Night

767 158 17
                                    









Sena pov.

"Aku menunggu, tapi jangan dipaksa."


"Pergilah. kau bisa datang jika kau membutuhkan aku."


"Aku mencintaimu."



"Aku tidak terima kalian menikah,"




"Harusnya kau mati! Mati saja kau, Daniel. Enyah dari hidupku, dasar penikung. Kau mengambil kesempatan ketika aku tidak ada! Manusia jahat, serakah, egois!"


"Aku membencimu, kau ambil semua dariku. Semua.. bahkan Senaku. Aku mencintainya,"

"-Aku mencintainya,"






Kalimat Seongwoo masih terngiang di pikiranku. Seperti teko yang mengeluarkan isi teko, tiap kata yang ia keluarkan adalah murni dari isi hatinya. Aku diam, mengulum bibir bawahku sembari menatap keluar jendela mobil.

Sakit rasanya ketika harus menerima satu fakta jika Seongwoo tidak benar-benar melepas diriku pada Daniel. Seongwoo masih menyimpan rasa sakit seorang diri, padahal aku sadar dirinyalah yang selalu berdiri disampingku.

Aku menyentuh perut lima bulan ini, merasakan kehangatan seorang diri. Merasakan kehangatan yang jauh lebih besar daripada dua lelaki yang ada di sisi kanan kiriku. Aku kembali menatap malam kota Seoul. Melewati Restoran, tempat disana aku bekerja sebagai Asisten Chef. Hingga sekelibat ingatan terasa sesak.

"Kenapa, Sena?"

Pertanyaan serta sentuhan hangat di perutku, membuat aku beralih memandang dirinya yang tengah mengemudi. Memandang teduh dan ragu terhadap isi kepalaku nanti, tapi bagaimanapun aku tetap harus mengatakan secara terus terang.

"Yoonji," Daniel memasang wajah datar padaku, "aku ingin menemuinya, aku ingin menemui dirinya."

Sembari berkata, aku memandang raut wajahnya yang begitu nampak tak bersahabat. Tangan yang lain digunakan untuk mengelus perutku, membuat gerakan mengganjal yang aku yakin ia mulai tak tentu arah.

"Bisakah?" Pintaku sekali lagi.

Ia berhembus nafas beratnya, membuat aku gelisah dan tidak tenang dengan sikapnya di detik seperti ini. Aku ingin Daniel yang biasanya. Bukan Daniel yang hendak ingin lagi memenjarakan aku seperti beberapa bulan lalu.

Daniel menepikan mobil, membuat badannya bergerak untuk lebih nyaman dan kemudian mengamati wajahku yang dilanda rasa gelisah. Dan mendapati wajah Daniel heran seperti itu, membuat aku tau jika ia telah mengetahui apa yang aku rasakan saat ini.

Daniel menarik dan menghembus nafas, mendekatkan diri padaku. Meraih tengkukku lalu mencium bibirku hanya sekilas. Seolah mengatakan jika dirinya hanya milikku, tapi tetap saja, kejadian dimana aku mendapati Daniel berpelukan dengan Yoonji membuat degup jantung terasa sakit luar biasa.

Aku membuang muka, mengambil nafas dan berusaha tidak tersulut emosi dengan sikap seperti ini.

Daniel kembali mengambil tanganku, bernafas penuh khawatir hingga aku mulai di landa kecemasan.

"Ada apa? Kenapa kau tidak menjawab?" Tanyaku sedikit memohon jawaban positif.

"Hari setelah kau pergi meninggalkan aku, hari disana Yoonji menangis di hadapanku, hanya karena Pria itu lagi-"

"Maksudmu Chef Minhyun?" Daniel menganggukan kepalanya.

"Yoonji kehilangan harapan untuk hidup, dia mencintai Minhyun. Pria perusak masa depannya, memilih menikah dengan gadis lain. Membuat Yoonji dilanda kesedihan, sangat panjang. Ia depresi berat, tapi orang tuanya tidak ingin membawanya kerumah sakit jiwa. Sekarang dia di rumahnya, semasa itu ia selalu tertawa dan menangis. Meminta aku untuk kembali, tapi aku tidak bisa. Aku punya tanggung jawab lain." Daniel mengelus kepalaku dengan sayang. Membuat aku dilanda rasa bersalah lagi.

"Seongwoo dan aku menjaganya, membuat ia mereda, karena hanya kami yang bisa membuat Yoonji tenang." Daniel menunduk, "ia ingin menemuimu, tapi aku khawatir jika ia akan membahayakan kau dan anakku."

Aku diam, aku kaku. Selama ini aku beranggapan bodoh pada sosok Daniel. Selama itu pula aku mengumpat semua keburukan pada Daniel dan Yoonji. Tapi sekarang, apa yang aku dengar justru menjadi kebodohan yang pantas aku dapatkan. Teman macam apa aku sampai seperti ini pada mereka.

Aku kira perginya aku membawa kebahagiaan untuk mereka, agar bersatu. Memberi harapan tipis dan berandai jika Daniel akan datang. Tapi aku salah, kepergianku malah membuat banyak luka di setiap hati orang sekitarku.

Maafkan aku. .

"Aku ingin menemuinya," pintaku.

"Besok, malam ini kita akan istirahat," balas Daniel sembari tersenyum lebar padaku.






. . . .

Kamar yang sama, kamar dimana Daniel memaksaku untuk menemani malamnya. Dan saat ini aku telah akan bersiap untuk tidur setelah selesai mandi, namun naluri diriku berkata lain. Aku mengamati meja yang berdiri ditempat yang sama, membuka laci dan mengambil buku yang sama pula. Membuka setiap lembarnya sembari mencari tulisan tanganku yang dulu. Tidak ada apapun di lembaran itu. Aku berpikir, kemungkinan besar, Daniel telah membaca isi suratku.

"Kau sedang apa?" Tanya Daniel keluar dari kamar mandi, ia berjalan membuka pintu lemari. Mencari baju tidur untuk teman malamnya terlelap. "Surat itu?"

Dugaanku benar, Daniel telah membacanya. Pipiku terasa panas, jantungku kembali berdetak. Rasanya begitu melemah, Daniel berjalan ringan ke arahku. Memasang wajah menggemaskan dengan raut bingung, tangannya bergerak mengeringkan rambutnya yang basah.

Jantungku bisa berhenti saat ini juga. Bagaimana bisa seorang wanita tidak merasa gelisah ketika melihat Pria yang ia cintai bertelanjang dada dengan handuk yang melingkar di pinggang.

Aku bisa dehidrasi jika memandang dirinya seperti ini. Perlahan lidahku menjilat bahkan mengulum bibir bawahku sembari mengelus perutku karena merasa sangat panik. Detak jantungku semakin terpacu tatkala langkah Daniel semakin dekat, ia telah berdiri di depanku. Memakai baju atas tepat di depanku, menggantung celana panjang di bahunya. Tangannya bergerak dengan tubuh yang menunduk,

Tanpa aba-aba kedua tangan Daniel telah sampai di punggung dan kakiku. Mengangkat tubuhku seperti pengantin baru yang begitu bahagia. Mataku masih membulat, membuat tawa jenaka terdengar serak di bibirnya.

"Kau berat juga. Hebat sekali aku bisa angkat dua orang sekaligus." Aku memukul dadanya yang keras. Membuat dirinya semakin bersemangat untuk mengganggu bahkan menggoda diriku. "Aku ingin melakukannya lagi,"

Aku diam, bola mataku berlari ke segala arah. Hingga tawanya kembali menggelegar dengan nada yang membuat aku jengkel bukan main, "aku akan melakukannya hanya jika kau yang mau."

Tanganku melingkar di lehernya, tersenyum di lehernya. Aku ingin dimanja, terutama saat kehamilan sudah mencapai setengah puncak. Daniel menurunkan tubuhku di atas ranjang. Aku bahkan tidak sadar jika Daniel telah membawaku dekat pada ranjang.

Mengecup keningku dengan sayang dan terakhir berkata, "mimpi yang indah calon isteriku sayang. Selamat tidur Baby Kang, tumbuh sehat bersama Ibu ya?"

Tangannya bermain di atas perutku, membuat rasa geli dan nyaman menyatu jadi satu. Daniel mengecup perutku, menyalurkan rasa sayangnya pada si Baby yang belum berlumur dosa.

"Aku akan tidur di sofa, kau tidurlah yang nyenyak. Aku pakai celana di kamar mandi dulu," ucap Daniel berjalan meninggalkanku, menuju kamar mandi di dalam kamar ini.











"Nal bulleojudeon moksori gwireul jakku maemdolgetji, Maju bodeon seoroui nunbichi geuripgetjiman, Sarang seollem cheot neukkim seonmyeonghi nama,"
-in Beautiful Mistakes-

Februari 21, 2019.

Aku lihat, votenya berkurang, commentnya juga. 😭😭 unpub aja gimana? Gak sreg lagi grgr sider 😭


Beautiful Mistakes - Kang Daniel Ft Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang