Children

797 138 16
                                    







Euigeon berjalan ke taman, menemui teman kecil dirinya. Duduk di sebelah gadis kecil berumur enam tahun yang sedang menangis dan terus menangis seorang diri.

Oci kesayangan Euigeon, entah kenapa panggilan itu muncul di benak Euigeon kala itu. Ia hanya senang memanggil Oci, karena gadis itu tembam seperti kue Mochi. Belum lagi lesung pipi yang bersembunyi di kulit bening nan putih Oci kecilnya.

Euigeon memiringkan kepalanya, soalnya sedari ia datang. Oci kesayangannya tak kunjung berhenti menangis.

"Oi, Oci? Kenapa menangis?"

Masih tidak menerima jawaban dari Euigeon kecil itu. Oci masih sesenggukan, menghapus tiap bulir air yang jatuh melewati pipinya yang bening. Membuat area wajahnya memerah, terutama bagian alis, hidung dan bibir gadis berusia enam tahun itu.

"Oci, aku tak punya uang untuk mengisi ulang air matamu yang hampir habis itu."

Setelah kalimat jenaka itu keluar, Oci berhenti menangis. Gadis kecil itu mengangkat kepalanya dan memandang Euigeon dengan bingung.

"Ya, aku tidak punya uang untuk membeli air mata baru. Sayang kalau air matamu terbuang sia-sia, kalau beli pun dimana?"

Oci terkekeh, membuat Euigeon tersenyum hebat. Usahanya membuat Oci kecil itu tak menangis membuahkan hasil. Karena bisa di lihat Oci tidak lagi mengeluarkan air mata, melainkan hanya mengeluarkan senyum lucu dengan sebaris gigi yang putih.

Euigeon pun tersenyum lebar, mendapati sang gadis kecil tersenyum saat melihat gigi kelincinya.

"Jangan membuatku tertawa, aku tidak bisa melihatmu tertawa," ucap Euigeon memanyunkan bibirnya.

"Kenapa?" Oci yang heran dengan ucapan Euigeon kini memandang penuh ingin tau.

"Karena mataku sipit. Kalau tertawa seperti ke tutup. Gak percaya? Lihat." Euigeon menunjuk matanya yang sipit. Tersenyum hingga menampakan satu garis hitam di matanya hingga berakhir dengan tawa menggelegar di mulut Oci.

Euigeon menepuk tangannya. Dia tersenyum melihat Oci tersenyum, bukan hanya itu. Euigeon kini menyentuh punggung tangan Oci.

"Oci, kamu bisa menceritakan apapun padaku. Aku sahabatmu, 'kan?"

Oci memainkan tangannya di atas roknya, "iya, Aku punya masalah. Dan itu saaaangat besar."

"Bilang saja, Aku 'kan sudah janji akan membuat kau tersenyum terus. Selalu, sampai kita tuuuuua," balas Euigeon dengan antusias.

"Ibu dan Ayahku berantam lagi, mereka berantam sampai membuat aku menangis. Aku takut Ibu berkata cerai seperti yang di drama-drama," ucap Oci berandai-andai.

"Oci, jangan menangis lagi. Nanti setelah kita menikah, aku tidak akan mengajakmu berantam. Aku tidak ingin kita seperti di drama Ibu-ibu yang sering kau tonton," Euigeon nenangkup pipi Mochi kesayangannya. "Kamu mau nikah denganku?"

"Iya, aku mau. Tapi," Oci menggantung kalimatnya, "aku dan kau masih kecil. Kita gak boleh nikah-nikahan."

"Ih, gak sekarang. Nanti aku bilang sama Paman Oci dan Bibi Oci," ucap Euigeon penuh yakin.

Oci tersipu malu dengan pipi merah.

"Tapi, Oci tunggu Euigeon disini ya? Jangan kemana-mana, besok Euigeon harus pergi ke Busan. Ayah Euigeon harus pindah, Euigeon janji akan kembali. Ini Euigeon titipkan gelang sama cincin mainan, baru mainan nanti Euigeon belikan lebih dari ini. Janji?"

Oci tersenyum, "janji."

Sepertinya romansa kanak-kanak itu telah berakhir cepat. Euigeon tumbuh menjadi Pria dewasa melupakan Oci dan Paman Oci yang ia tak tau namanya siapa. Zaman enam tahun Daniel memang tidak ingat sepenuhnya. Ia bahkan belum mengetahui nama teman Ayahnya yang merupakan Ayah dari Ocinya. Bahkan secara fakta, ia tak tau nama asli Oci, gadis berpipi Mochi bernama asli Park Sena.

Dulu jika bersama Oci, maka ia akan tertawa dan bermain. Bahkan tak kerap mereka mandi bersama karena mereka tetangga bersebelahan. Dan hal itu sering mereka lakukan di halaman rumah dan di taman komplek yang berada tepat di depan rumah mereka.

Sesekali bermain sepeda dan tertawa. Hingga menjadi hening karena Oci terjatuh dari sepeda. Membuat lutut Oci terluka, "Oci gak apa-apa? Sini Euigeon gendong?"

"Gak mau, nanti jatuh lagi."

"Panggil aku Oppa dong,"

"Gak mau, umur kita sama."

"Semua gak mau, mau Oci apa?"

"Mau pulang, Ayo, Euigeon kita pulang saja. Rumah kita sudah jauh, nanti Ibu kita marah."

"Tapi kaki Oci gak apakan?" Oci menganggukkan kepalanya.

Mereka mendayu sepeda sembari berbicara dengan lucunya. "Oci, bahasa Indonesia 'Neo gwenchanan' apa?"

"Artinya 'kau baik-baik saja'." Euigeon mengangguk paham.

"Kalau 'Saranghae' apa?"

"Artinya 'aku mencintaimu' kau ingin belajar bahasa Indonesia?" Euigeon mengangguk sambil cekikikan seorang diri.

"Iya, aku ingin kesana bersamamu," balas Euigeon. Kecil-kecil sudah pandai menggombal, "kalau 'Ppoppo haejweo' artinya apa?"

"Artinya 'cium aku'. Tunggu, kenapa bahasanya seperti itu semua. Euigeon masih kecil.. Ih, nakal, aku gak suka."

"Tadi Oci udah bilang 'aku mencintaimu' gak boleh membantah. Kata Ibu kalau membantah itu gak boleh."

"Ih.. Euigeon nakal." Oci melanjutkan sepedanya lebih kencang.

Semua yang sering terjadi kini tinggal debu yang telah terbawa angin. Tak satupun yang ingat, tak satupun pula yang menyadari hal itu. Mereka termakan usia, melupakan masa kecil hingga barulah sadar saat setitik masa lalu terkait penuh drama.









Seiring berjalan waktu pula Oci masih menunggu Euigeon. Hingga usianya sepuluh tahun dan Euigeon tak kunjung kembali. Oci bersekolah di Seoul, bertemu dengan Seongwoo dan melupakan masa kecil saat bertemu dengan Seongwoo.

"Sena, kamu mau aku kenal kan teman baruku? Dia anak baru di kelas sebelah, Tetanggaku di rumah. Namanya Choi Yoonji."

Sena menggelengkan kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Seongwoo kecil.

"Aku takut dia gak suka denganku," balas Sena menunduk.

"Enggak, dia suka berteman. Baik juga kok, mau ya? Dia tidak punya teman selain aku, dan aku ingin kalian berkenalan. Mau ya?"

Sena mengangguk. Persahabatan mereka bermula disana, hingga Sena pindah ke Indonesia bersama sang Ibu, Jihoon, Guanlin dan calon Ayah baru Sena. Mereka tak lagi bertemu hingga belasan tahun akhirnya mereka menggunakan sosial media untuk saling mencari. Dari sosial media, mereka berkumpul menjadi sahabat.

Dan secara diam-diam tuhan mengirim keberuntungan Sena semenjak kecil. Mempersatukan mereka di bandara dengan pelukan sepihak yang dilakukan Sena. Memutuskan menyimpan rasa cinta, tanpa mereka tau jika mereka sudah saling berjanji sebagai si kecil Euigeon dan Oci.

Dan tanpa mereka sadari, Janji Euigeon benar-benar telah di rencanakan sejak kecil. Bersyukurlah mereka bertemu, walau pada nyatanya mereka sempat dilanda masalah besar. Bersyukurlah Daniel masih menggenggam William, karena rupanya Pria paru baya itu adalah Ayah dari gadis kecil bernama Oci dan juga Ayah dari gadis yang sama bernama Sena.

Sena takdirnya, sedari kecil. Senalah keberuntungannya. Ia telah berjanji menikahi Sena dan semoga janji itu terkabulkan dalam dua jiwa yang tengah berbahagia ini.








"Deo jalhaejuji mothae jakkuman huhoega dwae, Nae mameun geuge aninde, Neul gachi itgo sipeunde."
-in Beautiful Mistakes-

Februari 16, 2019.

Aku pernah begini nih, waktu kecil punya teman cowok. Udah gede gak tau dia dimana, namanya aja lupa.

Beautiful Mistakes - Kang Daniel Ft Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang