Come

1.2K 228 8
                                    




Di setiap detik, aku tidak pernah merasa seperti hidup. Dan hari ini datang, hari dimana aku bisa merasakan gejolak cinta yang mampu membuat jantungku loncat. Aku bahagia ketika sesuatu mulai terlepas dari kepedihanku, memandang ketegangan yang mulai mendominasi nyawaku.

Hampir setiap hari lelaki itu menjemputku pulang, ini karena tugas Yoonji dan Seongwoo begitu padat. Aku menyadari jika baik aku ataupun Daniel, kami mulai akrab. Saling terbuka membicarakan keluh kesah, bahagia dan pujian kecil juga ikut terselip.

Aku mengutuk segala tingkah bejatku yang selalu menjelekkan Daniel dalam hati. Karena aku baru tau jika Lelaki Kang itu benar-benar Lelaki baik dan bertanggung jawab. Calon Presdir di Perusahaan Ayah angkatnya, membuat aku tau jika semua yang ia lakukan adalah untuk kebahagiaan Ayahnya.

Hal itu kembali membuat aku terus sadar, karena aku telah bertemu dengan lelaki keberuntungan sahabatku. Lelaki yang dicintai sahabatku. Dan setiap malam, sahabatku selalu bercerita tentang hal positif lelaki itu, membuat aku tersenyum saat membayangkannya.

Namun, detik itu pula aku kembali lebih tersadar untuk tau, berada di posisi mana aku sampai membayangkan Daniel menggendongku dengan jantung berdetak milik lelaki Kang itu. Membayangkan betapa beruntungnya aku saat sorot mata banyak orang berkata jika kami pasangan romantis.

Tapi aku terlalu bodoh, karena saat itu aku terhempas oleh posisi yang salah. Aku jatuh pada tempat yang salah. Aku tidak tau harus mencari jalan ke mana selain diam dan terus tersadar akan kesalahan hatiku.

"Sen, aku pernah memikirkan Daniel menyentuh tubuhku," aku membulatkan mata saat Yoonji berkata seperti itu, "tapi, dia pernah bilang, 'aku tidak akan menyentuh perempuan, jika perempuan itu bukan isteriku. Karena bagiku, tubuhku milik isteriku dan isteriku milik diriku' ah, romantis sekali, bukan?"

Aku bersemu merah, "udah deh, Yoon. Bicaramu ngelantur, ayo tidur. Udah malam."

Aku menarik selimut, menutupi semu merah di pipiku yang bisa membuat Yoonji sadar jika aku telah jatuh pada keberuntungan hidupnya. Tapi dia tak lengah, kakinya naik ke tubuhku.

"Ayolah, ceritakan sesuatu tentang dirimu dan Seongwoo, kau tidak usah malu," Senyumku pudar.

Bahkan Seongwoo selalu sibuk dengan pekerjaannya, membuatku risih saat lelaki itu selalu mengeluh tentang pekerjaan, tapi aku dengar dari mulut Yoonji dan Daniel. Seongwoo bekerja dan menabung untuk bekalnya dan kebahagiaan seseorang.

Beruntung sekali orang itu, karena pasti Seongwoo memberi seluruh kebahagiaan pada dirinya. Membuat kebahagiaan fisik dan materi yang cukup pas, itu yang di inginkan banyak wanita. Bahkan mungkin aku salah satu dari hal itu, tapi aku masih belum menemukan keistimewaan dari seorang Ong.

"Dia sibuk, Yoon. Sudah, tidur. Besok aku kerja," keluhku yang di balas tepukan olehnya.

"Baiklah, tidurlah. Selamat malam."



. . . .

Malam itu, aku dan Chef Minhyun tengah berada di depan Restoran yang tertutup. Chef Minhyun berjanji untuk menungguku sampai di jemput, ia juga bercerita tentang para Chef lain yang suka mengatur asistennya. Beda dengan dirinya yang malah membuatku ringan.

Chef Minhyun meneguk botol air, membuat aku tersenyum saat botol pemberianku di minum olehnya. Ia memberi botol itu saat telah ia tutup rapat, kemudian bibirnya tertarik membentuk senyuman hanya di pamerkan padaku.

"Terima kasih, oh, kau pulang dengan siapa, Sen?"

Aku memasukkan ponselku yang sempat menghubungi para sahabatku, memasukan benda itu ke dalam tas. Aku ingat akan sesuatu, segera aku merogoh surat berwarna pink yang tadi sempat di beri seseorang. Sembari mencari, aku menjawab, "temanku, ia menjemputku seperti bisanya."

Dan ketika sudah mendapatkan apa yang aku cari, aku mengeluarkannya, menyodorkan surat itu, "oh ya, Chef. Seseorang memberi ini padaku, katanya ini penting. Ini."

Aku memberinya, ia bukannya mengambil surat itu. Ia malah meraih botol yang masih aku pegang. Ia kembali meneguknya, kemudian mendesah kesal, "jangan terima surat apapun, kau mau tau apa isinya? Coba bacakan untukku."

Aku sedikit bingung, tapi juga penasaran. Hingga aku membukanya dan mulai membaca surat itu, mata dan mulutku terbuka karena terkejut. Hei, ini surat cinta. Masih ada orang begini? Mengirim surat cinta pada orang yang ia suka, lalu tanpa ia tau sang penerima belum tentu membaca surat itu. Mau bukti? Chef inilah buktinya.

"Su-surat cinta, Chef," balasku ragu. Ia mengangguk sambil terkekeh.

"Karena surat seperti itu aku dan kekasih.. emm, mantan kekasihku pisah. Ia cemburu dan mencari kehidupan baru, entahlah, mungkin dia sudah menikah," chef Minhyun memandangku, "jangan menerima surat lain, karena mulai hari ini aku akan memulai kehidupan baru dengan gadis di hadapanku."

Maksudnya aku? Karena yang berada diharapkannya hanya aku. Wajahnya mendekat padaku, jantungku berdetak. Ia hampir dekat, hampir menempelkan bibirnya sebelum seseorang menarikku.

Grep!

Tanganku ditarik hingga aku menghantam dada bidang seseorang. Bukan Chef Minhyun, aroma yang aku kenal. Aroma yang membuat aku mabuk akan rasa cinta. Dan saat aku mendongak, rahang tegap dengan urat leher keluar menimbulkan warna merah yang memenuhinya. Ototnya menegang, tangannya terkepal dan jantungnya berdetak kuat.

Aku menyentuh lengan kekar itu hingga seseorang di belakangku terkekeh pelan, Chef Minhyun berdecis pelan.

"Maafkan aku, Sen. Mungkin aku hampir melewati batas," ucap Chef itu sambil membungkuk padaku dan Daniel.

Kang Daniel menetralkan kembali aura menakutkan yang sempat keluar. Ia memandangku seolah bertanya siapa Lelaki yang tadi hampir menciumku.

"Daniel, ini Chef Minhyun," aku kemudian memandang Chef Minhyun, "Chef, ini Daniel, temanku."

Minhyun tersenyum, meraih tangan Daniel dan bersalaman, "senang bisa berkenalan denganmu, Daniel."

Daniel menarik tangannya, kemudian meraih lenganku dan kemudian menarikku dengan ketidaksabarannya. Ia membawaku pergi tanpa izin pada Chef itu, perlahan tangannya memutar tubuhku.

"Kau diapain sama Lelaki tadi?"

Aku menggeleng, "tidak terjadi apa-apa padaku, Niel."

Daniel bernafas lega, ia membuka pintu dan mempersilahkan aku untuk masuk. Ia mengemudi dengan kecepatan normal hingga aku sedikit membuat kecepatan itu melambat, "besok, kau tidak perlu menjemputku. Aku akan berusaha pulang sendiri jika Yoonji atau Seongwoo tidak bisa menjemput."

"Lalu membiarkan lelaki tadi menyentuhmu? Sen, di Seoul sangat berbahaya. Nafsu seorang lelaki tidak bisa di batasi apapun kecuali ia mendapatkan apa yang ia mau, setelah kejadian ini, aku malah akan lebih sigap untuk menjemputmu."

"Jangan katakan apapun pada Yoonji ataupun Seongwoo, aku takut mereka malah banyak pikiran karena memikirkan aku," ucapku yang di balas anggukan oleh Daniel.

"Kau tipe orang yang tidak suka merepotkan orang sekitar, ya? Cenderung memikirkan orang lain, padahal kau hampir saja kenapa-kenapa," ucap Daniel sedikit terkekeh.

"Dia Chef-ku, Niel. Aku Asistennya saat bekerja." Mata Daniel membulat.

"Sepertinya kau harus mulai menjaga jarak dengan lelaki itu. Aku lihat dia bukan orang baik, Sen."











" Aku menyesal tak bisa berbuat lebih baik. Karena saat ini ada sesuatu yang meledak, bisakah sesuatu mengalihkan ledakan itu?"
-in Beautiful Mistakes-

Desember 10, 2018 (again)

Beautiful Mistakes - Kang Daniel Ft Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang