Fire

874 177 15
                                    

Song : Huhgak- Only You





Bukankah lebih baik aku menemui Yoonji. Menjelaskan padanya tentang apa yang terjadi padaku? Menjelaskan meski aku tau jika nanti akan dibenci olehnya.

Setelah mengantar koper ke Apartement Seongwoo, aku segera pergi kembali untuk mengunjungi Yoonji. Beribu pemikiran telah aku siapkan jika sewaktu-waktu Yoonji marah besar padaku. Aku rela dimaki olehnya, ini semua salahku.

Kedatanganku hanya malapetaka bagi banyak orang di sekitarku.

Bayangan tiap bayangan bergerak seperti film. Sebuah cerita dimana aku adalah pihak ketiga yang menjadi peran utama. Bukan antagonis dan juga bukan protagonis. Bukan tentang menang dan bukan tentang kalah, ini cerita tentang bagaimana seorang wanita bertahan untuk mengambil harga diri di Negara yang telah asing baginya.

Aku sadar, diriku memang tidak berguna, selalu menyusahkan orang lain. Bahkan Seongwoo yang jelas baik bisa sangat terpukul karena kenyataan diriku.

Setelah setengah jam berlalu..

Kakiku turun dari pintu Bis. Aku segera berjalan kaki memasuki jalan selebar satu mobil itu, sembari merangkai kalimat demi kalimat. Hingga sebuah mobil melewati diriku, membuat aku terkejut saat cipratan air mengenai kakiku.

Membuat dinginnya malam lebih menyengat saat kakiku basah oleh air cipratan itu. Andai saja ada Daniel disini, aku pasti sudah menerima jaket, pelukan bahkan hembusan nafas hangat darinya.

Masa bodoh dengan itu, aku tidak boleh memikirkan hal itu. Aku kembali melihat mobil yang telah pergi jauh seperti kesetanan.

Tanpa bersalah, mobil itu terus berjalan untuk segera meninggalkan jalan sempit menuju jalan besar. Hal itu membuatku mengerutkan alis. Seperti mengenal mobil itu, yang jelas bukan mobil Daniel. Karena tidak mungkin Daniel menghampiri Yoonji di saat seperti ini.

Aku berjalan lagi. Merangkai kata sembari bergumam, "Yoonji, maafkan aku. Maaf karena telah mengkhianatimu, tapi aku-"

Dan seperti ribuan pisau telah menusukku. Aku tersungkur perasaan, saat mataku telah bertemu dengan pemandangan jahat. Pemandangan yang begitu membara, hingga aku tak bisa mengelak. Air mataku turun bersama luka yang semakin dalam.

Daniel memberi jaketnya pada Yoonji, ia bahkan memeluk Yoonji yang tengah menangis. Dan bodohnya aku hanya mampu berdiri di tempat ini, seorang diri dengan rasa sakit di dadaku.

"Pembohong!" Gumamku pelan, sedikit terisak dengan segala kebencian, "Bajingan!"

Aku hanya mampu bergumam. Hanya itu saja yang mampu aku lakukan. Untuk menghilangkan rasa sakit, aku harus pergi. Dugaanku benar, Daniel tidak serius padaku. Daniel hanya menginginkan tubuhku, ia menyerahkan nafsu berahinya padaku. Tanpa perduli jika aku telah semakin jatuh pada perasaan sebelah tangan itu.

Sadarlah Sena, kau harus sadar jika kau orang ketiga. Kau tidak penting ada di sini, bahkan kau tidak penting hidup di dunia ini.

Aku menutup mulut saat melihat Daniel membopong tubuh Yoonji dan menggendong sahabatku dengan sangat romantis. Harusnya aku bahagia, karena sejak awal aku ingin sahabatku bahagia. Tapi apa ini disebut bahagia, sedang aku menderita?

Aku menangis pilu. Tangis yang begitu dalam hingga tidak bisa aku keluarkan dengan spontan. Aku benci pada keadaan ini. Aku benci pada Daniel. Aku benci kalian!

Aku terkepal, memilih lari dan pergi meninggalkan tempat itu. Aku tidak lagi bisa bahagia, tidak ada harapan untuk bahagia. Tidak ada cela untuk aku tersenyum, yang ada hanya air mata, isakan dan rasa debar jantung yang menubruk dengan sangat sakit.

Aku menyerah pada ujian ini. Aku menyerah mempertahankan dirimu, menjadi orang gila yang malah menginginkan dirimu.

Aku gila karena telah mengutarakan perasaan diwaktu yang belum tepat, aku malu saat aku harus menerima dan berkata untuk menjaga bagian darinya.

Kau tidak akan kembali, bahkan ketika musim berganti. Kau tidak akan kembali untukku, Kang Daniel.

. . . .

Sena berlari, ia bahkan menangis di sepanjang koridor. Hingga ia telah berakhir di pelukan Seongwoo, menangis sesenggukan tanpa perduli wajah panik Seongwoo yang semakin ketakutan melihat Sena pulang seperti ini.

"Apa? Ada apa, hum?"

Seongwoo menjauhkan tubuh Sena, agar dapat melihat wajah bersedih sahabatnya. Dan tak salah lagi, Seongwoo yakin jika ini ulah Daniel. Mungkin mereka telah bertemu, hingga berkelahi sampai seperti ini. Tapi kenapa tangisan Sena begitu menusuk sampai ke jantung dan hati. Membuat seorang Seongwoo sulit bernafas,

"Jawab padaku, Sena. Jujur!"

Lagi-lagi hanya sebuah gelengan kepala saja. Sena benar-benar menutup rahasia lewat gelengan kepala. Membuat Seongwoo depresi dan mengangkat tubuh Sena untuk segera ia baringkan di ranjangnya.

Seongwoo kembali bersuara. Dan kali ini lebih serius, "Aku sudah tau, Daniel orangnya."

"Tidak, Seong-"

"Aku tau, Sena. Tidak perlu mengelak lagi. Bagaimana dan seperti apa kau berbohong,  tetap kau tidak bisa menyembunyikan ekspresimu yang sakit ini. Aku tau, Daniel-"

Sena menggelengkan kepalanya, "jangan apakan Daniel, Ong. Kau tidak boleh membenci Daniel, bagaimana pun kalian sahabat. Aku tidak ingin kalian berkelahi hanya karena diriku."

"Besok kau akan pergi Sena. Daniel mencarimu," ucap Seongwoo lembut.

"Tapi dia tidak benar-benar mencariku," balas Sena.

Seongwoo memakaikan selimut untuk Sena, "tidurlah, besok kau berangkat. Aku sudah membelikan ponsel lewat online shop. Ini,"

Seongwoo memberinya, "ada nomor Daniel di sana. Jika kau siap, kau hubungi dia. Jangan lari, Sena. Karena lari bisa membuatmu terluka, satu-satunya obat adalah cintamu dan Daniel."

"Aku benci pada Daniel. Aku benci padanya. Aku tidak ingin bersamanya, biarkan aku sendiri dan tolong jangan beritahu siapapun."

Seongwoo mengangguk, hanya mampu menuruti kemauan Sena. Meski ia tau anggukan itu hanya terus menjebloskan Sena kedalam jeruji kesalahan. Tapi tetap, seorang Ong tidak bisa melakukan apapun yang membuat Sena tenang.

Ong Seongwoo keluar dari kamarnya, duduk di sofa sembari menyentuh tangannya yang tadi sore sempat memukul wajah Daniel. Percuma ia memukul, karena Daniel tetaplah Daniel.

Pria serakah yang mau menang sendiri. Pria bodoh yang tidak bisa menyadari perasaan orang lain. Perebut yang Seongwoo kesalkan.

Seongwoo berpangku wajah, menangis tanpa isakan. Gagal melindungi Sena, gagal membuat kebahagiaan untuk Sena dan ia telah gagal memberi bahkan mengungkapkan perasaannya selama ini.

"Maafkan aku, lagi-lagi aku hanya bisa menonton penderitaanmu. Dan lagi-lagi aku dilanda rasa bersalah saat air matamu mengalir. Maafkan aku karena hanya sanggup untuk menerima semua yang sudah terjadi."

Seongwoo merasa gagal. Ia merasa seperti penjahat. Tidak ada beda dirinya dengan Daniel, semakin ia menahan maka rasa bersalah akan terus menyimpan kekesalan.

"Aku mencintaimu, Park Sena. Tapi sayang, cinta kalian lebih tulus dari cintaku. Ini hanya masalah egois, aku hanya perlu menunggu. Aku yakin besok kau akan tersenyum lagi. Aku menunggu senyumanmu, Sena. Aku menunggu kebahagiaanmu datang bersama kebahagiaan yang kau dambakan."

Seongwoo menghapus air matanya, menekan hidungnya dan tersenyum di atas kepedihan. Mencoba untuk menetralkan rasa perih dan sakit di dadanya. Ia bisa, Seongwoo yakin ia pasti bisa melihat Sena kembali tersenyum. Mungkin bukan dengan Daniel, tapi suatu hari..

Seongwoo yakin, kebahagiaan itu ada untuk Sena.



"Hari itu kau menyentuhku dan tanganmu memeluk tubuhku yang lelah. Dari sana aku sadar jika kaulah satu-satunya yang membuatku bernafas,"
-In Beautiful Mistakes-

Januari 16, 2019.

Bagaimana bagian ini? Dijawab ya?

Beautiful Mistakes - Kang Daniel Ft Ong SeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang