Madu 21 : Pecah

6.7K 314 115
                                    

Fajar menyingsing membuka hari. Menetaskan matahari yang tak sabar menyinari bumi. Bersama kicauan burung-burung bernyanyi. Kehangatan sinarnya menyentil tubuh terbuka kami. Hingga kami terjaga dan membuka mata dengan rasa berat hati.

Aku dan Perjaka mendadak tercengang, seperti digedor amukan badai gelombang. Membuat kami terguncang serasa di medan perang. Tanpa kami duga. Tangan-tangan kami saling memegang. Memegang area selangkangan lawan. Aku memegang kontol Perjaka. Dan Perjaka memegang kontolku. Padahal kontol-kontol kami dalam keadaan tegang. Mengalami morning erection.

Dengan cepat aku dan Perjaka bergerak mundur. Saling mendorong tubuh. Saling berusaha menjauh. Di antara kami seolah terbentang jurang yang kelewat dalam. Hingga tak dapat saling menjangkau. Dan tak dapat saling menyentuh. Kami jadi mematung. Melingkarkan tubuh seperti terkungkung dalam ruang tempurung. Tak bisa bergerak bebas karena luas yang terbatas.

''Beno ... sorry, gue tidak sengaja ...'' ucap Perjaka tanpa menatap. Pandangannya lurus ke jendela yang terbuka.

''Iya ... tidak apa-apa, gue juga tidak sengaja,'' balasku.

Kami jadi terdiam. Suasana mendadak kaku. Sekaku kontolku yang terhimpit sempak. Rada sakit. Berharap ngacengnya segera mereda.

''Punya lo ... ngaceng ...'' Kembali Perjaka berujar.

''Punya lo juga.''

''Sepertinya ... Be-besar ...''

''Lo doyan?''

Aku dan Perjaka saling berpandangan. Saling memperlihatkan wajah yang merona. Malu-malu. Tegang. Degdegan.

''Mau?''

Perjaka mengangguk.

Perlahan aku menarik resleting celana. Membuka pengaitnya dan melorotkannya. Kemudian aku membuka celana dalamku dan mengeluarkan isinya. Kontolku. Perkakas bulat panjang yang telah berdiri menjulang. Seperti sebilah pedang. Runcing. Tajam. Mengkilat. Seolah siap untuk menghunus lubang.

Perjaka pelan-pelan merangkak. Mengendus-endus seperti seekor kucing. Dia mendekatiku. Melototi kontolku dengan saksama. Napasnya kembang kempis. Jakunnya naik turun. Ekspresi wajahnya seakan tak percaya mendapatkan sebatang daging urat hidup yang berdenyut-denyut milikku.

''Jilat!'' perintahku.

Perjaka menurut. Lelaki berkulit putih ini merunduk dan mulai menjulurkan lidahnya. Kemudian tanpa banyak pertimbangan dia langsung menjilati telur-telur kontolku. OUGKKKHHH ... aku langsung kelojotan. Mendapatkan sensasi hangat yang mengasikan. Lidah Perjaka terus meliuk-liuk di area biji-biji pelerku memberikan rangsangan menggelitik yang mampu membuat tubuhku bergidik.

''Isep!'' komandoku.

Perjaka manut. Lelaki berparas tampan ini menjilati setiap mili batang kontolku. Mencecap habis leher dan kepala kontolku. OUGHHH ... benar-benar nikmat. Setiap jilatan lidah yang menyentuh permukaan kulit kontolku memberikan aliran kenikmatan yang mengguncangkan kalbu. Dia menjilat benda kelelakianku seperti anak kecil yang sedang menjilati batang es mambo. Menjilatnya dengan penuh kelembutan. Penuh perasaan. Dinikmati benar-benar. Pelan-pelan tetapi nikmatnya luar biasa. Aku jadi menggelinjang tak tertahankan.

''Sepong ... sepong!'' titahku tak sabar.

Seperti seorang pelayan. Perjaka pun mematuhi perintahku. Dia mencaplok kontolku. Menghisapnya. Mengulumnya. Menyedotnya. Hingga sekujur tubuhku meregang. Bergidik tiada henti. Seakan tubuh ini teraliri sengatan listrik. Menggelitik. Enak dan asik. Sensasi becek dan hangat dari rongga mulut Perjaka merayap dan menjalari sekujur batang serta kepala kontolku.

Tanpa sadar pantatku bergoyang-goyang maju mundur, naik turun. Seirama dengan hentakan dan hujaman senjata pertempuranku di dinding basah mulut Perjaka hingga mentok di tenggorokan.

AAACCCKKKHHHH ... aku mendesah. Mengekspresikan rasa yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

Perjaka terus memompa kontolku dengan mulutnya. Menyedot-nyedot. Kuat dan kasar. Seolah ingin menguras habis isi madu dalam kantong pelirku.

OUGGGHHHH ... aku tak tahan. Tubuhku menggeliat tak karuan. Stimulasi-stimulasi yang kudapatkan benar-benar menggetarkan seluruh persendian. Enaknya tiada terkira.

Perjaka melepaskan celananya. Mengeluarkan kontolnya yang sudah ngaceng juga. Dia memutar tubuhnya. Menata dirinya sedemikian rupa sehingga kontolnya berada tepat di depan mulutku. Sejurus kemudian, tanpa ragu dia memasukan alat vitalnya itu ke rongga mulutku. Kontolnya yang panjang dan cukup besar itu mengoyak-oyak dinding oralanku. Kini aku dan Perjaka dalam posisi tubuh yang berlawanan membentuk angka 69. Namun kami berada dalam rasa yang sama. Sama-sama tersumpal kontol. Sama-sama mengulum dan menyedot. Saling memberi dan menerima. Saling menyeruput dan menjilat. Hingga kami sama-sama merasakan nikmat dan muncrat-muncrat.

CROOOTTT ... CROOTTT ... CROOOTTT

Spermaku pecah di dalam mulut Perjaka. Dan sperma Perjaka meledak di dalam mulutku. Karena tak ingin sperma kami berhamburan. Kami langsung menelan cairan itu hingga habis tak bersisa. Setetes demi setetes madu perjaka itu tenggelam di lambung kami masing-masing.

Di pagi yang cerah ini, kami menyambutnya dengan tetesan madu keperjakaan dan guyuran keringat di sekujur tubuh. Kami lemas. Ngos-ngosan. Kehabisan daya. Yang tersisa hanya penyesalan. Mengapa semua ini terjadi. Padahal tak ada sedikit pun rasa cinta di antara kami. Atas dasar apa kami melakukan itu semua? Nafsu sesaatkah? Atau pelampiasan semu atas kekecewaanku terhadap Roni. Kekasih lelakiku. Bandot kesayanganku.

Apa pun itu, aku tetap menghargai jerih payah Perjaka. Walau aku tak mencintainya, tetapi dia telah memberikan segenap pelayanannya. Dan harus kuakui. Sepongan mulut jahanam Perjaka memang benar-benar enak. Nikmat. Membuatku ketagihan. Mungkin kami akan melakukannya lagi bila ada kesempatan.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang