Madu 1 : Badak dan Bandot

36.5K 525 136
                                    

Desember, 02,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Desember, 02, ....

Langit Jakarta tampak cerah. Sinar matahari tersenyum penuh gairah. Menebar kehangatan yang menggelora. Menyentil jiwa-jiwa yang haus cinta. Cinta pada alam. Cinta pada dunia. Cinta pada Sang Maha Penguasa.

Angin pun tak mau kalah menyapa. Meniupkan kesejukan yang tiada tara. Memberi kedamaian bagi setiap insan yang mendamba asmara. Asmara berkarya. Asmara dalam cerita. Asmara kami berdua. Asmara antara aku dan dia.

Aku, Beno Raharjo dan dia, Roni Guntoro. Kami, Badak dan Bandot. Dua laki-laki yang terlibat cinta misteri di jagad pelangi. Penuh warna-warni. Penuh aksi. Terlarang dan terbuang.

__***__

Pagi ini aku memboyong semua barang-barangku. Aku hijrah. Aku pindah ke apartemen Roni. Membuka kehidupan baru. Tinggal serumah dengan seorang sahabat sekaligus kekasihku. Senang. Ragu-ragu. Deg-degan. Excited dan juga bimbang menyertai perasaanku.

Awalnya aku menolak ajakan Roni untuk tinggal bersamanya. Namun, Roni gigih membujukku. Merayuku. Menggodaku. Hingga akhirnya aku luluh. Aku mengikuti kemauannya. Memenuhi harapannya untuk selalu mendampinginya. Menemaninya. Meninabobokannya. Di bangunan itu. Di kamar itu. Di ranjang itu.

Klek!

Roni membuka pintu apartemennya, setelah kami melewati perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan. Jakarta macet. Ada aksi massa 212 di Monas dan sekitarnya.

''Selamat datang di istana kita, Badak!'' ucap Roni dengan menyunggingkan senyuman di bibir ranumnya. Indah. Ramah. Mempesona.

''Istana Bandot yang bau prengus!'' timpalku. Nyengir.

''Sue!''

''Hahaha ... '' Aku tertawa sembari menyeret koper dan memanggul tas ransel. Kemudian membawa barang-barang itu masuk ke ruangan tengah.

''Tiap hari ada petugas kebersihan yang membersihkan kamar apartemen ini, Badak!''

''O, ya? Benarkah?''

''Tentu saja ... dia, kugaji tiap bulan.''

''Pemborosan.''

''Gue sibuk. Mana sempat gue beberes kamar.''

''Hmmm ...'' Aku bersingut.

Aku menaruh barang-barang ini di pojok ruangan dan membiarkannya bercokol di sana, aku masih malas untuk membongkar isinya. Aku masih lelah. Dan aku memilih menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Empuk. Nyaman. Adem. Seperti di dalam hotel bintang 5. Aku merentangkan sekujur tubuhku. Merasakan segala fasilitas kemewahan di tempat ini.

''Hai, Badak! Siapa suruh lo tidur di situ!''

''Gue lelah, Ndot!''

''Ya, tapi jangan tidur terlentang begitu, dong!''

''Emang, kenapa?''

''Gue jadi salah fokus. Bikin kontol gue ngaceng aja!''

''Anjriit ... dasar cabul!'' Aku melempar bantal ke arah Roni.

''Hahaha ...'' Laki-laki bertubuh kekar itu hanya ngakak. Tertawa terbahak-bahak. Membuat dadaku sesak. Menahan kesal yang melonjak.

Roni seketika menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Kemudian dengan gesit dia menubrukku. Menindihku. Memelukku. Menjeratku dengan tangan-tangannya yang kuat dan gempal.

''Setiap hari bersama lo, gue jadi tak perlu menahan rindu ... karena rindu itu berat. Dan gue kagak kuat.''

''Ah, sok romantis lo, Ndot!''

''Gue serius, Dak!'' Roni mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sangat dekat. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang pendek. Tersengal-sengal. Seperti orang yang kelelahan.

Mataku dan mata Roni saling beradu. Saling berpandangan. Saling menjerat. Saling mengirimkan sinyal keintiman. Kami jadi terpaku. Diam untuk beberapa waktu.

''Gue sangat mencintai lo, Dak. Gue sangat menyayangi lo,'' ucap Roni pelan, ''Gue tidak mau kehilangan lo.''

''Hmmm ... kenapa lo jadi melankolis seperti ini, Ndot? Lo kesambet, ya? Atau habis salah minum obat?''

''Anjay ... susah ya, ngomong sama makhluk tak berperasaan seperti lo, Dak!''

PLAAAK!

Roni menampar pipiku.

''Aduh ... kenapa lo jadi nampar gue sih, Ndot?'' Aku mengusap-usap pipiku. Nyerih.

''Biar lo sadar!''

''Sakit, tau, Ndot!''

''Lebih sakit lagi bila gue kehilangan lo, Dak.''

Aku jadi langsung bergeming. Speechless. Mendengar ucapan Roni dengan sorot mata yang berbinar-binar. Mengharukan. Penuh nada keseriusan.

''I love you, Dak!'' Roni menempelkan bibirnya dengan bibirku. Dia menciumku. Lembut dan mesra. Belum pernah aku merasakan ciuman setulus dan semulus ini dari Roni. Karena selama ini ciuman Roni itu kasar. Grusah-grusuh. Tidak nikmat. He is a bad kisser. Namun, kali ini ciumannya sangat berbeda. Ciuman yang mendarat di bibirku benar-benar penuh kesyahduan. Aku suka.

''I love you too, Ndot!'' ucapku sembari mengecup balas bibirnya.

Sejurus kemudian, kami jadi saling memagut. Saling mengulum. Saling melumat. Merancau dalam nikmat. Hingga kami kebablasan. Saling menyerang. Saling melepaskan pakaian, seluruhnya. Kami jadi telanjang bulat, sebulat-bulatnya. Saling memeluk dan berguling-gulingan. Saling menggulung. Saling merampok. Saling mencengkram. Selanjutnya ... you know-lah!

Kami bercinta untuk saling memuaskan.

Setetes Madu Perjaka (SMP Babak 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang