’Tanya apa?’’

‘’Semalam lo ke mana?’’

Aku jadi terbengong.

‘’Bobo di mana? Bobo sama siapa? Bobo sendiri atau berdua?’’ Roni membrondong pertanyaan.

Pertanyaan simple. Akan tetapi, bisa membuatku tak berkutik. Skakmat. Mati kutu. Aku diam untuk mengatur napas yang mendadak tersengal. Aku menyusun kata untuk memberikan jawaban yang logis dan tidak mencurigakan.

‘’Kenapa lo diam aja, Dak? Lo tidak menduakan gue, bukan?’’ Tangan Roni menangkup di kedua bahuku.

‘’Tentu saja, tidak!’’ Aku melepaskan tangannya dari bahuku.

‘’Terus kenapa lo tidak mau menjawab pertanyaan gue?’’ Roni mengangkat dagunya lebih tinggi.

‘’Sungguh, lo ingin mengetahuinya?’’

‘’Iyalah ...’’

‘’Gue pergi ke kedai di luar hotel.’’

‘’Ngapain ke sana?’’

‘’Minum wedang jahe buat menghibur diri.’’

‘’Sama siapa?’’ Roni mencengkram bahu kananku.

‘’Banyak orang di sana.’’ Aku menghempaskan cengkramannya.

‘’Lo ke sana sendirian?’’ Roni mengangkat satu alisnya.

‘’I-iya ...’’ Tatapan mata Roni menyelidik. Aku tak berani membalas tatapannya.

‘’Terus lo tidur di mana?’’

‘’Di sana menyediakan tempat istirahat gratis.’’

‘’Oooo ...’’

‘’Iya, Komandan! Udah selesai introgasinya?’’

‘’Hehehe ...’’ Roni malah terkekeh.

‘’Oke, gue percaya sama lo!’’ Roni menepuk-nepuk pipiku.

‘’Syukurlah.’’

‘’Ada satu pertanyaan lagi.’’

‘’Apa lagi sih, Ndot?’’

‘’Boleh gak gue cium lo?’’ Roni mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sangat dekat. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang segar. Aroma pasta gigi,

‘’Ga boleh!’’ jawabku tegas.

‘’Kenapa?’’ Roni menampakan raut wajah yang kecewa.

‘’Gue belum sikat gigi.’’

‘’Gak apa-apa. Gue gak peduli.’’ Roni menyosor dan berusaha mengecup bibirku.

‘’Bandot ... Jangan!’’ Aku mengelak. Aku mendorong wajah Roni agar menjauhi wajahku.

‘’Kenapa sih, Dak ... masa’ gue gak boleh cium bibir pacar gue sendiri.’’

‘’Lihat tuh, ada si Wisnu!’’ Aku menunjuk tubuh Wisnu dengan daguku.

‘’Dia lagi tidur.’’

‘’Palingan cuma tiduran ayam. Masih bisa mendengar dan melihat.’’

‘’Badak ...’’ Roni mendekatiku lagi.

‘’Udah ah, gue mau mandi!’’ Aku mendorong tubuh Roni jauh-jauh. Kemudian dengan cepat aku bergerak ke kamar mandi. Dan menguncinya dengan rapat.

Di kamar mandi. Aku menarik napas panjang-panjang dan menghempaskannya perlahan-lahan.

‘’Huh ... dasar Bandot! Sukanya nyeruduk kasar. Untung dia belum sempat mengecup bibirku. Kalau tidak, bisa panjang urusannya.’’

Kok bisa panjang urusannya? Ya, iyalah. Kalau dia mengecup bibirku dia bisa menghirup aroma mulutku yang mungkin masih bau pejuh. Atau yang lebih parah lagi dia bisa mencium aroma sisa-sisa rokok di mulutku. Karena Roni itu salah satu cowok yang anti rokok. Dia tidak suka kalau aku merokok. Dia akan marah besar bila aku ketahuan masih berhubungan dengan lintingan tembakau tersebut. Roni memiliki gaya hidup yang sangat sehat. Dia melarangku untuk bersentuhan dengan batang nikotin itu.

Well, langsung saja, aku membuka pakaianku. Aku bergegas mandi. Tidak lupa menggosok gigi. Berkumur dengan cairan penyegar biar wangi. Kuhilangkan semua bekas-bekas aroma yang tidak sedap. Beberapa kali aku menghembuskan napas dari mulutku di atas telapak tanganku. Meyakinkan diriku sendiri bahwa mulutku sudah bersih dari aroma pejuh atau pun rokok. Aku tidak mau ketahuan.

Klek!

Aku keluar dari kamar mandi. Dan apa yang terjadi? Ada pemandangan yang tak sedap di indra penglihatan. Sedang berlangsung detik ini juga. Membuat tubuhku terguncang. Hebat. Di ruang itu. Di ranjang itu. Roni dan Wisnu tengah melakukan adegan mesum.  Wisnu menyepong kontol Roni. Kontol Roni dijilat. Dikulum. Diisap. Di rongga mulut Wisnu. Benar-benar menjijikan. Sulit dipercaya.

‘’Badak!’’ pekik Roni langsung ketika dia menyadari aku telah menyaksikan pergumulan mereka. Buru-buru Roni mencabut kontolnya dari dalam mulut Wisnu. Lalu menyembunyikan organ vitalnya itu ke dalam sempaknya.

‘’Apa yang kalian lakukan?’’ tanyaku dengan nada yang tinggi.

‘’Badak! Dengarkan gue. Ini tidak seperti yang lo pikirkan,’’ Roni mendekatiku dan berusaha menjelaskan. Raut wajah Roni memerah. Malu. Marah. Kesal. Entahlah.

‘’Lo disepong Wisnu di depan mata gue, Ndot ... lo masih bilang ini tidak seperti yang lo pikirkan. FUCK!’’

‘’Dak ... dengerin dulu gue ngomong ....’’

‘’TAEK!’’

‘’Wisnu sudah mengetahui hubungan kita, Ndot ... dia mengancam gue akan memberitahukan ini kepada keluarga gue. Gue terpaksa memberikan kontol gue buat menyumpal mulutnya.’’

‘’WHAT!’’ Mataku langsung mendelik dan menyorot ke arah Wisnu.

‘’Hehehe ...’’ Laki-laki itu hanya meringis. Menampakan senyuman kemenangan yang sinis. Dasar iblis!

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang